Bagaimana Negara Mengurusi Pengelolaan Sampah di Indonesia?
Terjadi dualisme di pemerintah pusat kemudian di daerah seperti, di satu pihak sampah diurusi oleh Dinas PUPR/ Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (kabupaten dan kota) secara fisiknya dan menjadi urusan wajib pelayanan dasar.
Di KLHK, sampah menjadi urusan wajib namun bukan pelayanan dasar yang dikelola oleh Dinas LHK/Lingkungan Hidup dan Kebersihan (kabupaten dan kota). Dapat dilihat sebagai berikut:
Menurut UU Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah
1. Pasal 7 dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;
c. memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;
d. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan
e. menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah.
Wewenang Pemerintah Provinsi
2. Pasal 8 Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah;
b. memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;
c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah; dan
d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu) provinsi.
Menurut UU 23/2014 tentang pemerintahan daerah, pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota bidang LH
1. Pemerintah pusat yaitu:
a. penerbitan izin insenerator pengolah sampah menjadi energi listrik.
b. penerbitan izin pemanfaatan gas metana (landfill gas) untuk energi listrik di tempat pemrosesan akhir (tpa) regional oleh pihak swasta.
c. pembinaan dan pengawasan penanganan sampah di tpa/tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) regional oleh pihak swasta.
d. penetapan dan pengawasan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah.
e. pembinaan dan pengawasan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah.
2. Pemerintah daerah provinsi yaitu penanganan sampah di TPA/TPST regional.
3. Pemerintah kabupaten/kota yaitu:
a. pengelolaan sampah.
b. penerbitan izin pendaurulangan sampah/pengolahan sampah, pengangkutan sampah dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta.
c. pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pihak swasta
Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2020 tentang KLHK pasal 5, KLHK menyelenggarakan fungsi diantaranya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan sampah, bahan berbahaya dan beracun, dan limbah bahan berbahaya dan beracun, pengendalian perubahan iklim.
Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2020 tentang kementerian PUPR pasal 5, kementerian PUPR menyelenggarakan fungsi diantaranya pengelolaan drainase lingkungan, dan pengelolaan persampahan, penataan bangunan gedung, pengembangan kawasan permukiman.
Bahwa dapat dilihat antara KemenPUPR dan KLHK sama-sama memiliki fungsi pengelolaan persampahan, yang mana menjadi potensi dispute sampai dinas terkait di level daerah dalam implementasinya.
Bentuk Instansi Pengelola Sampah di Daerah Masih Beragam
Bentuk lembaga atau instansi pengelola sampah di daerah saat ini masih beragam, antara lain:
Seksi Kebersihan di bawah satu dinas, misal Dinas PU terutama apabila masalah kebersihan kota masih bisa ditanggulangi oleh suatu seksi di bawah dinas tersebut;
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di bawah suatu dinas, misalnya Dinas PU terutama apabila dalam struktur organisasi belum ada seksi khusus di bawah dinas yang mengelola kebersihan sehingga lebih memberikan tekanan pada masalah operasional, dan lebih mempunyai otonomi daripada seksi;
Dinas Kebersihan, merupakan SKPD yang akan memberikan percepatan dan pelayanan pada masyarakat dan bersifat nirlaba. Dinas ini dibentuk karena aktivitas dan volume pekerjaan yang sudah meningkat;
Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan, merupakan organisasi pengelola yang dibentuk bila permasalahan di kota tersebut sudah cukup luas dan kompleks. Pada prinsipnya PD Kebersihan ini tidak lagi disubsidi oleh pemerintah daerah sehingga efektivitas penarikan retribusi akan lebih menentukan. Bentuk ini sesuai untuk kota metropolitan.
Permasalahan Pelaksanaan Teknis dan Politis Pengelolaan Sampah
Lemahnya tata kelola persampahan di desa, yaitu tidak adanya sistem perekrutan yang professional dan belum adanya secara continue pelatihan yang layak dan benar.
Dinamika politik lokal / desa yaitu perseteruan antara Kades dengan anggota Badan Perwakilan Desa / BPD dan atau dengan Kades yang tidak terpilih. Menjadi umum dimana pengaruh sebelum dan sesudah pemilihan kepala desa sangat kental dengan ketidakharmonisan yang akhirnya berdampak pada jalannya roda birokrasi pemerintahan desa.
Kades yang sedang menjabat enggan untuk menerapkan pengelolaan persampahan dengan benar, semisal penarikan retribusi yang proporsional, karena hal ini dapat berdampak pada reputasi politiknya sehingga khawatir untuk tidak terpilih untuk masa kepemimpinan berikutnya.
Rendahnya penganggaran bahkan tidak ada sama sekali, serta tidak adanya sistem pengelolaan persampahan desa sama sekali, semisal rencana strategi persampahan desa, peralatan teknis dasar, dann lain sebagainya.
Untuk di level komunitas, indikator utamanya adalah keberlanjutan dari organisasi tersebut yang ditandai, utamanya secara finansial (alur kas), serta program-program yang tiap tahunnya ada dan berkesinambungan sampai 10 tahun kedepan, dan ini memang sangat jarang ada di lembaga komunitas, kalau pun ada pasti terhitung dengan jari tangan dan kaki.
Proses Pola Pengelolaan Keuangan BLUD sampah di daerah memakan waktu yang lama, kurang lebih 18 bulan apabila dilakukan dari pembentukan UPTD-nya terlebih dahulu.
Perlu Dukungan komitmen politik yang jelas dan solid dari kepala daerah dan DPRD, serta dukungan dari pemerintah provinsi pada saat menilai / merekomendasi pembentukan UPTD diharapkan tidak bertele-tele.
Dilain pihak, pemerintah pusat (dalam hal ini Direktorat BUMD, BLUD dan BDM – Kemendagri yang mempunyai tugas dan fungsi untuk peningkatan pelayanan publik kabupaten dan kota) harus giat mempromosikan untuk operasional pengelolaan persampahan kabupaten dan kota dapat dilaksanakan melalui PPK BLUD.
Permasalahan Pembiayaan
UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah.
Pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Akan Tetapi muncul lagi permasalahan yaitu:
Terdapat potensi pendanaan dari pemerintah pusat, namun ini tidak dapat sepenuhnya untuk diandalkan. Hal ini dikarenakan persyaratan dan / atau proses yang rumit untuk mengajukan pendanaan dari pusat ini seperti DAK dan DID ini.
Dari pemerintah provinsi cenderung pada bantuan hibah, bantuan keuangan dan bantuan sosialnya tidak mengarah pada pengelolaan persampahan.
Pengenaan dan pemanfaatan pungutan retribusi persampahan yang tidak optimal. Salah satu pendanaan untuk persampahan kabupaten dan kota adalah melalui pungutan retribusi.
Mekanisme pengumpulan retribusinya masih dilakukan manual, seperti pembayaran yang menggunakan karcis, walaupun itu sudah dikerjasamakan PDAM dan PLN.
Mekanisme pembayaran manual ini amatlah dapat disalahgunakan. Seperti maladministrasi, praktek korupsi itu tidak dapat dihindarkan.
Tidak ter-update-nya pendataan untuk RT yang wajib membayar retribusi sampah dari Dinas Dukcapil, serta tidak ada sinkronisasi data antara DLH dengan PDAM dan PLN untuk pendataan para RT yang wajib membayar retribusi sampah, akhirnya mengakibatkan tidak optimalnya jumlah pungutan retribusi.
Alhasil, dana terkumpul dari retribusi sampah tetaplah kecil, walaupun pengenaan tarif retribusi sampahnya besar.
Potensi dispute dan kerugian kalau dana pungutan dari retribusi sampah masuk ke kas daerah dan tercampur dengan pendanaan di APBD. Sehingga alokasi pendanaan untuk bidang persampahan tidak ditambah dengan pendapatan dari pungutan retribusi persampahannya.
Permasalahan TPA
Permasalahan sampah pada setiap Kabupaten/Kota salah satunya adalah TPA yang sudah overload dan melewati umur teknis, sehingga berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengatur bahwa Pemerintah Daerah harus menutup TPA yang menggunakan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 tahun.
Lebih lanjut berdasarkan Permen PU Nomor 3 Tahun 2013, mengatur bahwa TPA yang telah melewati umur teknis dapat dilakukan penutupan atau rehabilitasi.
Penutupan TPA berimplikasi pada perlunya penyiapan TPST pengganti, yang seringkali terkendala permasalahan lahan atau sosial seperti penolakan masyarakat.
Selain itu juga pemilihan teknologi pengolahan sampah menjadi hal yang sangat krusial dilakukan. Sesuai PP Nomor 81 Tahun 2012, mengatur bahwa pengolahan sampah, meliputi: pemadatan, pengomposan, daur ulang materi dan/atau daur ulang energi.***
Baca juga: Tiga Negara Ini Punya Pulau Pengelola Sampah Sendiri. Indonesia Kapan Ya?
Editor: J. F. Sofyan
Tanggapan