Katakan Tidak pada Sampah Plastik melalui Zona Pantai Ramah Lingkungan

Halo Pembela Lautan, siapa yang hobinya melepaskan stres dengan pergi ke laut? Atau ada yang hobinya sekedar berlibur ke laut dan menikmati indahnya batas cakrawala yang seakan menyatu antara laut dan langit di waktu senja? Wah, indah ya!

Laut senantiasa membawa nuansa damai dan segar, meskipun suasana hati tak selalu sama. Dan biarkan laut membantu menerbitkan asa dalam setiap sudut rasa melalui debur ombak dan lembut pasir yang membenamkan tapak tanpa alas.

Laut selalu melepaskan memori nostalgia yang berbeda bagi setiap kita. Maka, tak heran jika setiap pergi ke laut, letupan rasa mulai menyapa. Nah, siapa yang hobinya makan setiap kali ke laut?

Pasti sebagian besar dari kita selalu membawa atau membeli makanan ya setiap ke laut. Hawa sejuk dan dinginnya air laut merupakan kolaborasi apik untuk membuat perut kita keroncongan. Dan ini merupakan booster yang bagus bagi yang ingin makan banyak.

Laut merupakan salah satu tempat nyaman untuk kita menikmati makanan, terutama makanan hangat. Hampir setiap warung di laut yang pernah dikunjungi oleh penulis, menyediakan makanan hangat salah satunya berupa mie instan.

Harga yang tergolong murah dan rasanya yang lezat memang susah untuk ditolak oleh mata dan lidah ya teman – teman. Namun, kira – kira setelah makan, bungkus dari mie instan itu dibuang kemana ya?

International Coastal Cleanup (ICC) merilis bahwa pada tahun 2019 sebanyak 97.457.984 jenis sampah dengan berat total 10.584.041 kg ditemukan di laut.

Menurut forum ekonomi dunia, terdapat sebanyak 8 juta ton per tahun sampah plastik berada di perairan dunia.

Berbeda dengan sampah – sampah organik lain yang bisa diurai dengan mudah dan cepat, sampah plastik membutuhkan waktu ratusan tahun agar dapat terurai.

Bisa dibayangkan ya teman – teman, bagaimana kondisi lautan kita jika sampah plastik tidak segera diatasi.

Sampah berserakan di pantai. / Foto: Anggrina Haprinta Sari

Pertumbuhan banyaknya sampah plastik setiap tahun di laut, tentu membawa dampak buruk bagi biota laut. Apalagi dengan sulitnya proses penguraian sampah plastik. Lautan akan penuh dengan sampah plastik dan tentu ini membahayakan bagi biota laut.

Konferensi Laut PBB di New York pada 2017 menyebutkan bahwa limbah plastik di lautan telah membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan dalam jumlah besar tiap tahun. Dan angka ini akan terus bertambah seiring dengan perkembangan banyaknya jumlah sampah plastik di lautan.

Selain dampak negatif di atas, dalam jangka panjang, sampah plastik dapat berakibat kepada manusia. Hal tersebut dikarenakan manusia mengonsumsi ikan dan hasil laut yang telah memakan mikro plastik. Sehingga racun yang termakan oleh ikan akan terserap di tubuh manusia. Menyeramkan ya jika hal ini terus berlanjut.

Dari beragam dampak negatif di atas, tentu lebih banyak efek negatif dibandingkan dengan efek positif dari pemakaian sampah plastik.

Mengingat pentingnya kelangsungan hidup biota laut, maka perlu dilakukan pengurangan sampah plastik dimulai dari laut. Kita perlu membuat zona percontohan untuk wilayah pantai ramah lingkungan.

Wilayah percontohan tersebut harus bebas dari sampah plastik, baik dari penjual maupun pengunjung. Penjual dapat memanfaatkan dedaunan di sekitar laut sebagai media pembungkus makanan.

Selain itu, penjual dapat menjual hasil olahan UMKM setempat yang juga harus menggunakan pembungkus makanan ramah lingkungan. Sehingga selain menyelamatkan biota laut, kita juga menyelamatkan perekonomian tepi laut.

Laut merupakan tempat istimewa untuk kita, tidak sekedar rekreasi hati dan perut. Namun juga memiliki peran besar bagi perekonomian negara.

Tentu kita masih ingin anak cucu kita kelak menikmati laut dengan ragam keindahan biota hingga ratusan tahun ke depan.

Maka, menjadi tugas kita sekarang untuk dapat menjaga keindahan laut dengan berbagai usaha terbaik dan maksimal yang dapat kita lakukan.

Kita tidak ingin kehilangan salah satu tempat romantis untuk menambatkan hati, bukan? Jadi, yuk kita mulai bergandeng tangan berkomitmen memperjuangkan laut kita. Dimulai dari sekarang ya!***

Baca juga: Pembangunan Berbasis Hak

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan