Studi Kasus Proyek Penelitian Pengembangan Biogas di Indonesia

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar yang terdiri dari 17.508 pulau yang banyak diantaranya merupakan area terpencil. Sebanyak 265 juta jiwa menggantungkan hidup dan beraktivitas di negara ini. Tapi juga Indonesia, salah satu negara penghasil emisi tertinggi di dunia.

Emisi dari penggunaan lahan menyumbang angka yang signifikan pada total emisi gas rumah kaca nasional yakni sebesar 65.5% (USAID, 2017). Guna menanggulangi dampak dari perubahan iklim ini, Indonesia telah berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kacanya hingga 29% pada tahun 2030 untuk memenuhi Perjanjian Paris (Paris Agreement).

Kebijakan  dan  strategi  mitigasi perubahan iklim  di  tingkat  nasional  dan  internasional seringkali tidak mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi nyata serta peluang yang ada di tingkat daerah, sehingga seringkali tujuan kebijakan iklim nasional tidak selaras dengan prioritas daerah.

Pada sektor energi, sumber energi utama masih didominansi oleh bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas. Di sisi lain, energi terbarukan hanya sebesar 17,1% dari seluruh produksi listrik (DEN, 2019). Walaupun tingkat elektrifikasi di skala nasional telah mencapai 98,83% (PWC, 2019), distribusinya masih belum merata. Tingkat elektrifikasi Indonesia Timur lebih rendah daripada Indonesia Barat.

Misalnya, tingkat elektrifikasi di Jakarta hampir mencapai 100%, disaat Nusa Tenggara Timur dan Papua hanya mencapai masing-masing 72% dan 94%. Selain itu, masyarakat wilayah perdesaan ini juga masih sangat bergantung pada sumber energi tradisional berupa kayu bakar untuk memasak (OECD, 2019) yang mendorong adanya penebangan hutan dan polusi udara dalam ruangan.

Pada saat yang bersamaan, wilayah ini dikelilingi oleh 23,5 juta ha lahan pertanian yang memproduksi 345.000 ton kotoran ternak setiap harinya, dimana Bali sendiri hanya memiliki 81.744 ha lahan pertanian dan menghasilkan kotoran ternak sebanyak 13.148 ton/hari (BPS, 2020).

Melihat fakta tersebut, sumber energi alternatif yang dapat memanfaatkan sumber daya pedesaan di Indonesia, dapat mendukung kehidupan masyarakat pedesaan sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar non terbarukan dan tinggi emisi. Dari besarnya potensi kotoran ternak yang ada, biogas menjadi solusi yang realistis dan inklusif yang dapat menyediakan energi bersih dan membantu Indonesia untuk mencapai Nationally Determined Contributions (NDCs).

Untuk menanggulangi emisi dan dampak perubahan iklim pada sektor penggunaan lahan dan listrik, potensi dekarbonisasi, memasak tanpa polusi, dan penghapusan batu bara dapat dieksplorasi melalui studi kasus spesifik di Indonesia. Studi kasus Indonesia pada proyek penelitian LANDMARC dan TIPPING+ akan berfokus pada penilaian ilmiah tentang proses dekarbonisasi melalui biogas dan kompos serta keterlibatan kebijakan guna mengupayakan transisi energi bersih di wilayah yang intensif menggunakan batubara dan emisi karbon seperti Indonesia.

Proyek ini dipimpin oleh su-re.co, sebuah perusahaan yang salah satunya membidangi penelitian. Perusahaan ini berbasis di Bali. Guna menjawab permasalahan dampak mitigasi berbasis lahan dan mengupayakan transisi energi bersih di Indonesia, su-re.co akan mengembangkan biogas dan kompos di Bali serta melibatkan kebijakan dalam hal penghapusan batu bara pada sistem kelistrikan di Banten.

Biogas juga dipertimbangkan sebagai pilihan yang realistis pada kasus Indonesia guna menanggulangi permasalahan kurangnya sumber energi bersih untuk memasak dan menyediakan pupuk organik atau bio-slurry bagi kegiatan pertanian yang menjadi sektor utama di negara ini.

Proyek LANDMARC juga berupaya untuk menyediakan permodelan dan simulasi observasi bumi, pengukuran risiko iklim, dan dampak ekonomi dari teknologi mitigasi berbasis penggunaan lahan pada level studi kasus, sedangkan TIPPING+ bertujuan untuk mengadakan keterlibatan pemangku kepentingan dan dialog kebijakan.

Biogas memang belum se-populer energi terbarukan lainnya, namun biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, kendaraan, maupun untuk menghasilkan listrik  sebagai alternatif bahan bakar di rumah. Terutama mayoritas penduduk Indonesia yang masih mengandalkan sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan sudah seharusnya menguatkan regulasi menggunakan alternatif energi dari biogas .

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan