Pemilu 2024 di Tengah Krisis Iklim dan Rusaknya Demokrasi serta HAM, Ini Seruan Masyarakat Sipil

pemilu 2024

Pemilu 2024 berlangsung di tengah situasi yang tak mudah. Krisis iklim makin genting mengancam hidup warga, ruang demokrasi kian menyempit, serta ketidakpastian masa depan untuk generasi muda seperti akses pendidikan dan lapangan pekerjaan.

Senyampang dengan persoalan-persoalan yang ada tersebut, akhir-akhir ini kita menyaksikan pula pelbagai pelanggaran etika dan dugaan kecurangan menodai proses pemilu 2024.

Persoalan lingkungan dan krisis iklim, demokrasi, serta pelindungan HAM akan bertambah buruk dan jika tampuk kekuasaan jatuh ke tangan pemimpin yang tersandera kepentingan oligarki ekonomi politik. Sebab, dapat diduga mereka bakal mementingkan kepentingan segelintir kelompoknya saja jika kelak berkuasa.

Dalam sepuluh tahun terakhir, kita telah menyaksikan potret buram pengelolaan negara yang sarat konflik kepentingan dan mengesampingkan rakyat. Undang-undang dan proyek yang dirancang secara ugal-ugalan, kritik yang diabaikan hingga dibungkam, pelanggaran HAM yang tak dituntaskan dan dibiarkan terus terjadi, hingga eksploitasi dan perusakan lingkungan yang dilakukan berkedok pembangunan.

Greenpeace Indonesia bersama koalisi “Pilih Pulih” mengadakan kegiatan karnaval dengan membawa boneka raksasa yang mewakili sosok Pinnokkio dan “monster Oligarki” raksasa di Jakarta.

Pagi hari 7 Februari 2024 di Jakarta, tepat satu minggu sebelum hari pemungutan suara, rombongan marching band dan ratusan massa aksi Koalisi Pilih Pulih yang merupakan gabungan dari puluhan lembaga masyarakat sipil dan komunitas muda, pelajar, dan mahasiswa turun ke jalan dengan membawa sebuah boneka kayu raksasa berwajah pinokio.

Massa aksi menyerukan kepada para pemilih di seluruh negeri, khususnya generasi muda untuk kembali mencermati visi misi, gagasan dan ide, serta rekam jejak para pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, partai politik, hingga calon legislatif, sebelum akhirnya menentukan pilihan.

Greenpeace dan puluhan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) menyoroti krisis demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup yang akan meningkat di masa depan jika masyarakat Indonesia salah memilih calon Presiden dan Legislatif pada pemilu mendatang.

Berikut ini peryataan sikap dan seruan dari massa aksi:

1. Kami akan terus bersuara dan mengajak publik untuk terus bersuara tentang berbagai krisis yang terjadi di Indonesia. Kebijakan ekonomi ekstraktif yang semakin mengukuhkan kuasa oligarki telah melahirkan krisis iklim, pemiskinan, perampasan ruang hidup petani, nelayan, perempuan, masyarakat adat, masyarakat miskin perkotaan, dan kelompok marjinal lainnya. Kondisi ini semakin buruk bagi masa depan anak muda, terlebih diperparah dengan komersialisasi pendidikan yang membatasi akses anak-anak Indonesia terhadap hak atas pendidikan yang murah dan berkualitas.

2. Kami akan terus lantang berteriak atas pengkhianatan terhadap konstitusi dan demokrasi, pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM masa lalu tidak juga dituntaskan, sementara pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi. Kami mengajak publik untuk terus menuntut negara menuntaskan pelanggaran HAM dan menghapus impunitas; negara harus mengakui adanya pelanggaran HAM dan mengadili pelakunya.

3. Menyerukan kepada publik untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai momentum mendesak kepemimpinan Indonesia ke depan untuk lepas dari kepentingan oligarki, serta untuk memastikan pemulihan krisis multidimensi yang terjadi. Pulih dari kerusakan lingkungan dan krisis iklim, pulih dari ketimpangan agraria, pulih dari berbagai kebijakan yang diskriminatif.

4. Mendesak pemerintahan yang akan datang menjalankan transisi energi yang berkeadilan demi mengatasi krisis iklim. Jalankan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Berhenti kecanduan dengan bahan bakar fosil, stop solusi palsu!

Aktivis menyerukan “Jangan Pilih Boneka Oligarki”.

5. Mendesak pemerintahan yang akan datang menghentikan ekspansi pembangunan berbasis lahan skala luas untuk mencapai nol deforestasi, melindungi hutan dan lahan gambut yang tersisa terkhusus di wilayah tanah Papua, memulihkan wilayah- wilayah kritis dan sejalan dengan perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.

6. Mendesak pemerintahan yang akan datang menghentikan segala bentuk diskriminasi, serta memastikan pembangunan yang inklusif sehingga seluruh elemen masyarakat khususnya kelompok marjinal dari berbagai spektrum gender dan orientasi seksual, kelompok minoritas agama dan ras, masyarakat adat dan kelompok difabel dapat selalu dilibatkan aktif dalam pembangunan.

7. Melampaui pemilu, kami akan terus memilih bersuara dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus memperkuat partisipasi politik rakyat, agar tujuan demokrasi yang sesungguhnya untuk memastikan jaminan terpenuhinya hak-hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas kesejahteraan, hak atas keselamatan dan hak atas pendidikan dapat terwujud, demi generasi hari ini dan generasi yang akan datang.***

Baca juga: Akhir Kepemimpinan Presiden Jokowi: Wacananya Poros Maritim, Faktanya Gagap Maritim

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan