Keseruan menyeberang ke Pulau Sumba lewat Labuan Bajo dari Sape (Bagian 1)

Pada artikel sebelumnya, kami langsung cerita satu tempat cantik di Sumba Timur tapi tidak menjelaskan bagaimana sih bisa sampai disana dengan mobil tua?

Setelah keliling Jawa-selatan, Bali, Lombok dan Sumbawa selama kurang lebih 4 bulan, akhirnya kami memutuskan lanjut perjalanan ke Pulau Sumba. (Psst, cerita tentang perjalanan di Lombok dan Sumbawa akan segera ditulis di artikel berikutnya ya, nantikan tulisan kami yaa)

Kami menyeberang ke Pulau Sumba dengan menggunakan kapal ferry ASDP dengan harga tiket 1.350.000 jadi 1.300.500 untuk 1 mobil, harga tersebut sudah termasuk dengan harga 2 penumpang.

Tiket tersebut tidak menuju ke Sumba langsung dikarenakan penyeberangan menuju ke Waikelo-Sumba sedang tidak jalan dengan alasan ombak besar, begitu pula dengan penyeberangan ke Waingapu.

Jadwal penyeberangan berikutnya tidak dapat diprediksi dan oleh karenanya petugas pelabuhan pada saat itu menyarankan kami untuk menyeberang ke Labuan Bajo dulu kemudian lanjut lagi menyeberang lewat pelabuhan Aimere.

Keesokan paginya kami datang ke pelabuhan sekitar jam 07.00 dan mengantri di antrian nomor 18. Kami datang cukup pagi karena kami khawatir tidak kebagian tempat di kapal.

Selama delapan jam penyeberangan harus kami lewati, kapal sungguh penuh sesak. Pada saat masuk kapal, mobil kami dipanggil paling akhir masuk kedalam kapal meskipun nomor antrian kami berada di urutan 18. Oleh karena itu kami berdua tidak kebagian tempat di ruang tunggu penumpang.

Kami memutuskan untuk naik keatas dan duduk di lantai dengan memasang selimut sebagai pengganti flysheet supaya tidak kepanasan.

Jam 18.00 akhirnya kami tiba di pelabuhan Labuan Bajo, beberapa jam sebelum bersandar kami disuguhi pemandangan yang luar biasa, burung elang yang terbang kian kemari, deretan pulau komodo dan rinca menghapus segala rasa keluh kesah juga sunsetnya yang memukau.

Kami cukup terkejut dengan keberadaan mall di dekat pelabuhan. Ternyata perubahan pelabuhan labuan bajo luar biasa pesat ya! Pelabuhan labuan bajo ini sungguh beda dari pelabuhan pada umumnya yang kotor.

Pelabuhan ini merupakan satu-satunya pelabuhan di Indonesia yang kami ketahui sebagai pelabuhan yang juga jadi tempat wisata karena cantiknya.

Beberapa ratus meter setelah keluar dari pelabuhan, kami disapa oleh teman dari Jakarta yang sebelumnya janjian ketemu di Sumbawa namun pada saat itu tidak kesampaian dikarenakan jaringan internet yang kurang baik.

Teman kami sempat mengambil beberapa video dan foto tentang serta mewawancarai kami tentang perjalanan kami, sudah seperti di film-film aja hehehe. Beliau juga berangkat dari Jakarta dengan menggunakan Vespa dengan membawa misi baik mengedukasi tentang Energi Terbarukan.

satu malam saja kami bermalam di labuan bajo, jalan kaki melihat keindahan kota dan mampir ke paradise bar dan menginap di penginapan. Ya, sekali-kali kami butuh kasur besar untuk tidur. Mungkin dua bulan hanya satu kali kami menginap di kamar benaran entah penginapan ataupun rumah teman.

Keesokan harinya kami lanjutkan perjalanan untuk menyeberang ke Sumba lewat pelabuhan Aimere yang lokasinya sangat jauh dari labuan bajo, yakni 230 km.

Penasaran gimana cerita selanjutnya ? tunggu cerita di bagian selanjutnya yaaa, bakalan banyak hal menarik yang pasti kami akan bagikan.***

Baca juga: Bertualang Dengan Kombi ‘Rumah Berjalan’ Bertenaga Matahari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan