Apakah Jaring Insang (Gill Net) Tergolong Alat Tangkap Ikan yang Ramah Lingkungan?

jaring insang alat tangkap

Jaring insang (Gill net) merupakan alat penangkapan ikan yang dioperasikan nelayan hampir di seluruh Indonesia. Alat tangkap ini tergolong ekonomis karena dalam sekali pengoperasian dapat meraup beberapa jenis ikan yang tentunya memiliki nilai jual tinggi.

Penentuan lokasi pengoperasian jaring insang berdasarkan jumlah stok ikan, informasi antar nelayan, dan ciri-ciri kondisi perairan. Alat tangkap ini dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain jaring insang menetap, jaring insang hanyut, dan jaring insang melingkar.

Aspek ramah lingkungan di bidang penangkapan ikan menurut FAO (1995) antara lain memiliki selektifitas yang tinggi, tidak merusak habitat, menghasilkan ikan yang berkualitas, tidak membahayakan nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen, minim hasil tangkapan sampingan, dampak ke biodiversitas, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi, dan diterima secara sosial.

Banyak nelayan di Indonesia yang melakukan penangkapan ikan berdasarkan ilmu turunan tanpa memerhatikan pengoperasian alat tangkapnya berpotensi merusak lingkungan atau tidak.

jaring insang ilustrasi
Ilustrasi alat tangkap jaring insang (Gill net). / Gambar: unclebonn.com

Dalam isu ini, banyak pihak yang menuai kontroversi terkait tingkat keramah lingkungan jaring insang. Ada yang menilai ramah lingkungan dan ada yang menilai tidak ramah lingkungan.

Jaring insang dikatakan ramah lingkungan karena ukuran serta metode penangkapannya yang tidak memungkinkan meraup ikan dalam jumlah banyak, selain itu ukuran mata jaring juga menyesuaikan dengan ukuran ikan target sehingga alat tangkap ini bisa dikatakan ramah lingkungan.

Jaring insang dikatakan tidak ramah lingkungan karena ada salah satu jenis pengoperasian jaring insang yaitu jaring insang hanyut yang berpotensi besar terjadi ghost fishing atau alat tangkap hilang di lautan.

Selain itu pengoperasian jaring insang dasar yang dilakukan di dasar lautan, dimana terdapat terumbu karang yang hidup bisa berpotensi merusak habitat ikan karena jaring yang tersangkut atau terkena kontak fisik dengan terumbu karang.

Menurut kementerian perikanan dan kelautan bahwa jaring insang tergolong alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan, tetapi tetap memiliki kekurangan.

Hal yang dapat dilakukan bagi pemerhati perikanan adalah meminimalisir pengoperasian alat tangkap yang berpotensi merusak lingkungan dengan cara memberikan edukasi kepada nelayan, melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat tangkap, dan masih banyak lagi.***

Baca juga: Mengenal Cara dan Wilayah Tangkap Ikan Tuna di Indonesia

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan