Kawasan Konservasi Laut : Pilar Keberlanjutan Ekologi dan EKonomi

Pengertian Kawasan Konservasi Laut (Marine Protect Area)

Kalau di darat kita kenal dengan Tata Ruang Kota, maka dilaut kita sebut Zonasi Kawasan Laut. Mereka memiliki peruntukan yang sama dalam menyeimbangkan dan menata sebuah wilayah sesuai karakteristik dan peruntukannya. Lalu, Apa itu Kawasan Konservasi Laut ? Marine Protect Area atau yang biasa disebut Kawasan Konservasi Laut merupakan salah satu pembagian dalam Zonasi Kawasan Laut.

Kawasan konservasi ini memiliki ciri khas sebagai : perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan ekosistem secara berkelanjutan yang berada diwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi (Permen-KP No.32/2020). Perairan diatur fungsinya sebagaimana dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan Ekosistem. Kemudian, apa saja zona dalam Kawasan Konservasi Laut ?

Salah Satu Kawasan Konservasi Gita Nada, Lombok Barat, NTB (Sumber : Google Earth)

Pembagian Zona dalam Marine Protect Area (Kawasan Konservasi Laut)

Dalam Kepmen-KP No.31/2020 Kawasan konservasi laut dibagi dalam 3 kategori yaitu : Taman, Suaka dan Kawasan Konservasi Maritim. Didalamnnya telah diatur Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat dan tidak diperbolehkan pada masing-masing Zona di 3 kategori.

  1. Zona Inti, ditujukan untuk perlindungan mutlak terhadap target konservasi yang memiliki fungsi sebagai wilayah pemijahan, pemulihan, perlindungan biota. Contoh kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat diwilayah ini yaitu penelitian dan kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu penangkapan ikan. Salah satu Zona Inti di Kawasan Konservasi Gita Nada ialah seluruh perairan Gili Anyaran.
  2. Zona Pemanfaatan Terbatas, dibagi dalam subzona perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pariwisata. Zona ini mempunyai fungsi sosial, budaya dan ekonomi bagi masyarakat setempat. Contoh kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat diwilayah ini yaitu penangkapan ikan dan kegiatan yang diperbolehkan yaitu Pelayaran rakyat dan nelayan kecil. Salah satu Zona Perikanan Tangkap di Kawasan Konservasi Gita Nada ialah Seluruh perairan Gili Layar.
  3. Zona Lain Sesuai Peruntukan, zona ini dapat berupa zona rehabilitasi, bangunan & instalasi laut, pelabuhan, jalur lalu lintas kapal, religi, dan/atau sesuai karakteristik kawasan. Zona ini tidak harus ada pada kawasan konservasi. Contoh kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat diwilayah ini yaitu pendirian bangunan laut dan kegiatan yang tidak diperbolehkan yaitu pembudidayaan ikan. Salah satu Zona Pelabuhan di Kawasan Konservasi Gita Nada ialah Labuan Poh.
Aktifitas mengumpulkan siput oleh warga disekitar perairan Lombok Barat untuk dikonsumsi (Foto : Relis Gabriel)

Mengapa Marine Protect Area (Kawasan Konservasi Laut) dapat menciptakan Laut Sehat dan Masyarakat Berdaya ?

Kalau sobat Pembela Lautan ingat Hukum adat Sasi di Maluku atau ingat Sistem Buka Tutup Gurita di Pulau Langkai & Lanjukang di Sulawesi Selatan, maka kebijakan ini memiliki tujuan dari niat yang sama.

Pasti Pembela Laut juga pernah bertanya-tanya “Apakah karang ini masih hidup besok kalau ada penangkapan ikan dengan bom disini?” atau pertanyaan sederhana seperti  “Apakah ikan ini masih dapat berkembang biak besok dan tidak punah jika terus ditangkap?”

Oleh karena itu, Kawasan Konservasi Laut hadir untuk menjawabnya dengan (Andaki, 2010) :

Memberi kesempatan beberapa ruang untuk ikan dapat melakukan pemijahan, pengasuhan, mencari makan dan pembesaran yang kemudian terbentuknya prinsip spillover effect. Prinsip ini menciptakan dampak limpahan dari stok ikan yang tumbuh dengan baik di wilayah konservasi mengalir ke luar kawasan konservasi.

Meningkatkan produktifitas perairan secara terukur (tangible) seperti ekonomi maupun tidak terukur (intangible) seperti perbaikan ekologi. Perbaikan ekologi bukan hanya membawa keuntungan bagi biota laut, namun akan mengundang para peneliti dan wisatawan di bidang wisata edukasi yang mana secara tidak langsung menambah pendapatan daerah. Ekologi yang baik membangun kesadaran bagi masyarakat setempat untuk mengubah pola hidupnya agar terciptanya lingkungannya tetap asri.

Tidak bermaksud melarang dan menghentikan penangkapan dan kegiatan pemanfaatan lainnya tetapi hanya semata-mata ingin membantu biota laut untuk berkembang biak atau menjalankan siklus hidupnya hingga mampu memenuhi kebutuhan manusia secara berkala. Bijak sekali Bukan.

Hal ini dibuktikan juga oleh penelitian internasional yang dilakukan oleh Chirico et al.,2017  yang mendapatkan adanya peningkatan densitas, ukuran dan biomassa ikan berdasarkan rentan waktu perlindungan ikan dan habitat ikan dengan adanya MPAs di Perairan Kenya. Begitu juga yang dirasakan secara nasional oleh para stakeholder secara umum didaerah kawasan konservasi perairan Pulau Weh bagian Timur terhadap adanya peningkatan jumlah wisatawan dan rata-rata jumlah tangkapan ikan target sebesar 18,8% kilogram/trip  dari tahun 2008 ke tahun 2013 . Bukan hanya itu, yang terpentingnya lagi kondisi ekologi atau rumah ikan berubah kearah yang lebih sehat diwilayah kawasan konservasi berjumlah 13% dari tahun 2011 ke tahun 2013 dan memiliki perbedaan 22% dengan kawasan di luar konservasi (Hastuty et al., 2015).

Walau demikian studi kasus yang tepat oleh pemerintah juga masih sangat diperlukan terhadap penetapan aturan pembagian wilayah sesuai nilai adat setempat. Seringkali juga ada ketimpangan dan kesenjangan antara implementasi bagi pelaku usaha perikanan dan wisata dalam menjalankan aktifitasnya dalam Kawasan Konservasi Laut yang juga dapat menimbulkan konflik sosial (Chirico et al.,2017).  Banyak terjadi kasus seperti masih kurangnya sosialisasi dan banyaknya aktifitas menyelam ataupun menangkap ikan di wilayah yang tidak seharusnya diperbolehkan.

Ngomong-ngomong soal menyelam aktifitas menyelam juga dapat menggangu keberlangsungan hidup biota laut bahkan merusaknya, karena gelembung ditimbulkan, bouyancy yang belum stabil dan cahaya dari kamera.

Sehingga perlunya peningkatan pengawasan dari jaringan sosial serta komunikasi dari berbagai kalangan demi kelancaran kebijakan ini. Dan memang benar kebijakan ini masih penuh pro dan kontra dari berbagai kalangan. Tapi besar harapan dalam hal ini pemerintah bisa melihat kembali tujuan utamanya sehingga dapat dengan adil menerapkan dan mengawasi kebijakan sebaik-baik mungkin (Giakoumi, 2018). Dan bagi mereka yang telah mengatahui kebijakan ini dapat mematuhinya dengan kesadaran penuh bahwa ini adalah tanggung jawab bersama.

Akhirnya kalau kata Mahatma Gandhi “Bumi ini cukup untuk 7 generasi, namun tidak akan pernah cukup untuk 7 orang serakah”.***

Sumber  Regulasi:

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31/PERMEN-KP/2020 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 32/PERMEN-KP/2020 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi

Sumber Jurnal:

Andaki Jardie Androkles. 2010. Marine Protect Area (MPA) sebagai Strategi Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan. Indonesian Journal of Agricultural Enonomics. Vol.2. No.1

Chirico AAD, McClanahan TR, Eklof JS. 2017. Community- and government-managed marine protected areas increase fish size, biomass and potential value. PLoS ONE 12(8): e0182342. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0182342

Giakoumi S, McGowan J, Mills M, Beger M, Bustamante RH, Charles A, Christie P, Fox M, Garcia-Borboroglu P, Gelcich S, Guidetti P, Mackelworth P, Maina JM, McCook L, Micheli F, Morgan LE, Mumby PJ, Reyes LM, White A, Grorud-Colvert K and Possingham HP. 2018. Revisiting “Success” and “Failure” of Marine Protected Areas: A Conservation Scientist Perspective. Front. Mar. Sci. 5:223. doi: 10.3389/fmars.2018.00223.

Riany Hastuty, Luky Adrianto, dan Yonvitner. 2015. Kajian Manfaat Kawasan Konservasi bagi Perikanan yang Berkelanjutan di Pesisir Timur Pulau Weh. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1.

Artikel Terkait

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan