Laut Taliabu Darurat Terumbu Karang

Kabupaten Pulau Taliabu yang merupakan kabupaten berbasis kepulauan tentunya memiliki berbagai macam potensi kelautan dan perikanan yang luar bisa salah satunya adalah keberagaman terumbu karang yang luar biasa di perairan Pulau Taliabu.

Terumbu karang  adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel.

Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi. Habitat Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.

Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. 

Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

terumbu karang
Terumbu karang perairan dangkal. / Foto: Paul Hilton / Greenpeace

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah: sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, batu karang, pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya, serta penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung didalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.

Keberagaman terumbu karang di perairan Pulau Taliabu kini dalam ancaman kerusakan yang luar biasa karena ulah manusia.

Menurut Glenn dari Seho Dive “kerusakan terumbu karang di Perairan Taliabu ada di beberapa lokasi yaitu Desa Lede, Nggele, Pulau Samada Kecil, Pulau Selong, Kabihu, Pulau Tengah, Reef Gela, Batu tiga dan di Peraorang keramat. Dimana setiap desa memiliki kondisi kerusakan terumbu karang sekitar 30-40%.

Kerusakan tersebut disebabkan beberapa faktor seperti penggunaan bom serta bius ikan, dan yang terparah adalah penambangan terumbu karang untuk bahan bagunan rumah/proyek. Dimana pengumpulan batu karang terebut marak terjadi di Desa Jorjoga, Lede, Nggele, Limbo, dan Pancoran.

Di desa Lede misalnya batu karang yang diambil oleh warga untuk bahan bangunan dapat dijumpai disepanjang pantai yang ditumpuk perkubik, dan kadang dijual dengan harga mulai dari 200 ribu 250 ribu rupiah.

Dikutip dari Haliyora.id pada 11 Februari 2023 lalu, sangat miris jalan utama lintas Pulau Taliabu yang dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pulau Taliabu menggunakan batu karang sebagai bahan material kontruksinya.

Melihat fakta bahwa maraknya eksploitasi terumbu karang di perairan Kabupaten Pulau Taliabu yang terus berlanjut menjadi ancaman serius terhadap terumbu karang dan dapat berdampak kembali pada manusia.

Dinas Kelautan dan Perikanan selaku perwakilan pemerintah, polairud, harusnya memberikan pengawasan terhadap ekploitasi yang terus berlanjut ini serta memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya menjaga ekosistem terumbu karang guna keberlangsungan lestarinya laut Taliabu.***

Baca juga: PR Besar Menyongsong Merdeka Laut 2025

Editor: J. F. Sofyan

Referensi:

https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/4332-terumbu-karang

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan