Lima Genus Makrobentos Bioindikator Ekosistem Terumbu Karang

Sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan. Luas lautan yang mendominasi negara kepulauan ini membuat sekitar 22% masyarakat Indonesia mendiami wilayah pesisir (Jamal, 2019). Bukan sekedar lautan, namun ternyata Indonesia juga menjadi negara yang lautnya termasuk “the coral triange“.

Ekosistem Terumbu Karang Indonesia
Gambar 1. Ekosistem terumbu karang Indonesia./Source: XPDC 17 FDC-IPB

Hal tersebut semakin memperjelas tentang seberapa besar potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia. Jasa ekosistem terumbu karang dapat dirasakan dengan lebih optimal jika pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya dilakukan dengan baik dan benar.

Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem pesisir dengan produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji kualitas ekosistem tersebut secara berkala guna mendukung kelestarian ekosistem terumbu karang.

Ikan Karang
Gambar 2. Biota asosiasi kelompok ikan indikator./Source: XPDC 17 FDC-IPB

Kualitas terumbu karang dapat dilihat dengan berbagai metode. Metode yang sering digunakan yaitu pemantauan stuktur komunitas biota asosiasi di ekosistem tersebut. Biota asosiasi terumbu karang seperti ikan karang dan makrobentos.

Makrobentos di ekosistem terumbu karang sebenarnya memiliki beberapa peranan. Beberapa memiliki nilai jual disebut biota ekonomis penting, sementara yang lain dapat menjadi bioindikator.

Bioindikator yang dikaji berperan sebagai parameter kualitas ekosistem terumbu karang. Keberadaan bioindikator tidak selalu mengindikasikan kualitas ekosistem yang baik. Terdapat spesies yang keberadaannya menunjukkan ekosistem yang sehat, sementara beberapa lainnya menandakan ekosistem yang kurang sehat.

Berikut akan disajikan beberapa contoh genus makrobentos bioindikator serta penjelasan lebih lanjut mengenai peran ekologis di perairan.

  1. Spirobranchus
Spirobranchus giganteus
Gambar 3. Spesies Spirobranchus giganteus. /Source: FDC-IPB

Spirobrachus atau cacing pohon natal merupakan genus makrobentos dari filum Annelida kelas Polychaeta. Cacing ini hidup meliang di karang dan memiliki peran bioindikator yang mungkin berbeda pada setiap spesies.

Spirobranchus giganteus merupakan contoh spesies bioindikator potensial yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mitigasi dampak dari coral bleaching skala besar (Petrocelly dan Gabriella 2023). Secara lebih jelas, hal tersebut dikarenakan cacing ini umumnya memilih habitat berupa karang-karang yang mengalami kematian akibat bleaching atau pemutihan.

Walaupun demikian, beberapa spesies cacing ini dapat menurunkan kesehatan karang-karang Acropora jika populasinya terlalu berlebihan (Afkar et al. 2024).

  1. Panulirus
Panulirus ornatus
Gambar 4. Spesies Panulirus ornatus./Source: XPDC 17 FDC-IPB

Panulirus merupakan genus makrobentos dari filum Arthropoda kelas Malacostraca. Genus lobster ini hidup di laut dan memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran.

Selain nilai ekonomis, ternyata genus Panulirus mimiliki peran ekologis sebagai makrobentos bioindikator perairan. Biota satu ini dapat dijadikan salah satu parameter untuk mengetahui tingkat antropogenik terhadap ekosistem di suatu wilayah (Giraldes et al. 2021).

Semakin banyak ditemukannya lobster di suatu perairan, maka dapat dikatakan bahwa perairan tersebut belum tercemar aktivitas manusia terutama akibat overfishing. Contoh spesies genus ini seperti Panulirus ornatus dan Panulirus versicolor.

  1. Polycarpa
Gambar 5. Spesies Polycarpa aurata. /Source: XPDC 17 FDC-IPB

Polycarpa merupakan genus makrobentos dari filum Chordata kelas Ascidiacea. Genus ini menjadi bioindikator ekosistem terumbu karang dengan kondisi yang kurang baik.

Sebagai contoh Polycarpa aurata ditemukan mendominasi ekosistem terumbu karang dengan presentase tutupan karang didominasi oleh karang mati yang ditutupi oleh alga (Syahrul et al. 2022).

Tunikata ini memilih ekosistem dengan kondisi tersebut karena di sana banyak terkandung nutrien di air yang menjadi makanannya.

  1. Acanthaster
Acanthaster planci
Gambar 6. Spesies Acanthaster planci. /Source: FDC-IPB

Acanthaster merupakan genus makrobentos dari filum Echinodermata kelas Asteroidea. Salah satu spesies genus ini yaitu Acanthaster planci atau bintang laut mahkota yang merupakan bioindikator ekosistem terumbu karang.

Perubahan kualitas air di suatu perairan dapat memicu stress biota termasuk spesies ini yang dapat menyebabkan ledakan populasi (Kurniawan et al. 2023). Kondisi tidak baik dapat meningkatkan reproduksi spesies secara tidak terkendali.

Hal tersebut dapat memberikan dampak yang buruk pada keseimbangan ekosistem terumbu karang. Terlebih predator alami biota satu ini sudah cukup jarang ditemukan di perairan. Spesies Charonia tritonis atau triton trompet merupakan pemangsa alami bintang laut mahkota, namun perkembangan populasinya terkadang tidak dapat mengimbangi populasi mangsanya.

  1. Drupella
Drupella rugosa
Gambar 7. Spesies Drupella rugosa. /Source: FDC-IPB

Drupella merupakan genus makrobentos dari filum Mollusca kelas Gastropoda.  Salah satu spesies genus ini yaitu Drupella rugosa yang merupakan bioindikator ekosistem terumbu karang.

Biota ini dijuluki sebagai siput laut perusak karang. Gigi radula pada siput ini berfungsi untuk memakan polip-polip karang.

Kegiatan-kegiatan manusia seperti penangkapan ikan berlebih dapat meningkatkan risiko menurunnya predator alami siput ini. Hal tersebut yang pada skala tertentu dapat menyebabkan ledakan populasi D. rugosa.

Ledakan populasi spesies ini dapat meningkatkan risiko kerusakan terumbu karang (Kurniawan et al. 2023). Hal tersebut menjadi indikasi awal dari penurunan tutupan karang sehat di suatu ekosistem.

Keberadaan biota asosiasi memiliki peran yang penting. Kajian lebih lanjut dapat terus dilakukan sebagai salah satu bentuk pelestarian dan upaya menjaga ekosistem pesisir termasuk terumbu karang.

Ekosistem yang sehat menandakan lingkungan yang baik. Hal tersebut berarti jasa ekosistem dapat dirasakan lebih optimal. Sebaliknya, jika ekosistem yang produktif seperti terumbu karang rusak, maka bayangkan betapa besar kerugian yang dapat terjadi. Jasa ekosistem yang seharusnya memperkaya malah disia-siakan dan hilang nilai gunanya.

Oleh karena itu, marilah bersama-sama menjaga ekosistem. Sebagai contoh peran akademisi yaitu mempelajari lebih dalam mengenai potensi yang tersimpan di ekosistem terkhususnya terumbu karang.***

Baca juga: Mirip tapi Tak Sama, Dugong dan Manatee

Sumber:

Adiwijaya C, Bengen DG, Zamani NP. 2021. Coral reefs substrate composition influence on nudibranch diversity. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Vol:771.

Afkar, Barus TA, John AH, Sarong MA. 2024. Chrismas tree worm Spirobranchus spp. (annelida: serpulidae) as indicators of coral health at Weh Island, Ache Province, Indonesia. 25(4):1743-1753.

Jamal F. 2019. Peran pemerintah dalam pengelolaan wilayah pesisir. Jurnal Hukum. 2(1):464-478.

Kurniawan D, Putra RD, Siringoringo RM, Sari NW, Abrar M, Jumsurizal J, Febrianto T, Hasnarika H. 2023. Conditions of megabenthos on coral reef ecosystem in Seribu Island National Park, Jakarta, Indonesia. BIO Web of Conference. 70. Doi:10.1051/bioconf/20237003016.

Petrocelly G. 2023. The christmas tree worm (Spirobranchus giganteus) as a potential bioindicator of coral reef health. Berkeley Scientific Journal. 27(1). doi:10.5070/bs327161289.

Syahrul M, Rani C, Amri K. 2022. Linkages between coral reef conditions with the distribution and diversity of megabenthic fauna in the waters of Barranglompo Island, Makassar City. Jurnal Ilmu Kelautan. 8(2):8-18.

Welter Giraldes B, Alves Coelho P, Alves Coelho Filho P, Macedo TP, Santarosa Freire A. 2021. The ghost of the past anthropogenic impact: Reef-decapods as bioindicators of threatened marine ecosystems. Ecol Indic. 133. doi:10.1016/j.ecolind.2021.108465.

Artikel Terkait

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan