Mikroba si Penjaga Bahari

Terbentang dari sabang sampai merauke, dari miangas sampai pulau rote ditempati sekitar 3.273.810 km² lautan. Dari luar laut, terlihat jelas bagaimana laut Indonesia memiliki daya pesona menggoda penggiat wisata bahari maupun setiap orang yang melihatnya.

Menilik lebih dalam ke bagian bawah permukaan laut, daya pesonanya semakin menjadi-jadi, keanekaragaman flora, fauna, dan biota bawah laut menjadi kekayaan tersendiri bagi laut Indonesia. Namun, siapa sangka keindahan tersebut harus hancur seketika karena kesalahan manusia salah satunya kasus tumpahan minyak.

Salah satu kasus tumpahan minyak yang berdampak besar bagi kehidupan laut yakni tumpahan minyak Laut Jawa 2019 yang merupakan sebuah peristiwa tumpahan minyak di lepas pantai Laut Jawa, Indonesia. Peristiwa tersebut disebabkan oleh munculnya gelembung gas saat pengeboran sumur YYA-1 di Blok ONWJ (Offshore North West Java) milik Pertamina Hulu Energi ONWJ (PHE ONWJ).

Dead fish after the pound was contaminated by crude oil that was spilled from state energy giant Pertamina’s Offshore North West Java (ONWJ) block that has been polluting the sea for more three weeks at Cemara Jaya beach, in Karawang, West Java.

Tumpahan minyak tersebut tidak hanya berdampak  pada kehidupan bawah laut saja, tetapi juga bagi kehidapan sekitar laut. Tumpahan minyak Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di perairan laut Karawang mengakibatkan ekosistem mangrove rusak dan mati.

Diprediksi 77.713 mangrove dengan luasan area sekitar 140 hektare terdampak oli spill di pesisir pantai Karawang. Hasil survei Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP sejak akhir bulan Juli memastikan sedikitnya 1.636,25 hektare tambak udang, bandeng, rumput laut, dan garam di delapan desa di Karawang terkena dampak insiden ini.

Sebagian petambak mengalami gagal panen. Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, ada sembilan desa yang dekat tumpahan minyak, yakni, Desa Camara, Kecamatan Cibuaya; Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes; Desa Petok Mati, Kecamatan Cilebar.

Kemudian, Desa Sedari, Kecamatan Pusaka Jaya; Pantai Pakis, Kecamatan Batu Jaya; Desa Cimalaya; Pasir Putih, Kecamatan Cikalong; Ciparage, Kecamatan Tempuran dan Tambak Sumur, Kecamatan Tirtajaya.

Ngeri, Ini 5 Dampak dari Tumpahan Minyak di Laut bagi Lingkungan

(Tumpahan minyak di laut)

Kasus tumpahan minyak merupakan kasus genting dan bukan merupakan hal sepele karena berkaitan langsung dengan potensi laut Indonesia. Namun, semakin berkembangnya ilmu pengetahuan kasus-kasus serupa tumpahan minyak jarang terdengar di telinga kita.

Untuk mengatasi tumpahan minyak mentah, telah ditempuh banyak metode, baik metode fisika, kimia, maupun bioremediasi. Menurut Honzumi (2000) Metode fisika memiliki beberapa kelemahan seperti banyaknya tenaga manusia yang dibutuhkan untuk membuang minyak secara manual, pembakaran polutan yang menyebabkan polusi udara, atau matinya tumbuh-tumbuhan pesisir akibat aktivitas pengumpulan minyak.

Hal serupa juga terjadi pada metode kimia. Bahkan menurut  Wrabel (2000) metode kimia yang digunakan untuk menanggulangi tumpahan minyak sering kali jauh lebih beracun daripada minyak itu sendiri. Metode yang paling tepat digunakan saat ini untuk mengatasi tumpahan minyak mentah di laut adalah teknik bioremediasi.

Bioremediasi Butuh Sinkronisasi Antar-Otoritas – Cendana News(Teknik Bioemediasi)

Tujuan akhir bioremediasi adalah memineralisasi kontaminan, yaitu mengubah senyawa kimia berbahaya menjadi kurang berbahaya seperti karbon dioksida atau beberapa gas lain,senyawa anorganik, air, dan materi yang dibutuhkan oleh mikroba pendegradasi.

Metode bioremediasi merupakan cara penanggulangan tumpahan minyak yang paling aman bagi lingkungan serta bisa dipadukan dengan metode fisika maupun kimia. Menurut Venosa (2003) ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam bioremediasi tumpahan minyak:

(1) bioaugmentasi, di mana mikroorganisme pengurai ditambahkan untuk melengkapi populasi mikroba yang telah ada, dan

(2) biostimulasi, dimana pertumbuhan pengurai hidrokarbo asli dirangsang dengan cara menambahkan nutrien dan/atau mengubah habitat.

Peran mikroba sangat di perlukan dalam proses ini, dalam makna tersirat mikroba merupakan penjaga laut Indonesia dari tumpahan  minyak mentah, tanpa adanya mikroba tersebut mungkin saja pencemaran akibat tumpahan minyak mentah sudah sangat parah mengkontaminasi perairan Indonesia.

Di lain sisi, perusahaan harus lebih hati-hati dalam meminimalisir kejadian tumpahan minyak ini. Tak hanya di lautan, minyak juga sering memasuki wilayah padat penduduk dan wilayah konservasi. Dampak yang dirasakan bukan hanya dari segi ekologis, tapi juga dampak sosial dan finansial .

Oleh karena itu, guys sobat laut Indonesia, mau kalah sama organisme sekecil mikroba? Come on guys jaga laut bareng-bareng kuy, buktikan kalau kita mampu menjaga pesona dalam dan luar bahar Indonesia. Mikroba aja bisa, kita harus lebih bisa dong guys. Salam laut sehat!!!

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan