Terumbu Karang Kesakitan: Krisis Iklim Menjadi Salah Satu Faktor Kritisnya Ekosistem Laut
Laut menjadi tempat yang paling indah dan nyaman, deru ombaknya yang berisik tapi menenangkan. Laut biru yang indah juga sejuk membuat mata yang memandang menjadi takjub bahkan senja dan matahari pagi di pantai menjadi suatu hal yang wajib karena rasa nyaman dalam hati yang kita dapat.
Tetapi tanpa disadari, laut kini sedang mengalami masa kritis, maraknya overfishinig, adanya pengasaman laut, degradasi keanekaragaman hayati yang ada dilaut. Perubahan iklim pun juga menjadi salah satu faktor penyebab kritisnya kondisi laut.
Sebelum kita bahas, kira kira apa ya yang dimaksud dengan perubahan iklim? Perubahan iklim adalah berubahnya suhu dan juga pola cuaca yang terjadi dalam jangka panjang, ini adalah sesuatu yang terjadi karena sebuah faktor yang bersifat alami.
Tapi ternyata perubahan iklim juga dapat disebabkan oleh aktivitas dari manusia itu sendiri diantaranya adalah pembakaran bahan bakar fosil yang akhirnya menghasilakn gas yang memerangkap panas.
Perubahan tersebut mengakibatkan perubahan rantai ekosistem laut, bergesernya musim ikan, serta menyebabkan perubahan fishing ground ikan tertentu, tulis Aris.
Dilansir dari kajian Bappenas (2021) terkait dengan Coastal Vulnerabilitiy Index (CVI) yang mengklasifikasikan tingkat kerentanan berdasarkan degan parameter fisik dan juga oseanografi yang menunjukkan bahwasanya panjang garis pantai terdampak dengan kategori CVI tertinggi sepanjang 1819 indeks.
USAID (2016) mengatakan dalam kajianya bahwasanya kenaikan air laut dapat menenggelamkan sedikitnya 2.000 pulau kecil pada tahun 2050 yang akan datang, sehingga dapat menyebabkan 42 juta penduduk yang ada di pulau tersebut terancam kehilangan tempat tinggal mereka.
Dikutip dari data BPS (2020) 42 juta penduduk memiliki tempat tinggal yang berjarak kurang dari 10 meter dari laut, masalah ini pun menjadi polemik bagi para penduduk. Dalam pernyataan Dahuri (2006) yang berisikan bahwasanya 75% kota kota besar yang ada di Indonesia berada di wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap reisko perubahaan iklim tersebut.
Dampak dari perubahan iklim atau bisa disebut fenomena pemanasan global ini menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan laut sehingga menyebabkan banjir disekitar pesisir.
Dilansir dari Aris Subagiyo, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, dalam Catatan Peringatan Hari Bumi, 22 April 2017: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA KAWASAN PESISIR DAN LAUT, perubahan iklim pada wilayah pesisir menyebabkan perubahan salinitas, atau perubahan cuaca ekstrem sehingga dapat memengaruhi tingginya gelombang, meningkatnya kecepatan arus, hingga meningkatnya intensitas badai yang ada di laut.
Erosi yang juga terjadi kaena perubahan iklim pun berpotensi menjadi penyebab rusaknya mangrove, ladang-ladang garam, serta tambak ikan yang ada.
Nelayan pun juga dapat merasakan langsung dampak dari perubahan iklim ini, mulai dari turunya hasil tangkapan ikan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah kemiskinan karena menglami kerugian yang terus meningkat.
Tidak pastinya kondisi cuaca membuat para nelayan berpikir keras akan risikonya juga sehingga menyebabkan nelayan mulai kehilangan mata pencaharian. Selain itu, erosi dan banjir tersebut dapat berdampak pada turunya produktivitas penduduk pesisir yang mengakibatkan ekonomi penduduk pesisir menurun.
Terumbu karang menjadi salah satu ekosistem laut yang penting, ekosistem terumbu karang adalah tempat berlindungnya ikan-ikan dan hewan yang ada di lautan. Selain itu terumbu karang juga bisa menjadi persediaan makanan bahkan obat-obatan untuk masa kini dan juga masa mendatang.
Fungsi lainya diantaranya adalah menahan ombak yang mungkin bisa saja membantu meminimalisir terjadinya erosi dan banjir disekitar pesisir, tidak heran terumbu karang menjadi salah satu ekosistem laut yang penting.
Perubahan iklim ini juga berdampak pada terumbu karang, yang menyebabkan guncangan atau tidak seimbangnya ekosistem laut saat ini. Perubahan suhu dan keasaman air laut membuat karang yang ada di laut mengalami pemutihan sehingga lama-kelamaan mengalami kerusakaan bahkan hilang.
Rusaknya terumbu karang tersebut juga berdampak pada keseimbangan flora dan fauna yang menyebabkan flora dan fauna akan mati.
Kita dapat menanggulangi rusaknya salah satu ekosistem terumbu karang yang rusak karena perubahan iklim atau global warming dengan cara edukasi dan partisipasi dari wisatawan terhadap kegiatan pelestarian terumbu karang untuk meningkatkan populasi ekosistem terumbu karang ini, meningkatkan jumlah ikan-ikan karang, sosialisasi yang dilakukan kepada orang dewasa dan anak anak yang dilakukan penduduk pesisir maupun instansi atau pemerintah perihal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam perairan laut apalagi yang memang dapat mengganggu ekosistem laut.
Pengenalan terumbu karang sejak dini juga menjadi permulaan yang penting, meningkatkan kompetensi dalam ekosistem terumbu karang, melakukan rehablitasi pada karang yang rusak, tentu yang paling penting adalah menyadarkan dan kesadaran diri sendiri dalam menjaga ekosistem perairan laut di Indonesia.***
Baca juga: Peranan Akar Bahar Melalui Lensa Dua Alam: Dunia Pasar dan Dunia Bawah Laut
Editor: J. F. Sofyan
Tanggapan