Laut untuk Kita, Kita untuk Laut
“Mengapa planet Bumi dijuluki ‘Planet Biru’?”
Pernahkah pertanyaan ini terlintas di benak teman-teman ketika duduk di bangku Sekolah Dasar? Saat itu, mungkin kita memiliki imajinasi yang berbeda-beda untuk menjawab pertanyaan di atas. Namun, kini pertanyaan itu sudah terjawab dengan pasti dan penulis akan menjelaskannya di dalam artikel ini. Yuk, kita baca dan pahami bersama!
Warna biru pada planet Bumi sebenarnya dihasilkan dari warna lautan. Lautan merupakan komponen yang mengisi 2/3 bagian dari permukaan Bumi. Saking luasnya, warna dari lautan seolah mendominasi planet Bumi sehingga Bumi terlihat berwarna biru jika diamati dari luar angkasa.
Selain menjadi ‘pewarna’ bagi Bumi, lautan yang amat luas ini juga memiliki banyak peran penting bagi berlangsungnya kehidupan di planet Bumi. Lautan menjadi rumah bagi ribuan biota laut dari beraneka ragam spesies.
Lautan juga menjadi penyedia sumber makanan bagi makhluk hidup yang tinggal di darat. Biota laut seperti ikan sangat baik dan bermanfaat untuk dikonsumsi. Gerakan mengonsumsi ikan bahkan digalakkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia, melalui program GEMARIKAN (Gerakan Makan Ikan) untuk memenuhi kebutuhan protein harian penduduk dan meningkatkan kecerdasan anak bangsa.
Lautan tidak hanya bermanfaat bagi makhluk hidup di planet Bumi, tetapi juga untuk planet Bumi sendiri. Tahukah teman-teman? Riset menyatakan bahwa penyumbang oksigen terbesar ialah lautan.
Oksigen ini dihasilkan dari tumbuhan laut yang bernama fitoplankton, organisme mikroskopis yang dapat melakukan proses fotosintesis seperti tumbuhan di darat. Fitoplankton memperoleh energi melalui proses fotosintesis, menyerap karbondioksida di atmosfer, kemudian mengubahnya menjadi oksigen.
Berdasarkan penelitian dari Pusat Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), fitoplankton mampu menghasilkan lebih banyak oksigen dibanding pohon dan tumbuhan lainnya. Fitoplankton dapat menyuplai hingga 80% kebutuhan oksigen di muka bumi ini.
Fitoplankton dan mikroorganisme laut lainnya juga memainkan peran penting dalam mencegah perubahan iklim. Proses fotosintesis dari fitoplankton sangat efisien dalam penyerapan karbon sehingga mengurangi jumlah karbon di lapisan atmosfer. Organisme mikroskopis bernama Alga haptophytic juga mampu mereduksi setengah dari karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, serta menghasilkan senyawa sekunder yang membantu hamburan cahaya dan pendinginan.
Perlu diingat bahwa selain memproteksi planet Bumi dan menyediakan kebutuhan bagi makhluk hidup di dalamnya, satu hal yang menjadi poin plus dari laut adalah potensinya yang kaya dan beragam. Berbagai negara maritim seperti Indonesia memanfaatkan laut untuk kegiatan pariwisata, transportasi, industri, hingga mata pencaharian penduduk.
Potensi laut yang tinggi ini tentu membawa keuntungan bagi manusia. Namun, bukan berarti laut juga merasakan hal yang sama. Potensi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di dalamnya justru membawa petaka bagi laut itu sendiri.
Semakin meningkat kebutuhan manusia akan laut, maka akan semakin gencar mereka dalam menggali lebih dalam bahkan tak segan untuk mengeksploitasi lautan. Beberapa contohnya adalah aktivitas pertambangan dan industri yang kerap mencemari lautan dengan limbah berbahayanya, kemudian wisata bawah laut yang terkadang menimbulkan kerusakan terumbu karang karena ulah wisatawan tak bertanggung jawab. Kegiatan penduduk seperti penangkapan ikan oleh nelayan yang menggunakan alat-alat tertentu juga dapat menjadi penyebab kerusakan ekosistem laut.
Masalah seperti ini tidak bisa dianggap sepele karena kerusakan lautan akan berakibat fatal bagi kehidupan makhluk hidup di bumi termasuk kehidupan manusia. Sejuta manfaat dan keindahan laut dapat sirna begitu saja hanya karena ulah manusia yang tamak dan egois. Kita sebagai generasi muda harus turut ambil peran dalam gerakan pelestarian lautan.
Beberapa upaya preventif yang dapat kita lakukan adalah:
1. Mengurangi penggunaan produk berbahan dasar plastik sekali pakai. Sampah plastik merupakan polusi yang membutuhkan waktu jutaan tahun untuk terurai, sehingga dapat merusak ekosistem laut dan berbahaya bagi biota laut. Sebagai gantinya, kita dapat memilih produk ramah lingkungan yang bisa dipakai berulang kali.
2. Menghemat energi. Penggunaan bahan bakar fosil berdampak buruk bagi lautan. Bahan bakar fosil yang berlebih dapat menyebabkan hujan asam yang merusak ekosistem laut sekaligus menjadi polusi yang mencemari perairan.
3. Menjaga kelestarian biota laut. Kita tidak boleh sembarang memancing hewan laut, ada beberapa hewan laut yang harus dilindungi dan dibiarkan hidup di habitatnya. Pemerintah juga melarang nelayan untuk menangkap ikan menggunakan pukat harimau karena dinilai bisa menjaring ikan dalam jumlah sangat banyak banyak dan dapat menjadi penyebab kepunahan ikan.
4. Menjaga kelestarian habitat biota laut. Layaknya manusia, hewan laut juga membutuhkan rumah yang nyaman untuk hidup. Di bawah lautan sana, banyak terumbu karang yang menjadi habitat bagi hewan laut. Kita harus menjaga habitat mereka dengan tidak membuang bahan-bahan berbahaya seperti zat kimia atau bahan peledak yang dapat menghancurkan habitat hewan laut.
5. Mengampanyekan pelestarian laut untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat. Langkah kecil seperti menyuarakan persuasi kepada orang-orang sekitar untuk ikut melakukan pencegahan juga merupakan salah satu upaya menjaga lautan.
Teman-teman sekalian, itulah beberapa upaya sederhana yang dapat kita lakukan untuk menjaga kelestarian lautan. Kita sebagai manusia perlu menyadari betapa bergantungnya kita pada lautan. Maka dari itu, kita pula yang wajib memegang kendali atas kelestarian dan kesehatan lautan.
Tanpa lautan yang sehat, tak akan ada hewan laut yang lezat dan bermanfaat. Tanpa lautan yang sehat, tak akan ada keelokan alam bahari yang mempesona. Tanpa lautan yang sehat, tak akan tercipta masyarakat yang berdaya.
Mari sama-sama kita jaga laut Indonesia dan manfaatkan potensi maritimnya dengan bijak untuk keberdayaan bersama!***
Baca juga: Laut Sehat, Masyarakat Berdaya: Berdaya dengan Berdata Lebih Baik
Sumber foto: https://media.greenpeace.org
Tanggapan