Kok, Masih Ada yang Buang Sampah Sembarangan di 2024?

Kaget gak, sih, kalau di 2024 masih ada yang buang sampah plastik sembarangan? Apalagi dilakukan dengan sadar di tempat yang mereka nikmati sendiri. Jujur, penulis kaget, dan menimbulkan pertanyaan besar, “kok, bisa?”.

Libur panjang lebaran kemarin, tepatnya 13-14 April 2024, penulis (Peter – Pelacak Alam) menghabiskan waktu untuk melancong ke Kepulauan Seribu dengan mengikuti Open Trip ke Pulau Harapan dan mengunjungi beberapa pulau lain di sekitarnya yakni Pulau Bulat, Pulau Bira, Pulau Dolphin dan Pulau Gosong.

Aktivitas yang dilakukan meliputi snorkeling, menjelajahi pulau, dan menikmati beberapa watersport yang tersedia.

Tumpukan sampah yang menumpuk di salah satu sudut Pulau Harapan
Tumpukan sampah yang menumpuk di salah satu sudut Pulau Harapan. / Foto: Peter Pelacak Alam

Di tengah keindahan alam yang memukau, satu hal yang selalu menarik perhatian penulis adalah banyaknya sampah non-organik yang terhampar di bibir pantai.

Sampah-sampah tersebut terdiri dari berbagai jenis, beberapa di antaranya adalah kantong plastik, botol plastik, dan sterofoam bekas packaging makanan. Sayang banget, pulau yang sangat indah, sebuah harta bagi Jakarta tapi tidak luput dari sampah yang menghiasi setiap bibir pantai pulaunya.

Awalnya, penulis berpikir mungkin sampah-sampah ini merupkan sampah kiriman yang sudah lama berada di laut dan belum sepenuhnya terurai, tapi kenyataan di lapangan tidak demikian. Sampah-sampah tersebut adalah sampah baru dari wisatawan yang berkunjung yang secara dengan sadar membuang sampah di lautnya.

Memang, di sana (Pulau Harapan) ada petugas kebersihan yang pagi harinya mengambil sampah di laut, tapi ini bukan hanya tanggung jawab mereka tapi tanggung jawab kita semua. Miris jika masih ada yang masih bilang “pemerintah ngapain aja”’.

Sampah organik dan non organik yang tersebar di sekitar bibir pantai di Pulau Dolphin
Sampah organik dan non-organik yang tersebar di sekitar bibir pantai di Pulau Dolphin. / Foto: Peter Pelacak Alam

Sudah bukan rahasia lagi jika sampah plastik yang terdampar di laut memerlukan waktu yang sangat lama untuk terurai.

Mengutip artikel World Economic Forum yang berjudul This is how long everyday plastic items last in the ocean, sampah kantong plastik membutuhkan waktu 20 tahun, sterofoam sekitar 50 tahun dan sampah botol plastik membutuhkan waktu hingga 450 tahun untuk terurai. Itu pun tidak sepenuhnya terurai, melinkan berubah bentuk menjadi mikroplastik yang akhirnya berakhir di perut ikan yang kita makan.

Sampah plastik memberikan dampak negatif yang besar bagi alam dan kehidupannya terutama di laut. Kerusakan ekosistem terumbu karang akibat sampah plastik yang tersangkut di terumbu karang yang menyebabkan kerusakan secara fisik dan kimiawi.

Hewan hewan di laut yang kini banyak ditemukan berdampingan dengan sampah plastik yang artinya beberapa di antara mereka secara langsung memakan sampah plastik tersebut hingga menyebabkan kematian, serta sudah banyak studi yang menunjukan ditemukannya mikroplastik di dalam perut ikan yang kita makan. Bahkan, pengamat memperkirakan di tahun 2050 akan ada lebih banyak sampah plastik dibandingkan ikan di laut (berdasarkan ukuran berat).

Petugas kebersihan di Pulau Harapan sedang membersihkan sampah di laut. / Foto: Peter Pelacak Alam

Isu mengenai sampah plastik sebenarnya bukan lagi isu yang baru-baru ini beredar. Bahkan sejak Sekolah Dasar kita sudah diajari tentang “Kebersihan Sebagian dari Iman”, belajar untuk tidak membuang sampah sembarangan, memisahkan sampah organik dan anorganik, hingga belajar untuk mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah. Jadi kemana ilmu yang sudah dipelajari itu? Penulis menyimpulkan bahwa kita tidak lagi kekurangan literasi, tapi sudah kekurangan nurani.

Sampah plastik di Indonesia sendiri sudah sejak lama menjadi penyebab banyak masalah lingkungan seperti banjir dan penumpukan sampah di laut dan bibir pantai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Science Advance tahun 2021 dan mengutip artikel PlasticBank.com World’s Top 10 Ocean plastic Contributors for an Excellent Environmental Sustainability Indonesia meraih peringkat ke 5 dunia untuk penyumbang sampah plastik di laut dan negara penghasil sampah plastik terbanyak. Sebuah prestasi yang tidak sepantasnya kita dapatkan. 

Jadi, sebagai masyarakat yang masih sadar? Apa yang bisa kita lakukan? Jawabannya sangat mendasar dan sederhana. Beberapa yang bisa kamu lakukan, di antaranya:

  1. Tidak membuang sampah sembarangan
  2. Membawa air minum sendiri dengan tumblr dari rumah dan berkesadaran untuk meminimalisir bahkan tidak membeli minuman berkemasan plastik.
  3. Membawa tas belanja sendiri dengan berkesadaran meminimalisir kantong plastik bahkan tidak membeli kantong plastik belanja.
  4. Mengambil dan membuang sampah yang kita lihat kepada tempat semestinya.
  5. Mengedukasi dan saling mengingatkan orang terdekat kita terutama anak-anak untuk sadar lingkungan.***

Baca juga: Selamat Hari Peduli Sampah Nasional, Inilah 10 Brand Pencemar Plastik ke Sungai Bali Tahun 2023

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan