Gaya Hidup Baru di Lingkungan Wisata Bahari, Penggunaan Kemasan Bioplastik dari Jerami Padi

Pemanfaatan kawasan laut menjadi wisata bahari berpotensi sebagai ancaman baru kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat dan tidak luput dari penggunaan plastik.

Alfitri dkk (2020) menyebutkan bahwa plastik merupakan bagian integral dan penting dari masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Material plastik yang mudah dibuat ke dalam berbagai bentuk dan kuat namun ringan, serta tahan air, tahan lama dan murah menjadikannya mengantikan material lain seperti, metal, kaca, kayu, dan karet alam.

Karena itu, plastik dimanfaatkan untuk hampir semua keperluan hidup manusia, seperti untuk kemasan, alat-alat rumah tangga, kegiatan pertanian, bagian dari barang elektronik dan kendaraan bermotor, peralatan medis serta menjadi wadah pedagang dalam menjual barang dagangannya di kawasan wisata bahari.

bioplastik
Sampah di Canggu, Bali Indonesia.

Hal tersebut menyebabkan sampah plastik terhanyut di laut lepas dan membahayakan biota laut di dalamnya. Seperti yang dilansir oleh berita Harian Kompas, (24 Juni 2020), melaporkan penemuan riset adanya mikroplastik dalam usus seekor binatang di suatu pulau yang terpencil yang tidak berpenghuni di Antartika.

Para peneliti dari University of Siena dan University of Dublin tersebut menunjukkan bahwa itu merupakan bukti berbasis lapangan pertama adanya kontaminasi mikroplastik pada hewan Antartika.

Hal ini menjadi penanda bahwa sampah plastik yang berasal dari limbah kegiatan manusia pun telah menjangkau sudut-sudut terpencil di dunia.

Jenis sampah berdasarkan bahan penyusunnya dapat dibedakan menjadi beberapa seperti plastik botol, plastik keras, plastik kemasan, karet, tali, botol kaca, pipet, styrofoam, logam dan lain-lain (Djaguna dkk, 2019).

Secara umum plastik memiliki sifat antara lain densitas yang rendah, isolasi terhadap listrik, mempunyai kekuatan mekanik yang bervariasi, ketahanan terhadap suhu terbatas, ketahanan terhadap bahan kimia bervariasi serta bahan plastik mudah terbakar dan memicu terjadinya kebakaran (Purwaningrum, 2016).

Berdasarkan studi literatur, salah satu penyebab banyaknya sampah plastik yang hanyut di lautan karena rendahnya kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan, ketersediaan di pasar yang dimana plastik dipergunakan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya. Akibatnya, jumlah dari sampah plastik kian meningkat seiring meningkatnya populasi dan aktivitas manusia (Alfitri dkk, 2020).

bioplastik
Plastik di laut

Pemerintah sudah berupaya untuk menghindari ancaman sampah plastik terhanyut ke laut di kawasan wisata bahari dengan menyediakan tempat sampah, mendaur ulang plastik serta tulisan pengarahan agar wisatawan membuang sampah pada tempatnya, namun cara tersebut masih belum efektif dilakukan mengingat bahan plastik merupakan wadah paling umum yang digunakan oleh pedagang dalam berjualan di sekitar tempat wisata (Purwaningrum, 2016).

Oleh karena itu diperlukan solusi preventif untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni memanfaatkan jerami yang merupakan sisa produk akhir dari pengolahan tanaman padi dan belum banyak dimanfaatkan dengan optimal.

Jerami mengandung selulosa yang dapat dimanfaatkan menjadi bioplastik ramah lingkungan karena mudah terurai dan jika termakan oleh biota laut tidak membahayakan. Kandungan selulosa pada jerami padi (Oryza sativa) cukup tinggi. Selulosa merupakan biopolimer alami yang dapat digunakan sebagai bahan bioplastik (Pratiwi dkk, 2016).

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduk merupakan petani dengan komoditas paling banyak ditanam yakni tanaman padi. Sehingga jerami merupakan hal yang sangat lumrah dan mudah ditemukan namun belum banyak dimanfaatkan.

Proses dalam pengambilan selulosa dari jerami dilakukan melalui preparasi bahan meliputi pencucian, pengeringan di bawah sinar matahari langsung, perajangan, penggilingan dan pengayakan menggunakan ayakan mesh 50. Kemudian bahan diuji kandungan selulosa dan ligninnya menggunakan metode chesson. Pembuatan bioplastik dilakukan dengan metode inversi fasa melalui teknik penguapan pelarut (solvent casting).

Kemudian dilakukan karakterisasi bioplastik meliputi analisis gugus fungsi, analisis morfologi, uji ketahanan air dan kuat tarik. Setelah proses uji dilakukan, didapatkan hasil bahwa kandungan selulosa pada jerami dapat dimanfaatkan menjadi bioplastik ramah lingkungan.

Dengan pemanfaatan jerami menjadi bahan utama pembuatan bioplastik ramah lingkungan diharapkan para pedagang di sekitar wisata bahari dapat memanfaatkan bioplastik tersebut sebagai wadah atau kemasan dalam menjual dagangannya. Sehingga keberadaan sampah plastik yang tidak mudah terurai dapat digantikan dengan bioplastik ramah lingkungan agar tidak mencemari dan mengganggu kehidupan biota laut.

Adanya sosialisasi dari pemerintah terhadap pedagang yang berjualan di sekitar kawasan wisata bahari sangat membantu kesuksesan penggunaan bioplastik ramah lingkungan dalam aktivitas manusia khususnya perdagangan yang sangat membutuhkan kemasan maupun wadah dalam berdagang.

Peran bioplastik yang terbuat dari jerami padi juga sangat membantu ekonomi petani karena jerami yang biasanya hanya dibakar dan menyebabkan polusi udara, namun sekarang dapat dimanfaatkan menjadi bioplastik ramah lingkungan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan biota laut pun tidak akan terancam karena bioplastik berbahan jerami terbukti aman ketika tidak sengaja terkonsumsi.

Baca juga: Limbah Masker Covid 19, Penghuni Baru Lautan 

Editor: J. F. Sofyan

Foto Thumbnail: Greenpeace

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan