Menyelam di Rumah Hiu Morotai (Matita Shark Point) Morotai Maluku Utara

Hiu Karang Sirip Hitam berenang melingkari penyelam

Kabupaten Pulau Morotai terkenal sebagai kabupaten pariwisata khususnya diving (menyelam) dan sejarah peninggalan perang dunia kedua, juga memiliki spot diving (selam) bernama “Matita Shark Point” yang menyuguhkan atraksi menyelam di rumah hiu (fauna predator laut).

Diving spot di Kabupaten Pulau Morotai mencapai lebih dari 28 titik yang beragam menyajikan terumbu karang, berbagai jenis ikan karang, hingga fauna-fauna kharismatik salah satunya hiu.

Dilansir dari jurnal ilmiah Ichsan dkk yang terbit pada Prosiding Simposium Hiu dan Pari di Indonesia, diuraikan bahwa pariwisata hiu terbukti menghasilkan nilai ekonomi yang cukup tinggi.

Menurut jurnal tersebut dikemukakan bahwa hampir seluruh perairan Morotai dapat ditemukan setidaknya 4 spesies ikan hiu di kedalaman 10 hingga 27 meter.

Jenis ikan hiu yang sangat sering ditemukan adalah jenis hiu karang sirip hitam (Carcharhinus melanopterus), kemudian hiu  karang  sirip  putih (Triaenodon obesus), hiu karang abu-abu (Carcharhinus amblyrhynchos) dan  hiu  berjalan  Halmahera  (Hemiscyllium  halmahera).

Fakta menarik lainnya seputar hiu yang diuraikan dalam jurnal tersebut ialah seekor hiu karang di perairan Morotai bernilai 8.518 USD selama hidupnya, atau 568 kali lebih tinggi dibandingkan dengan nilai hiu dalam keadaan mati.

Hiu dan Penyelamdi Pulau Morotai
Hiu dan Penyelam di Matita Shark Point / Foto: jibrielfirman

“Matita Shark Point” ialah salah satu spot diving yang terdapat di Morotai dan menjadi titik “rumah” hiu – hiu karang tersebut. Tak heran spot ini lantas menjadi andalan penyedia wisata diving disana untuk menyuguhkan penyelaman bersama hiu karang kepada para pelancong yang datang ke kabupaten ini.

“Matita Shark Point” berlokasi di sebelah barat Pulau Matita (sebuah pulau kecil diantara gugusan pulau – pulau kecil yang ada di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara).

Disini para penyelam akan menyelam di kedalaman sekitar 20 meter yang kemudian akan menikmati pemandangan hiu – hiu karang yang berenang hinngga berjumlah puluhan ekor.

Kemunculan hiu di spot ini tidak berlaku musiman, alias bisa temui sepanjang tahun.

Tentunya, untuk penyelaman di spot ini para penyelam wisatawan akan dipandu dan dijelaskan oleh pemandu mulai dari perilaku hiu serta cara-cara keamanan hinngga aturan dalam penyelaman tersebut.

Pulau Morotai berada terdepan di bibir Pasifik dengan bagian utaranya menghadap langsung ke Samudra pasifik.

Selain terkenal dengan spot hiu, kabupaten ini juga terkenal dengan julukan museum bawah laut, karena terdapat spot diving yang menyuguhkan berbagai peninggalan sejarah.

Spot diving peninggalan sejarah yang berada di bawah laut Morotai ini bernama “Wawama Dive Spot”. Setidaknya terdapat bangkai pesawat tempur Bristol Beaufort hingga mobil.

Barang-barang bekas perang dunia itu berada di kedalaman sekitar 30-50 meter (tergantung pasang surut air laut), sehingga hanya penyelam berpengalaman denngann lisensi minimal advance yang dapat mennyelam di spot ini, karena termasuk pada kategori penyelaman dalam.

Kabupaten Pulau Morotai saat ini tengah gencar melakukan pembangunan, mulai pembangunan fisik (infrastruktur) maupun pembangunan sosial hingga pariwisata, sehingga terlihat drastis perubahan pembangunan di kabupaten ini.

Sebagai kabupaten bahari, sektor perikanan juga menjadi andalan sebagai salah satu penghasil ikan tongkol hingga tuna.

Menurut salah satu warga Pulau Morotai, Bimantara, dulunya Pulau Morotai ini tidak berpenghuni alias saat ini semua warga yang tinggal dan menetap di Pulau Morotai merupakan pendatang dari berbagai daerah, mulai dari daerah terdekatnya yaitu Halmahera hingga dari Jawa.

Baca juga: Menilik Museum Bawah Laut Morotai dengan Sejarah Peninggalan Perang Dunia II

Sumber: Prosiding Simposium Hiu dan Pari di Indonesia 2016

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan