Spearfishing: Hobi dan Cara Menangkap Ikan yang Ramah Laut

Indonesia dikenal sebagai negara maritim karena mempunyai wilayah perairan yang lebih luas daripada daratan. Memiliki sekitar 17.499 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.

Sebagai negara yang memiliki wilayah lautan yang cukup luas didukung oleh cuaca tropis yang hangat membuat lautan di Indonesia menjadi rumah ternyaman bagi hampir semua jenis biota laut sehingga Indonesia terkenal juga sebagai negara yang memiliki beragam jenis biota laut yang jumlahnya melimpah ruah.

Beberapa biota laut seperti ikan, udang, kepiting, kerang, lobster, gamat hingga rumput laut dan masih banyak jenis biota laut lainnya dijadikan salah satu pilihan pangan yang bersumber dari laut oleh masyarakat Indonesia, terutama dan khususnya bagi mereka yang hidup dan tinggal di daerah pesisir pantai. 

Makanan laut alias seafood dikenal sebagai makanan yang lezat sekaligus bergizi yang mengandung protein tinggi, alasan inilah yang menjadikan seafood sebagai makanan yang populer dan favorit oleh banyak orang yang dihidangkan hingga di restoran-restoran besar dan mewah, bahkan ada jenis ikan dan biota laut yang harganya fantastis ketika diekspor ke luar negeri seperti ikan kerapu, lobster dan gamat.

Banyaknya jumlah permintaan akan ikan dan hasil laut lainnya membuat para nelayan memilih untuk mendapatkannya secara instan, praktis, dan masif. Namun cara-cara yang mereka pilih ada beberapa yang menyimpang sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan sekaligus merusak keberlangsungan hidup dari biota laut, contohnya menggunakan bahan yang mengandung racun, bahan peledak, hingga pukat harimau yang meraup semua isi dari laut tanpa memilih mana yang boleh atau tidak boleh.

Meskipun begitu masyarakat di beberapa daerah pesisir Indonesia masih menggunakan cara tradisional secara turun temurun untuk menangkap ikan yaitu dengan cara menombak salah satunya adalah Suku Bajo di Sulawesi dan Suku Laut di Kepulauan Riau.

Kemudian cara menangkap ikan secara tradisional ini diadaptasi oleh masyarakat zaman sekarang menjadi salah satu hobi yang menarik dan menantang yang cukup populer dengan istilah Spearfishing.

spearfishing
Ilustrasi seorang penyelam penombak ikan. / Foto: deeperblue.com

Menarik dan menantang? Ya, tentu saja. Karena aktivitas ini dapat menjelajahi luas dan dalamnya lautan sambil menikmati keindahan bawah laut hingga menemukan jenis-jenis biota laut yang beragam yang jarang ditemui.

Menantang, karena dibutuhkan nyali yang besar untuk menyelam sambil menahan nafas hingga ke kedalaman, apalagi jika tiba-tiba bertemu dengan ikan hiu si pemangsa ganas lautan.

Speargun adalah alat yang digunakan untuk Spearfishing. Penasaran ďengan bentuk dan modelnya? Speargun berbentuk seperti tongkat yang terbuat dari kayu yang kuat atau besi karbon yang memiliki ujung dengan mata tombak atau panah besi yang tajam, Speargun memiliki panjang sekitar 1,7 meter dengan berat hanya sekitar 250 gram saja sehingga mudah untuk dibawa menyelam dan berenang.

Bagi pemula hal tersulit saat menggunakan Speargun adalah saat menarik tuas karet untuk memasang (kembali) mata tombak diposisi ‘siap’ karena dibutuhkan tenaga yang lebih apalagi dilakukan saat sedang berada di dalam air. Namun seiring berjalannya waktu dan pengalaman rutin menggunakannya hal tersebut tidak lagi menjadi masalah.

Keunikan dan keunggulan dari Spearfishing adalah dapat memilih jenis ikan dan ukuran yang akan ditombak. Misalnya jika di hadapan si penombak ada ikan kerapu, ikan tongkol dan ikan timun dan si penombak menyukai ikan kerapu maka ia bisa menombak ikan Kerapu, atau jika ada sekumpulan ikan kaci dengan beragam ukuran, besar dan kecil. Si penombak bisa memilih fokus untuk menombak yang ukurannya paling besar saja sehingga anakan tidak diganggu. Lanjut, hasil tangkapan diolah untuk dimasak dan dinikmati bersama keluarga. Mantap!

Di Kepulauan Riau, sebuah provinsi dengan jumlah pulau terbanyak di Indonesia serta hampir seluruh wilayah lautnya masih terjaga keasriannya. Di sini terdapat juga sebuah komunitas menangkap ikan dengan cara Spearfishing. Diharapkan dengan adanya komunitas ini kelestarian dan keasrian laut tetap terjaga begitu juga dengan laut-laut di seluruh Indonesia dan dunia. Semoga.

Baca juga: Dari Kulit Lobster Menjadi Kriya

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan