IUU Fishing Antar Negara: Integrasi Demi Laut Lestari

Indonesia merupakan negara dengan aset kekayaan sumber daya lautan yang sangat potensial. Menurut Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) RI, potensi lestari sumber daya ikan laut di Indonesia diperkirakan mencapai 12,54 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan zona ekonomi ekslusif (ZEE).

Tidak hanya sumber daya ikan, laut Indonesia juga mengandung keindahan yang sangat luar biasa yang patut menjadi investasi strategis dalam bidang pariwisata. Pendapat Suman (2016) mengatakan bahwa tersedianya potensi yang besar dalam sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi odyssey to prosperity atau jalan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.

Melalui Sektor kelautan dan perikanan merupakan bukan suatu yang mustahil untuk menjadi faktor utama yang menjembatani Indonesia sebagai negara yang maju pada tahun 2030 pada bidang perekonomian. Akan tetapi, dalam pemanfaatan sumber daya laut tersebut tidak selalu berjalan mulus tetapi dapat menimbulkan permasalahan yang datang dari berbagai bidang sehingga perlu adanya penanganan yang saling terintegrasi.

Penelitian oleh Raudah, Pranola, & Anazatri, tahun 2023 menyatakan bahwa permasalahan seperti Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing merupakan salah satu masalah isu global dalam sektor perikanan dan kelautan.

Berdasarkan data United Nations Food Organization (FAO) pada tahun 2014, 76 persen perikanan dunia benar-benar dieksploitasi, ditangkap secara berlebihan, dan habis.

Tindakan tersebut merupakan kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan secara tidak sah, kegiatan tidak diatur oleh peraturan yang berlaku, atau kegiatan yang tidak dilaporkan kepada pimpinan sarana yang tersedia atau otoritas pengelolaan perikanan.

Permasalahan Illegal Fishing tersebut merupakan salah satu tanda pelanggaran tindak pidana sektor perikanan dan kelautan yang terjadi di Laut Indonesia. Sangat disayangkan dengan segala sumber kekayaan yang melimpah jika potensi laut Indonesia masih dijarah oleh bangsa lain tanpa memperdulikan konstitusi yang berjalan.

Jika hal ini terjadi secara terus menerus tentu akan mengancam keberlangsungan kegiatan pemanfaatan sumber daya dan akan menimbulkan dampak buruk bagi Indonesia.

Kasus Illegal Fishing di Indonesia contohnya adalah telah terdeteksinya keberadaan dua kapal berbendera Vietnam yang sedang melakukan aksi pencurian ikan di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) Laut Natuna Utara.

Kedua kapal tersebut diduga melakukan operasi alat tangkap trawl yang ditarik dua kapal (pair trawl) yang menangkap ikan secara tidak selektif yakni semua ukuran ikan baik kecil maupun besar dapat tertangkap.

Bedasarkan data yang dilansir dari KKP, selama 2021 telah menangkap 130 kapal yang dimana 46 kapal ikan asing yang mencuri ikan, terdiri atas 15 kapal dengan bendera Malaysia, 6 kapal dengan bendera Filipina, dan 25 kapal dengan bendera Vietnam. Bahkan akibat dari illegal fishing menyebabkan kerugian mencapai 300 triliyun rupiah per tahun dengan memperhitungkan tingkat kerugiannya sebesar 25% dari total potensi perikanan di Indonesia.

Jaelani & Basuki tahun 2014 berpendapat jika tingkat konsumsi ikan secara global mengalami peningkatan dan memunculkan krisis ikan di lautan sehingga sangat memicu praktik Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.

Praktik ini terjadi di Indonesia karena negara lain pasokan sumber daya ikan semakin berkurang. Perkembangan teknologi menyebabkan jumlah tangkapan ikan meningkat tetapi tetapi produksi ikan habis karena ketidakseimbangan antara penangkapan dan pembibitan kembali.

Stok ikan yang menipis mendorong negara lain untuk melakukan ekspansi penangkapan ikan ke negara lain yang dianggap memiliki stok ikan melimpah seperti Indonesia.

Lemahnya pengawasan sikap reaktif aparat di laut Indonesia turut menjadi faktor penyebab maraknya illegal fishing. Padahal aparat telah dilengkapi dengan teknologi Vessel Monitoring System (VMS) yaitu sebuah sistem monitoring kapal ikan dengan alat transmitor yang berfungsi untuk mengawasi proses penangkapan ikan yang dilakukan di perairan Indonesia. Namun, nyatanya implementasi teknologi tersebut belum optimal karena kurangnya respon pemiliki kapal penangkap ikan.

Faktor lain penyebab illegal fishing ini yaitu lemahnya penegakan hukum di Indonesia karena indikasi para aparat kurang serius dalam menangani kasus sehingga dipandang sebelah mata oleh semua pihak.

IUU Fishing, Kejahatan Lintas Batas Negara

iuu fishing

Kemudian, Banjarani tahun 2020 mengutarakan bahwa praktik Illegal fishing dapat dikatakan sebagai kejahatan transnasional atau lintas batas negara dimana melibatkan jaringan yang melewati batas-batas negara.

Kegiatan illegal fishing tidak begitu saja berdiri sendiri tetapi dilakukan dan beroperasi secara sistematis dan berkelanjutan. Kasus illegal fishing melibatkan lebih dari satu negara dengan telah melakukan perencanaan dan persiapan.

Kejahatan yang bersifat lintas batas negara telah menjadi salah satu isu serius yang dihadapi Indonesia di sektor perikanan dan kelautan. Kegiatan ilegal ini dilakukan dengan alibi demi mendapatkan keuntungan berlipat ganda dari hasil tangkapan ikan secara ilegal.

Jika kegiatan ilegal tersebut tidak ditangani oleh masyarakat internasional dapat menimbulkan dampak negatif yaitu mengancam kelestarian ekosistem laut dan sumber daya perikanan karena praktik ini telah terjadi di berbagai dunia.

Terlebih lagi karena permasalahan melibatkan berbagai negara, maka akan sulit dicegah dan diberantas tanpa adanya kerja sama internasional.

Perlu Komitmen yang Kuat Antar Negara

Persoalan Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing saat ini merupakan masalah yang urgensi karena berdampak negatif pada perekonomian, keamanan suatu negara, serta bidang ekologi.

Terlebih lagi, Indonesia memiliki kekayaan ikan yang sangat melimpah dengan geografis yang strategis tentu menjadi sasaran negara lain untuk mengeksploitasi sumber dayanya.  

Keterlibatan berbagai negara dalam permasalahan tersebut, maka perlu adanya peraturan dan konferensi secara tegas untuk mendorong pembuatan peraturan agar tidak terjadi parktik ilegal tersebut.

Jalan keluar dari permasalahan ini membutuhkan integrasi antara bidang sosial, ekonomi, serta lembaga hukum agar berjalan beriringan untuk mewujudkan ekonomi yang stabil di bidang perikanan dan kelautan dengan tetap mementingkan keberlanjutan sehingga tercipta laut lestari.***

Baca juga: 78 Tahun Indonesia Merdeka, Apa Kabar Poros Maritim Dunia?

Editor: J. F. Sofyan

Daftar Rujukan

Banjarani, D. R. (2020). Illegal Fishing dalam Kajian Hukum Nasional dan Hukum Internasional: Kaitannya dengan Kejahatan Transnasional. Jurnal Kertha Patrika, Vol. 42, No. 2.

Jaelani, A. Q., & Basuki, U. (2014). Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing:Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun Poros Maritim Indonesia. SUPREMASI HUKUM , Vol. 3, No. 1.

Raudah, U., Pranola, L., & Anazatri, J. W. (2023). IUU Fishing, Permasalahan Dan Upaya PencegahannyaDi Perairan Indonesia. JURNAL JASS, Vol 4 No. 1.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan