ABK Indonesia dan Pantura

Titik sebaran asal ABK Indonesia dari penjuru nusantara diketahui bermuara ke Pantura Jawa Tengah (Pemalang – Tegal).

Pantauan SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) dan Greenpeace tercatat jumlah kasus ABK Indonesia yang meninggal karena perbudakan sebanyak 26 orang.

Bobi Anwar Arif dari SBMI saat menjadi pembicara dalam diskusi publik yang berjudul Problematika dan Tantangan Kekinian Pesisir Utara Jawa Tengah pada hari Senin, 18 Oktober 2021 mengatakan di Pantura Jawa Tengah rentan terjadi kasus perbudakan ABK Indonesia di kapal asing.

“Tindak pidana perdagangan orang. TPPO adalah setiap tindakan atau serangkaian Tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Unsur TPPO yaitu proses, cara dan tujuan,” ujar Bobi.

Proses itu mencakup perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, dan penerimaan.

Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.

Kerja paksa adalah kondisi kerja yang timbul melalui cara, rencana, atau pola yang dimaksudkan agar seseorang yakin bahwa jika ia tidak melakukan pekerjaan tertentu, maka ia atau orang yang menjadi tanggungannya akan menderita baik secara fisik maupun psikis.

Indikator kerja paksa yang banyak dilakukan oknum agen yaitu kerentanan, penipuan, isolasi pembatasan, ancaman, penahanan dokumen, pelecehan seksual, kekerasan fisik, pengurangan gaji, jeratan utang, hingga jam kerja panjang.

“Kasus ini kerap terjadi bahkan sampai pernah ada kasus meninggal karena dipukuli kepalannya. Situasinya memang benar-benar mengerikan,” ujar Bobi.

Bobi juga menjelaskan bahwasanya ancaman hukum TPPO adalah berat dan termasuk kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime).

Akan tetapi, dari banyaknya laporan kasus hanya 8 kasus yang bisa berhasil lanjut ke pengadilan.

Bisnis perdagangan orang ini juga merupakan bisnis terbsesar ketiga setelah bisnis senjata, narkoba, kemudiann jual orang.

Menurut data Serikat Buruh Migran Indonesia terjadi kasus sebanyak 3.099 kasus. Terdiri dari 55,44% Pembantu Rumah Tangga, 14,23% ABK, 13,78% Buruh Pabrik, 15,55% lain – lain seperti kontruksi, perkebunan, supir, jompo, restoran dan spa. Saat ini juga sedang tren yang disebut kasus pengantin pesanan (1% kasus).

Bobi juga menambahkan bahwa kasus yang juga jangan luput adalah perdagangan anak.

Bobi menjelaskann Dampak perdagangan orang diantaranya menyebabkan stress (gila), kehilangan kekayaan, kehilangan penghasilan, penderitaan, biaya untuk tindakan perawatan medis, dan atau psikologis hingga kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang.

Menurut Bobi, pintu gerbang dari praktik itu semua adalah penempatan ilegal (unprosedur).

Penempatan ilegal dapat diidentifikasi dengan indikator-indikator sebagai berikut:

  1. Penempatan oleh perseorangan
  2. Perusahaan tidak memiliki izin dari Menteri dan BP2MI (SIP2MI, SIP3MI, SIUPPAK)
  3. Penenmpatann tidak sesuai konntrak
  4. Menempatkan PMI pada jenis Pekerjaan Haram
  5. Pemalsuan Data
  6. Menempatkan PMI yang tidak memenuhi syarat
  7. Membebankan biaya penempatan kepada PMI (pekerja migran indonnesia)
  8. Menempatkan PMI ke negara terlarang
  9. Menempatkan PMI ke negara yang tidak memiliki jaminan sosial, perjanjian bilateral, perlindungan pekerja asing.
  10. Pejabat merangkap komisaris di perusahaan terkait.

Hal ini perlu menjadi perhatian bersama mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah serta pihak – pihak berwenang dalam mengeluarkan ijin kepada agen – agen tenaga kerja.

Selain persoalan kemanusiaan, dalam diskusi publik ini dipaparkan juga mengenai kondisi Pantura dari problematika sosial dan lingkungan.

Dijelaskan oleh pembicara lainnya yaitu Afdillah dari Greenpeace bahwa Pantura akan tenggelam karena abrasi yang terus mengikis.

Diantaranya dikarenakan naiknya permukaan air laut dan cuaca ekstrim, penurunan muka tanah (desakan geologi, pembangunan di permukaan, eksploitasi air bawah tanah), sedimentasi dan kiriman material dari pesisir, dan pembabatan hutan mangrove (untuk pembangunnan infrastruktur dan tambak).

Masalah lainnya yang berdampak buruk pada lingkungan di Pantura seperti kondisi perikanan yang akan berdampak pada kehidupan nelayan semakin sulit dikarenakan stok ikan berkurang dan melaut lebih jauh serta lebih lama.

Hingga hubungannya atas masyarakat yang terpaksa bekerja ke luar negeri dan atau bekerja di kapal ikan asing jarak jauh yang rentan mengalami perbudakan.

Baca juga: Problematika Pantura dan Tantangan Kekiniannya 

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan