Problematika Pantura dan Tantangan Kekiniannya

Denyut utama berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan di Pulau Jawa salah satunya tercermin di Pantura , menyisakan berbagai problematika Pantura dan tantangan kedepan.

Problematika Pantura mulai masalah kenaikan muka air laut dan hilangnya hutan bakau, hingga beralihnya lahan-lahan sawah-sawah produktif serta kasus-kasus Anak Buah Kapal (ABK) untuk kapal-kapal ikan asing yang diduga sarat dengan praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kerja paksa dan perbudakan modern.

Konflik kepentingan, perebutann lahan, kasus-kaus Anak Buah Kapal (ABK) dan perbudakan modern merupakan peristiwa krusial di Pantura Jawa yang tidak boleh luput dari perhatian kita bersama.

Afdillah dari Greenpeace menuturkan berbagai fakta di Pantura, saat menjadi salah satu pembicara pada diskusi publik secara daring yang berjudul Problematika dan Tantangan Kekinian Pesisir Utara Jawa Tengah pada hari Senin, 18 Oktober 2021.

Berdasarkan hasil pengamatan, diskusi, dan kunjungan kelapangan yang pernah dilakukannya, terdapat fakta memprihatinkan yang tidak baik-baik saja tentang Pantura.

Ia menuturkan tentang ancaman ancaman krisis pangan yang bisa terjadi di WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) 712 terhadap masyarakat pesisir laut jawa.

Berdasarkan data-data yang dihimpunnya termasuk dari data pemerintah, menyatakan bahwa WPP 712 (Pantura) ini mengalami overfishing. Kemudian juga terjadi Abrasi – Abrasi di daerah pesisir yang menelan tambak masyarakat yang ada.

Dampak selanjutnya, pertama kehidupan nelayan semakin sulit dikarenakan stok ikan berkurang dan melaut lebih jauh serta lebih lama. Kedua, masyarakat terpaksa bekerja ke luar negeri dan atau bekerja di kapal ikan asing jarak jauh yang rentan mengalami perbudakan.

“Status sumber daya ikan di WPP 712 berada pada status Fully – exploited hingga over – exploited. Jadi tidak ada yang berstatus hijau disini,” ujar Afdillah. Artinnya penangkapan memang sudah seharusnya dikurangi. Dan perlu kita respon sama-sama terkait fakta ini,” ujar Afdillah.

Ancaman selanjutnya wilayah pesisir Pantura juga terancam tenggelam yang akan berdampak kepada masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

“Diprediksi oleh para peneliti sudah banyak. Maka ya masyarakat yang tinggal di pesisir yang akan terkena dampak lebih awal,” ucapnya.

Dampak – dampak tersebut di antaranya kehilangan mata pencaharian, kehilangan tempat tinggal, hinngga kehilangan asset sosial dan budaya.

“Data dampak-dampak itu sudah banyak juga dimuat di media massa online,” ucapnya.

Ia juga menjelaskan pennyebab-penyebab Pantura tenggelam karena abrasi yang terus mengikis. Diantaranya dikarenakan naiknya permukaan air laut dan cuaca ekstrim, penurunan muka tanah (desakan geologi, pembangunan di permukaan, eksploitasi air bawah tanah), sedimentasi dan kiriman material dari pesisir, dan pembabatan hutan mangrove (unntuk pembangunnan infrastruktur dan tambak).

Sayangnnya fakta-fakta ini ditanggapi atau di respon biasa saja oleh pemerintah.

Di akhir paparannya, Afdillah juga menyebutkan masalah lainnya yang berdampak buruk pada lingkungan di Pantura seperti keberadaan PLTU.

Selain problematikan lingkungan Pantura diatas, juga terdapat problematikan sosial dan kemanusiaan seperti yang disampaikan oleh Tommy (BEM Gregas) sebagai pembicara kedua pada webinar diskusi publik.

Menurutnya sedangan terjadi krisis kepemimpinan di Tegal Jawa Tengah. Pesoalan eksekusi pengosongan penghuni rusunawa Tegal hingga ada aksi dari nelayan Tegal untuk penolakan kennaikan PNBP dan Pungutan PHP 400% yang saat ini juga sudah menjadi isu nasional.

Baca juga: ABK Indonesia dan Pantura 

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan