Hati – Hati, Kawasan Cagar Alam Laut Bukan untuk Wisata

Pesisir barat Provinsi Lampung menyimpan banyak sumber daya alam dari mulai hasil hutan, laut, perkebunan dan juga tempat-tempat estetik untuk pariwisata.

Salah satu tempat menarik untuk dijelajahi yaitu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), dengan luas lebih dari 350.000 hektar kawasan hutan hujan tropis ini menyimpan kekayaan alam hayati dan juga menjadi tempat tinggal satwa yang dilindungi salah satunya yaitu Harimau Sumatera (Panthera Tingris Sumaterae). Tidak hanya itu TNBBS juga memiliki Kawasan Cagar Alam Laut yang membentang dari Pekon Way Haru sampai Pekon Sumberrejo.

Kawasan Cagar Alam Laut. / Foto: Stevie Alfian

Cagar Alam Laut (CAL) merupakan sebuah kawasan suaka alam laut yang karena keadaan alamnnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang ditentukan serta dikelola untuk konservasi habitat dan jenisnya.

Kawasan CAL dilindungi oleh Undang-Undang, perkembangan makhluk hidup di dalam kawasan CAL dibiarkan berlangsung secara alami.

Kawasan CAL memiliki peran penting sebagai penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya.

Mengutip dari eltbrary.unikom.ac.id setidakya ada 2 fungsi dari cagar alam, antara lain:

  1. Fungsi pelestarian, maksudnya kawasan ini digunakan untuk melestarikan dan melindungi hewan, tumbuhan beserta ekositemnya, agar populasi dapat bertambah dan tidak punah.
  2. Fungsi Akademis, kawasan ini juga dimaksudkan untuk objek penelitian demi kepentingan bersama dan kesejahteraan mahluk hidup yang ada didalamnya.

Kegiatan ekplorasi sumberdaya laut disekitar area pesisir barat hingga saat ini masih berlangsung dari mulai penangkapan ikan secara tradisional maupun modern, coba bayangkan tanpa adanya cagar alam laut mungkin populasi ikan, lobster, serta hasil laut lainnya pasti sudah berkurang bahkan bisa saja punah karena aktivitas penangkapan yang begitu masif dan frekuensi yang tinggi.

Karena kita tahu setiap mahluk hidup butuh waktu untuk bereproduksi, dengan adanya kawasan CAL ikan dan jenis hewan laut lainnya mempunyai tempat dan waktu yang cukup untuk berkembangbiak tanpa gangguan dari aktivitas manusia.

Cagar alam biasanya memang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan karena kondisi alamnya yang terjaga dan pemandangannya yang indah, tak heran jika banyak wisatawan ilegal yang nekat masih berkunjung kedalam kawasan seperti yang sempat viral beberapa waktu lalu di kawasan cagar alam Pulau Sempu dan kawasan cagar alam lainnya yang masih ramai dikunjungi oleh wisatawan ilegal terlebih lagi bila musim liburan datang kunjungan wisatawan biasanya akan meningkat.

Karena kawasan cagar alam laut merupakan kawasan konservasi maka tidak semua orang dapat masuk atau berkunjung kedalamnya, berdasarkan PP Nomor 28 Taahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, disebutkan bahwa cagar alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:

  1. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
  2. Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
  3. Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan
  4. Pemanfaatan sumber plasma nuftah untuk penunjang budidaya.

Kegiatan ilegal di dalam kawasan konservasi akan berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup satwa maupun tumbuhan yang ada didalamnya.

Masalah yang sering muncul akibat dari kegiatan tersebut antara lain rusaknya lingkungan akibat aktivitas manusia yang membuang sampah sembarangan, membuka lahan untuk keperluan berkemah maupun lainnya dan juga berkurangnya populasi satwa atau tumbuhan karena diambil oleh pengunjung.

Pemerintah melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) sudah berupaya untuk menjaga kawasan ini agar tetap steril dari wisatawan maupun pemburu liar, karena luasanya area dan keterbatasan penjagaan seringkali Polisi Hutan (POLHUT) juga masih kecolongan.

Oleh karena itu kita juga butuh kesadaran dari masyarakat untuk menjaga dan melindungi cagar alam serta mensosialisasikan kepada yang lainnya agar tidak ada lagi orang yang sembarangan masuk cagar alam dan cagar alam laut tetap lestari serta bermanfaat untuk seluruh mahluk hidup.***

Baca juga: Adat Sasi, Praktek di Grassroot dalam Menjaga Laut Indonesia Tetap Biru

Editor: J.F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan