Kapal Pinisi, Legenda Pelaut Nusantara dan Warisan untuk Dunia

pinisi

Sebagai negeri maritim, negara kita memiliki kapal khas yang dibuat di Bulukumba, yaitu kapal Pinisi. Kapal Pinisi merupakan bukti sejarah sekaligus saksi kehebatan pelaut nusantara. Tak hanya sebagai armada laut saja, kapal ini memiliki filosofi yang mendalam.

Jika kalian pernah pergi ke Labuan Bajo, pasti kalian sudah tidak asing lagi. Bahkan sekarang kapal-kapal Pinisi mulai populer sebagai kapal wisata.

Menurut peneliti dan ahli sejarah Von Heine Gelder, dahulu nenek moyang bangsa Indonesia datang ke nusantara hanya bermodalkan perahu bercadik. Hingga sekarang kapal legendaris tradisional atau kapal Pinisi masih bertahan di tengah peradaban zaman modern.

pinisi
Kapal Pinisi berlabuh di Kepulauan Banda Neira, Maluku. / Foto: Jibriel Firman

Warisan dari Bulukumba, Sulawesi Selatan

Kapal Pinisi pertama dibuat oleh suku bugis dan suku Makasar di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kedua suku itu dikenal sebagai pelaut yang tangguh.

Mereka mulai membuat kapal Pinisi sejak abad ke-14 dalam naskah Lontar La Galigo diceritakan kapal Pinisi pertama kali dibuat oleh putra mahkota kerajaan Luwu, Sawerigading.

Ceritanya, sang putera mahkota berlayar ke China untuk melamar seorang puteri. Namun ketika hendak pulang kapalnya diterjang gelombang dan terbelah menjadi tiga bagian.

Bangkai kapalnya terdampar ke Desa Ara, Tanah Lemo, dan Bira. Ketiga warga desa berusaha merakit kembali kapal tersebut. Kapal yang berhasil dirakit kembali itu diberi nama kapal Pinisi.

Proses Pembuatan Kapal Pinisi Rumit dan Cukup Lama

Dalam proses pembuatannya, pemotongan kayu pertama dipotong oleh seorang pawang perahu yang disebut Panrita Lopi. Uniknya dari mulai proses pembuatan hingga selesai, paku yang umumnya dikenal sebagai penguat konstruksi tidak ditemukan dalam kapal ini. Mereka memanfaatkan sisa kayu dari pembuatan kapal sebagai pasak konstruksi.

Pembuatan kapal Pinisi
Pembuatan kapal Pinisi. / Foto: CNN Indonesia

Terdapat ritual khusus yang mengiringi proses pembuatan kapal Pinisi. Jajanan manis dan seekor ayam jago putih selalu disiapkan sebagai sesaji dalam setiap ritual tersebut.

Filosofi yang terdapat dalam kedua bahan sesaji itu yakni jajanan manis sebagai lambang agar kapal selalu diberikan keuntungan, selanjutnya darah ayam jago dioleskan pada sisi bagian bawah kapal sebagai simbol harapan agar tidak terjadi pertumbahan darah atau musibah diatas kapal tersebut.

Bagian dari Perahu Pinisi

Kapal Pinisi memiliki 3 bagian yaitu bagian depan, belakang dan utama. Memiliki 7 layar dimana 2 layar terpasang dibagian paling atas. Kemudian 3 layar dipasang didepan serta 2 layar terpasang dibagian belakang.

Dibuat dengan Mengandalkan Pengetahuan Turun Temurun

Pembuat perahu legendaris di Tanah Beru tidak memperoleh keterampilan dan pengetahuannya secara formal. Keahlian orang Tanah Beru diwariskan dari generasi ke generasi.

Teknik pembuatan kapal Pinisi tidak dibuat dengan model perhitungan modern sejak dahulu kala. Blue print atau rancangan tertulis diatas kertas-kertas untuk membuat Pinisi tidak berlaku di Tanah Beru. Semua detail gambar dan rancangan Pinisi dikerjakan sesuai dengan apa yang ada dalam feeling mereka.

Meski begitu, selesai pengerjaannya terciptalah perahu Pinisi yang sempurna.

Setiap Galangan Kapal Memiliki Ciri Khas

Di Tanah Beru ada banyak galangan kapal dan pengrajin perahu Pinisi. Uniknya setiap galangan kapal dalam pengerjaannya tidak pernah sama antara yang satu dengan yang lainnya.

Di mata awam mungkin saja tidak nampak perbedaan itu, namun kalangan pengrajin dapat mengidentifikasi perhau Pinisi tertentu berasal dari galangan kapal yang mana.

Modernisasi Kapal Pinisi

Seiring dengan kemajuan peradaban, kapal Pinisi sudah ada yang menggunakan mesin motor deasel sebagai tenaga pendorongnya.

Berbeda dengan ukuran asli, kapal Pinisi yang sudah bermesin motor memiliki ukuran lebih besar dengan ukuran panjang sekitar 20 – 25 meter dan kapasitas beban yang bisa ditanggungnya hingga 30 ton.

Menjadi Warisan Dunia pada 2017

Kapal Pinisi resmi ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Tak Benda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan.

Pada tanggal 7 Desember 2017 seni pembuatan perahu di Sulawesi Selatan atau Pinisi Art of Boat Building in South Sulawesi masuk ke dalam UNESCO Representative List of The Intangible Cultural Heritage of Humanity.

Penetapan Pinisi Art of Boat Building in South Sulawesi merupakan bentuk pengakuan dunia Internaional terhadap arti penting pengathuan terhadap teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi yang masih berkembang sampai hari ini.

Baca juga: Menengok Kembali Lagu Nenek Moyangku Orang Pelaut

Sumber: Akun Youtube ShinePedia

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan