Manusia, Ancaman Terbesar Degradasi Biodiversitas Laut

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki keanekaragaman organisme sangat banyak termasuk bahan tambangnya.

Dikutip dari Berita Kompas, Indonesia termasuk negara dengan keanekaragaman hayati laut terbesar dunia (marine mega-biodiversity) yang mana laut Indonesia mempunyai 8.500 spesies ikan, 950 spesies terumbu karang, dan 555 spesies rumput laut.

Potensi yang sangat besar itu turut memiliki banyak masalah. Bukan berita baru bahwa terus terjadi penurunan jenis dan kualitas sumber dayanya. Kita sadar dan tahu tapi kita abai terhadap krisis sumber daya ini. Kita menikmati kekayaan laut ini tanpa menjaga kesehatannya. Padahal menjaga kesehatan alam adalah tugas kita.

Masa-masa ini di mana krisis iklim yang melanda dunia tentu sangat dirasakan oleh Indonesia. Mencairnya es di kutub, naiknya massa air laut, mulai muncul gejala asidifikasi air laut, hingga degradasi keanekaragaman hayati laut. Tentu yang kita tahu bahwa manusia menjadi pemicu utama kerusakan ini. Dampak antropologi pada laut sungguh terasa jelas.

Semua masalah muncul tak tertahankan tanpa menunggu kesiapan kita manusia. Bagaimana tidak, kita pun tak memberi waktu untuk alam memulihkan diri.

Penambangan tanpa jeda, pembuangan limbah tanpa diolah, overfishing, bahkan kita masih mengabaikan bahaya pukat dan bom ikan, pengambilan sumber daya laut tanpa kehati-hatian, pengerukan, perusakan terumbu karang. Alam telah menunjukkan akibatnya sekarang.

Dredging atau pengerukan dasar laut menjadi salah satu sebab kerusakan terumbu karang. Pengerukan dilakukan dengan tujuan meningkatkan keselamatan pelayaran dan hasil kerukan digunakan untuk pembangunan.

Hal ini menyebabkan rusaknya sedimen laut dan kerusakan terumbu karang yang merupakan tempat hidup berbagai organisme laut. Kerusakan ini menjadi sebab kematian sangat banyak organisme laut dan tidak stabilnya lempeng bumi.

Penambangan minyak bumi dan mineral alam, dilakukan di berbagai tempat. Bumi dilubangi kemudian ditinggalkan ketika sumber dayanya dikuras, meninggalkan lubang menganga di mana-mana. Merusak ekosistem. Menjadi pencemar. Menghilangkan satu atau lebih banyak organisme. Dampak penambangan ini memang tidak langsung terasa, tapi di masa depan benar-benar menghancurkan manusia.

Limbah hasil industri, bisa saja penambangan atau limbah daratan yang dialirkan ke laut menyebabkan pengasaman air laut.

Limbah antropogenik ini menjadi penyumbang emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Asam karbonat yang terbentuk menyebabkan kadar kalsium karbonat turun, sehingga pH air laut juga turun.

Turunnya pH air laut menyebabkan air laut semakin asam, mengikis terumbu karang dan keluarnya zooxanthellae. Peristiwa ini disebut coral bleaching di mana karang memutih karena keluarnya ganggang zooxanthellae dari karang menyebabkan kematian karang. Kematian karang yang merupakan tempat hidup berbagai organisme tentu berdampak banyak pada biodiversitas laut.

Peristiwa coral bleaching. / Foto: Greenpeace

Pengambilan ikan berlebihan, overfishing, pukat. Penggunaan pukat akan merusak ekosistem laut karena alat ini menarik semua spesies termasuk yang bukan tergetnya (bycatch), benih-benih ikan, bahkan terumbu karang.

Status overfishing mulai dilabeli di berbagai bagian laut Indonesia, penangkapan yang awalnya dilakukan untuk kebutuhan ekonomi, lalu terus dilakukan karena melonjaknya kebutuhkan pasar. Lonjakan permintaan pasar membuat manusia lupa bahwa ikan-ikan ini membutuhkan waktu untuk berkembang biak.

Kealfaan benih-benih ikan di laut sama saja kepunahan. Spesies tertentu akan kesulitan mempertahankan jumlahnya dan kemudian menuju kepunahan.

Tak hanya itu, ikan-ikan laut mulai menunjukkan kegelisahannya. Sangat sering dijumpai ikan-ikan laut yang terdampar di pesisir. Ya, mungkin saja itu disorientasi biasa. Tapi yang terlihat jelas ialah sampah-sampah yang menutupi permukaan laut Indonesia.

Ikan bisa saja salah mengira bahwa sampah tersebut adalah mangsa yang harus dikejar, atau mungkin pula menutup kemampuan ikan melihat perairan. Tak sedikit kejadian ikan yang mati akibat terjerat sampah.

Penyu mati di Pantai Kutai, Bali. / Foto: Greenpeace

Itulah sedikit dari banyak dampak yang telah dilakukan oleh manusia terhadap laut.

Potensi laut setiap daerah Indonesia pasti berbeda. Pemanfaatan potensi laut secara tepat diperlukan untuk mendapat hasil yang optimal dengan dampak minimum.

Pengelolaan sumber daya berkelanjutan harus dilakukan. Di mana pengambilan sumber daya secukupnya agar generasi mendatang tetap bisa menikmati kekayaan laut Indonesia.

Alam tidak akan bisa bertahan tanpa kesadaran manusia akan pentingnya menjaga. Kerusakan yang telah terjadi memang sulit untuk dibenahi, tetapi jika tidak mulai membenahi diri adalah awal dari penghancuran.

Langkah awal pembenahan dapat dimulai dari menerapkan sadar lingkungan. Kesadaran masyarakat sangat berpengaruh pada keberhasilan melestarikan laut.

Kelestarian laut Indonesia sepenuhnya bergantung pada masyarakat yang mengelolanya. Yang tak luput adalah peran pemerintah, untuk mengedukasi masyarakat; menetapkan regulasi yang mengatur sumber daya; dan melindungi dari ancaman luar.

Dibutuhkan pula evaluasi atas regulasi yang sudah ditetapkan, banyak regulasi yang penggunaannya tidak tepat guna. Malahan menyebabkan dampak negatif baru. Misalnya saja bantuan dana perikanan dari pemerintah memicu overfishing.

Aktivis Greenpeace menolak penambangan laut dalam. / Foto: Greenpeace / Petr Zewlakk Vrabec

Keberhasilan sesungguhnya adalah ketika kita, manusia, dapat mengatasi kerusakan laut kita, perlahan tapi pasti, menggunakan potensi laut kita dengan bijak, tanpa keserakahan, menjadikan kesehatan laut ini sebagai orientasi.

Lautan adalah rumah kita. Lautan yang akan menghidupi seluruh generasi kita.***

Baca juga: Rehabilitasi Dan Menjaga Benteng Terakhir Pesisir Donggala

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan