Pemandangan Lokasi Penyelaman Ekspedisi Zooxanthellae FDC IPB di Pulau Gorom, Pulau Grogos dan Pulau Koon

Sebelum turun menyelam, lumba-lumba menyapa dari kejauhan, ikan terbang terus berterbangan, burung camar menangkap ikan melalui jernihnya perairan.

Entah itu sambutan selamat datang atau sebuah fenomena umum saja? Aku yakin semuanya bertanya-tanya di dalam keindahan laut Seram Bagian Timur yang selamanya tim  Ekspedisi Zooxanthellae XVII FDC IPB University akan selalu kenang.

Penyelaman ilmiah untuk memantau ekosistem terumbu karang pada ekspedisi ini meliputi 3 pulau kecil, yakni Pulau Gorom, Pulau Grogos, dan Pulau Koon. Total terdapat 9 titik penyelaman. 3 titik di Pulau Gorom, 2 titik di Pulau Grogos dan 4 titik di Pulau Koon.

Penyelaman pengambilan data pertama di Pulau Gorom, dikejutkan oleh pertumbuhan terumbu karang Acropora yang melimpah, berdiri tegak, rapat menyelimuti pasir atau subsrat dasar utama perairan. Tumbuh bercabang dan tajam, di antaranya tercipta celah untuk ikan kecil berlindung dari pemangasanya.

Terlihat juga ikan ikan besar berenang tapi tidak banyak dibandingkan Pulau Grogos dan Koon yang memiliki tipe terumbu tembok sehingga ikan besar bisa berenang bebas menelusuri kedalaman.

Dominasi karang bercabang di Pulau Gorom. / Foto: FDC IPB University

Secara geografis Pulau Grogos dan Koon sangat berdekatan, bahkan saat surut pasir menjembatani kedua pulau tersebut, namun secara sifat perairan Pulau Grogos lebih bersahabat dari Pulau Koon terutama kondisi arusnya yang seimbang (low – moderate) menjadi alasan kuat mengapa terumbu karang disana sangat banyak dan beragam, serta jenis ikan yang mendominasi adalah jenis ikan karang seperti kakap, kerapu, ekor kuning, kakatua dan bahkan napoleon.

Ikan karang di cela terumbu karang di Pulau Grogos. / Foto: FDC IPB University

Sedangkan arus di Pulau Koon cenderung kencang karena merupakan titik bertemunya arus laut Banda dan Seram. Sedikit terumbu karang yang bisa hidup dan bertahan, namun ikan sudah seperti beras yang dihamburkan.

Banyak grombolan larva ikan mengumpat dilubang-lubang batu atau terumbu karang dan gerombolan ikan-ikan besar melawan arus kencang.

Secara ekologi arus yang kencang memberi dampak positif untuk fase pemijahan ikan karena dapat memperluas distribusi atau penyebarannya, oleh karena itu beberapa titik di Pulau Koon tercatat sebagai titik area pemijahan ikan yang biasa disebut SPAGS (Spawing Aggregation Site).

Larva ikan melimpah di area pemijahan ikan (SPAGS) di Pulau Koon. / Foto: FDC IPB University

Pulau Gorom, Grogos dan Koon juga terkenal dengan meti yang jauh. Terumbu karang di daerah meti terpaksa berjemur langsung di bawah terik matahari (terekspos), kerennya tidak terlihat satupun karang yang mengalami pemutihan.

Sementara di bawah lautnya, sedimentasi diduga sebagai penyebab adanya pemutihan karang mengingat dulu di laut Seram Timur sering dijumpai aktivitas pengeboman dan pembiusan ikan. Namun karena keanekaragaman hayatinya yang luar biasa lengkap, dan memiliki kemampuan daya pulih yang baik serta didukung dengan upaya pengelolaan yang tepat dari pihak-pihak terkait maupun adat lokal masyarakat (sasi), kondisi terumbu karang wilayah perairan ini mampu pulih dengan cepat.***

Baca juga: Serial Cerita Ekspedisi Zooxanthellae XVII FDC IPB University

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan