Surga Bawah Laut yang Tercemar

Tanggal 08 Juni kemarin, kita merayakan Hari Laut Sedunia. Begitu pentingnya bagi kita untuk menyadari keberadaan laut Indonesia. Saatnya untuk merenung, ternyata Indonesia itu indah ya. Pantainya yang tak terhitung jumlahnya, sumber daya alam yang kaya, tak terhingga.

Ikan yang beraneka macam wajahnya, sampai- sampai negara lainpun ingin mengambilnya. Alam yang sungguh menawan, sehingga tak kaget, wisatawan mancanegarapun ingin melirik dan menikmati kekayaan negeri Zamrud Khatulistiwa ini.

Kalau teman- teman tahu, Indonesia juga disebut sebagai Negara Maritim. Kenapa? Karena Indonesia memiliki luas wilayah lautan yang sangat besar. Dari sumber kumparan.com , luas wilayah laut atau perairan Indonesia adalah 3,25 juta km².

Laut Indonesia yang membentang luas dengan keindahan yang luar biasa itu turut menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata laut terbaik. Tak jarang, wisatawan mancanegarapun ramai berdatangan. Salah satunya adalah Laut NTB yang sungguh menawan.

Luasnya laut di Indonesia juga mengakibatkan tingginya produksi ikan. Kalau teman- teman tahu Badan Pangan Dunia (FAO) pada tahun 2014 telah menobatkan Indonesia sebagai peringkat kedua negara yang kaya akan produksi ikan dengan jumlah 6 juta ton.

Namun, titik masalahnya, sudahkah negara kita bersikap baik dengan kekayaan alam yang ada? Apakah ikan yang telah menjadikan Indonesia peringkat kedua dunia itu sudah diperlakukan sesuai sila Kemanusiaan yang adil dan beradab? Coba kita merenung.

Masih banyak fakta di luar sana yang belum kita ketahui. Mirisnya, pelakunya adalah masyarakat negeri ini dan yang menjadi korban juga masyarakat Indonesia itu sendiri. Negeri yang terkenal karena alamnya yang menawan, ternyata tak sepenuhnya benar.

Kita terlalu menutup mata, sehingga kita tak tahu banyak laut Indonesia yang meradang. Kita terlalu menutup telinga, sehingga membiarkan jeritan paus itu mati mengenaskan karena memakan plastik. Kita membiarkan dua tangan kita membuang plastik tanpa berpikir dua kali.

Lupakan sejenak keindahan negeri ini. Saatnya kita beranjak untuk memikirkan apa yang sebenarnya sudah terjadi dibalik alam kita yang elok.

Coba bayangkan, peringkat kedua penyumbang sampah dunia berhasil diraih oleh negara tercinta kita, Indonesia. Setiap tahunnya, sampah yang dibuang ke laut berjumlah 1,29 juta ton. Kalau dikira- kira sudah sekitar 100.000 mamalia laut yang sudah terdampak akibat hal ini.

Tidak hanya mamalia laut saja, terumbu karangpun sudah langganan menjadi korbannnya. Kisah itu dialami oleh masyarakat Desa Ponelo di Gorontalo Utara. Awalnya desa itu memiliki destinasi laut yang turut menjadi incaran wisatawan di Gorontalo.

Keberadaan Pulau Saronde, Pulau Mohinggito, Pulau Bogisa, dan Pulau Lampu menjadi daya Tarik tersendiri bagi wisatawan dalam negeri maupun luar negeri karena pasir putihnya. Kisah pilupun turut mengahantui mereka.

Kini, Desa itu sedang dilanda sebuah persoalan. Lagi- lagi persoalan sampah plastik dan rusaknya terumbu karang. Banyak sekali sampah yang mengepung sepanjang pantai seperti tumpukan kayu, Styrofoam, popok bayi, dan plastik.

Disana, terumbu karang banyak yang rusak. Terumbu karang itupun mati dan berubah bentuk menjadi batuan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Karena aktivitas yang dahulu sering dilakukan oleh masyarakat sekitar sangat bertentangan dengan lingkungan.

Diantaranya adalah pengeboman ikan dan penambangan karang untuk pembangunan rumah. Walaupun aktivitas itu sudah ditinggalkan, namun dampaknya masih terasa bagi nelayan dalam pencarian ikan. Nelayan disana semakin jauh untuk mencari ikan.

karang yang membatu di Desa Ponelo, sumber: Mongabay

Karang yang membatu di Desa Ponelo, sumber: Mongabay

Indonesia memang indah. Indonesia memang elok nan menawan. Sayang, jika kita tidak ikut merawat dan melestarikan. Biarkan anak cucu kita merasakan dan menikmati karya Tuhan untuk Indonesia ini. Tunjukkan jika kitapun mampu untuk menolong alam Indonesia.

Hal yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan laut Indonesia adalah dengan cara mengurangi plastik. Kita coba untuk mengurangi plastik dimulai dengan hal yang kecil, seperti: mengganti tas plastik / kresek dengan tas kain dan menggunakan botol minum (tumbler).

Suatu saat nanti, jika Tuhan berkehendak, aku ingin menikmati lautan di Pulau Karimunjawa, Jawa Tengah. Aku ingin buktikan bahwa Indonesia itu memang kaya. Semoga, ketika aku disana, aku bisa menjadi seseorang yang peduli sampah plastik terhadap laut.

Bukan aku saja, tapi kita semua harus turut berperan dalam menolong Indonesia agar mengurangi plastik.

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan