Pulau Pasumpahan, Surga di Ranah Bundo

Rasanya kalau liburan semester itu hanya diam dirumah, bermain gawai  atau sekedar ketawa ketiwi sama teman liburan terasa ada yang kurang saat kembali ke kampus

Ranah Bundo dalam bahasa minang diterjemahkan sebagai Tanah Ibu. saya berasal dari kota Padang, merupakan kota pesisir terbesar di provinsi Sumatera Barat.

Hampir setiap libur semester kuliah saya selalu berlibur ke pulau, hutan, atau air terjun. Rasanya ada yang kurang, jika belom pergi liburan. Hal ini sering menganggu pikiran saya.

Saya bergegas menghubungi salah satu teman saya yang menjadi seorang tour guide, saya mengatakan kepadanya saya ingin ke pulau. Saya butuh vitamin sea sebelum kembali ke kampus .

Saya menyukai yang namanya liburan dadakan. Karna kalau direncanakan jauh-jauh hari kebanyakan batal. Mengumpulkan teman-teman untuk pergi berlibur tidak semudah yang dipikirkan.

Kemudian saya disarankan untuk mencari teman minimal 5 orang. Sampai akhirnya kami terkumpul tujuh orang. Kemudian kami sepakat akan berangkat hari minggu dan sasaran kami adalah Pulau Pasumpahan yang sedang harum namanya.

Saya belum pernah ke pulau atau jarang sekali apalagi pulau yang sedang hits seperti pulau mandeh . Biasanya kaki ini lebih sering menjajaki hutan demi mencari air terjun atau memang suka dengan aroma rimba indonesia yang tropis.

Hari itu telah tiba, kami berangkat mengunakan motor dari Kota Padang sekitar satu jam jarak tempuh ke lokasi tempat penyewaan perahu. Oh ya, namanya daerahnya sungai pisang.

Tempat yang jauh dari hiruk pikuk ibu kota dan sepanjang jalan ke sana kita bisa mencium aroma hutan yang masih asri. Pulau Pasumpahan adalah sebuah pulau yang berada di perairan Kecamatan Bungus Teluk Kabung, masih masuk dalam wilayah pemerintahan kota Padang.

Untuk menempuh pulau ini memakan waktu 40 menit dari Pulau Pisang dengan mesin 45 PK. Kami menyebrang dengan menggunakan kapal nelayan atau penduduk disana.

Bapak pembawa kapal itu cukup ramah menyapa kami. Sebagai tamu tentu kami mengharapkan pelayanan yang baik. Aroma laut, menemani kami membelah derasnya lautan Samudra Hindia.

Karena kami pergi kesana hari minggu tentu saja banyak pengunjung yang datang, dari berbagai daerah bahkan turis manca negara. Saya sudah tidak sabar untuk bisa snorkeling melihat satwa laut.

Oh ya selain menjadi nelayan, dengan adanya pulau yang indah ini penduduk mendapatkan mata pencarian tambahan sebagai pemandu atau sewa perahu.

Siang bekerja sebagai pemandu dan kapalnya disewakan, malam hari kembali menjadi nelayan  dan menangkap ikan. Wah.. benar-benar asiknya tinggal di pesisir.

Hal pertama yang sangat ingat ketika menginjakan kaki di Pulau Pasumpahan yaitu rasa bangga terhadap tanah air ini. Negeri ini sangat indah dengan surganya dunia.

Selanjutnya saya snorkeling untuk melihatan keindahan bawah laut yang cukup membuat saya semakin kagum. Pulau ini tidak hanya soal menyelam saja. Pulau ini juga memiliki bukit kecil ditengahnya.

Jadi selain bisa menyelam  kita juga bisa  hiking. Meski ketinggan yang lumayan membuat jantung berdebar-debar tapi warga sudah memfasilitasi dengan tali pegangan.

Dari atas puncak kami melihat hamparan birunya Samudara Hindia dan sekitar pulau ini yang dikelilingi pasir putih bisa kita lihat dari atas . Menakjubkan bukan?

Kami pulang tepat saat matahari tenggelam. Cahaya keemasannya membuat pulau ini seakan bersolek lebih cantik lagi.

Setiap orang punya cara masing-masing untuk lari dari kepenatan hidup di kota, tapi Ranah Bundo selalu punya hal yang bisa menjadikan obat. Tempat indah yang harus kita nikmati dan juga kita jaga.

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan