Mewujudkan Indonesia Green Gowth Economy Melalui Pariwisata Bahari Yang Berkelanjutan

Hallo  Sahabat Laut!!!

Kalian menyadari nggak sih kalau berbagai pihak telah berspekulasi bahwa penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan dan krisis   sosial-lingkungan selama ini adalah akibat dari strategi dan kebijakan pembangunan yang tidak ramah lingkungan dan sikap terlalu serakah terhadap keuntungan ?

Strategi  dan  kebijakan pembangunan nasional lebih mengutamakan pencapaian kepentingan ekonomi yang masuk ke kas negara dan para  pemilik  modal dibanding  kepentingan  lingkungan dan  masyarakat lokal.

Akibatnya,  meski   di   satu   sisi   pertumbuhan   laba   korporasi   dan   pertumbuhan ekonomi negara terus meningkat, namun pada saat yang sama eskalasi krisis sosial  dan  krisis  lingkungan semakin  meningkat  pula.

Saya beranggapan bahwa pemerintah sepertinya masih bingung tentang bagaimana menerjemahkan,   merumuskan   dan mmengimplementasikan  prinsip-prinsip serta pilar-pilar ekonomi  hijau  sebagaimana tercatum dalam dokumen “The Future We Want” hasil KTT Rio+20  ke  dalam  Cetak  Biru  Pembangunan  Ekonomi  Hijau  Nasional  (CBPEHI)  untuk menghijaukan  Indonesia.

Pertanyaannya, bagaimanakah strategi menghijaukan pembangunan ekonomi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi hijau tersebut pada bidang Pariwisata Bahari?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut sekaligus menjabarkan salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam menciptakan ekonomi hijau melalui sektor pariwisata bahari. Perlu kita ketahui dahulu apa itu ekonomi hijau, dan bagaimana kondisi dari pariwisata bahari di Indonesia saat ini.

Lantas, apa itu ekonomi hijau? Istilah Ekonomi Hijau atau Green Economy adalah suatu gagasan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan.

Selama ini strategi konvensional dalam pengelolaan limbah masih cenderung bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah, bukan  pada pencegahan atau preventif, tetapi kuratif atau perbaikan setelah terjadi kerusakan atau pencemaran.

Akibatnya diperlukan biaya tinggi, waktu yang tidak sedikit, dan perencanaan yang lebih panjang untuk perbaikan kerusakan lingkungan yang sudah tertimbun.

Negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik, yang mempunyai banyak pulau-pulau kecil seperti di Indonesia memerlukan strategi aksi penanganan sampah yang lebih kompleks ketimbang negara-negara non- kepulauan.

Lalu sejauh  mana sampah menjadi sebuah masalah lingkungan yang mempengaruhi sektor pariwisata bahari di Indonesia?

Secara umum, di Indonesia sampah plastik kondisinya sudah memprihatinkan. Berkaca pada riset Jambeck (2015), sampah plastik di laut Indonesia menempati urutan ke dua dunia setelah Tiongkok. Atau, nomor satu di Asia Tenggara dengan kuantitas mencapai 187,2 juta ton.

Sementara untuk sektor pariwisata sendiri terutama di Bali yang merupakan wisata andalan Indonesia sekaligus langganan para pelancong asing yang dikenal karena surga wisata baharinya ternyata telah mencatatkan pengalaman menyelam yang buruk bagi seorang turis asal Inggris bernama Rich Horner.

Dia bahkan mengunggah sebuah video yang memperlihatkan dirinya tengah menyelam dengan kondisi laut yang dipenuhi sampah plastik. Beberapa ikan, ubur-ubur dan ikan pari nampak berseliweran di antara banyaknya sampah plastik yang melayang di tengah laut.

Vidio itu diambil di Manta Point, tempat favorit para wisatawan untuk diving yang terletak di Nusa Penida, Bali.

                                        Sumber

Selanjutnya, ada juga pantai Kuta yang merupakan salah satu spot pantai paling terkenal ini ternyata masuk kedalam daftar 7 pantai paling kotor di dunia, versi Kumparan pada tahun 2018.

Sehingga apabila suatu kawasan wisata pulau-pulau kecil ingin digenjot potensi wisatawannya maka perlu dikaji pula daya dukung dan daya tampung sampahnya, terutama sampah non organik.

Penulis sendiri memiliki rencana aksi yang sederhana namun dirasa cukup efektif dalam menekan jumlah sampah plastik yang hadir di lokasi pariwisata bahari demi terciptanya ekonomi hijau dan masyarakat yang sejahtera

Yaitu dengan menerapkan system 3R (reuse, reduce, recycle) di mana setiap pengunjung diwajibkan membawa alat makan dan minum sendiri dari rumah, seperti tumblr, sedotan stainless, kotak makan dan sebagainya.

Sehingga di area wisata, mereka tidak lagi menggunakan sedotan plastik atau alat makan sekali pakai lainnya. Hal tersebut tentu sangat efektif dalam mengurangi limbah buangan dari para pengunjung.

Sumber

Kemudian, para pedagang di daerah wisata juga dilarang untuk memberikan plastik sekali pakai kepada para pembeli. Hal ini juga akhirnya memaksa para pembeli untuk menyediakan wadah secara pribadi sekaligus menguntungkan para pelaku usaha karena tidak perlu merogoh kantong untuk membeli plastik wadah dan sedotan.

Dari pihak pengelola juga memberikan apresiasi berupa reward bagi para wisatawan yang keluar area dengan membawa sampah plastik dengan jumlah yang telah ditentukan ataupun penyelam yang membawa sampah yang ditemukan saat sedang menyelam.

Hadiah bisa berupa voucher masuk lokasi wisata tersebut ataupun potongan harga berbelanja di daerah tersebut. Sehingga para pengunjung menjadi bersemangat untuk mengumpulkan sampah di daerah wisata bahari yang mereka kunjungi, begitupun pihak pengelola diuntungkan dengan kemungkinan pengunjung atau kerabat pengunjung akan kembali datang ke lokasi wisata itu lagi. Karena merasa sayang jika kuponnya tidak digunakan.

Lalu dari pihak pemerintah desa ataupun daerah bisa memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal di sekitar lokasi pariwisata untuk mengolah limbah plastik ataupun limbah kayu yang tertampung di daerah wisata menjadi aksesoris yang memiliki nilai jual sebagai oleh-oleh.

Pemerintah juga bisa memasang jaring apung yang mengitari pantai wisata, guna mencegah sampah yang terbawa arus untuk masuk ke dalam kawasan pantai wisata. Juga misalnya dengan memasang kamera pengawas pantai, atau memasang radar pantai yang bisa memantau adanya sampah-sampah (debris) yang mengapung di perairan pesisir sehingga memudahkan melakukan penandaan lokasi serta pengangkutan sampah laut.

Jadi sepertinya sepele soal sampah di laut, namun sebenarnya ini butuh kerja besar dari semua elemen pemerintah dan masyarakat yang terintegrasi sehingga bisa menjadi ‘hijau’ dan berkelanjutan tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tapi juga membantu membuat bisnis lebih sukses dan menguntungkan.

Ekonomi hijau dipercaya bisa menjadi salah satu solusi mengatasi perubahan iklim. Ekonomi hijau mampu mengubah praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek dan merusak lingkungan, menjadi perekonomian yang lebih ramah lingkungan.

Salam Bumi Sehat !!!

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan