Refleksi Hari Laut Sedunia, Dari Kota-ku Tercinta Lumajang

Ikan di laut tidak usah kita kasih makan. Kita hanya bairkan dan kita jaga serta ambil dengan cara tidak semena-mena. Keserakahan kita harus hentikan. – Dr. Susi Pudjiastuti

Seperti itulah kiranya gambaran bagaimana seharusnya kita sebagai manusia berperilaku, khususnya terhadap laut. Kutipan itu seharusnya dapat memberikan penyadaran kepada kita untuk selalu menjaga kelestarian laut di bumi ibu pertiwi.

Dari berbagai manfaat dan kontribusi dalam memenuhi hajat hidup manusia, sudah seharusnya laut memperoleh perhatian khusus. Berbagai bentuk ketamakan dan keserakahan sudah seharusnya di-enyahkan dari pikiran setiap umat manusia.

Karena ketamakan dan keserakahan itulah yang menjadi hulu dari setiap masalah kerusakan lingkungan. Bermuara pada masalah sosial kemasyarakan yang mengganggu equilibrium dalam kehidupan bermasyarakat.

Kebetulan sekali tulisan ini saya buat ketika semua aktivis lingkungan sedang memperingati hari laut sedunia tepat tanggal 8 Juni 2020.  Berawal dari flyer dalam story whatsapp salah satu kawan, saya teringat rencana beberapa minggu lalu untuk menulis sebuah artikel tentang laut. Dalam artikel ini saya akan mencoba untuk mencurahkan sudut pandang saya atas sebuah refleksi hari laut sedunia dalam setting kota kelahiran saya, Lumajang.

Lumajang tidak akan pernah dapat terlepas dari sebuah wilayah geografis bernama laut. Sebagai salah satu kabupaten yang sebagain wilayah administratifnya berada di wilayah pesisir, sebagain penduduk Lumajang menggantungkan hajad hidupnya dari berbagai sumber daya yang terkandung di wilayah maritim.

Nelayan, pengelola wisata, penjual ikan bakar, pencari batu pantai, dan bahkan penambak udang adalah pihak-pihak yang menggantungkan kepulan asap dapur mereka dari sumber daya maritim. Laut – atau maritim dalam konsep yang lebih luas – tidak hanya memberikan manfaat kepada manusia dalam bentuk pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Namun laut juga menjadi penyerap gas rumah kaca terbesar dengan kontribusi miliaran mikroba yang membantu menyerap gas karbondioksida. Selain itu laut telah membantu manusia dalam menciptakan generasi berotak encer dengan menyuplai kebutuhan protein dan omega 3 dari miliaran ton ikan.

Dalam perjalanannya, telah terjadi berbagai dinamika dalam setiap proses pengelolaan wilayah maritim di Kabupaten Lumajang. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah aktivitas pertambangan pasir besi di wilayah Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian.

Aktivitas pertambangan tersebut berdampak pada rusaknya ekosistem pantai di wilayah Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar. Selain abrasi yang terjadi di wilayah pantai, masuknya air laut ke lahan pertanian warga juga berakibat pada kerusakan lahan pertanian tersebut.

Problematika aktivitas pertambangan pasir besi tersebut kemudian mencapai puncaknya ketika peristiwa meninggalnya aktivis lingkungan, Salim Kancil. Yang melahirkan tagar :

“Di tempat kami nyawa tidak semahal tambang”.

Semoga perjuangannya berganjar tempat terbaik di sisi-Nya, aamiin. Hal tersebut telah menggambarkan bagaimana manusia dengan ketamakannya telah merusak alam dengan kedok kebutuhan ekonomi.
Pada peringatan hari laut sedunia ini seharusnya menjadi momen bagi kita untuk merefleksikan kembali tentang bagaimana cara memberikan kontribusi dalam upaya konservasi wilayah laut.

Yang pastinya tanpa melupakan pemenuhan hajad hidup masyarakat. Sony Keraf dalam buku Etika lingkungan telah menjelaskan bahwa manusia adalah Aristokrat Biologis yang artinya manusia berada posisi di atas dari berbagai makhuk yang ada di alam semesta.

Artinya manusia mengemban tanggungjawab sebagai pengayom makhluk yang berposisi di bawahnya. Mungkin kombinasi antara konservasi dan pengembangan ekonomi lokal dapat menjadi opsi yang dapat dilakukan.

Kombinasi antara konservasi dan pengembangan ekonomi lokal sudah seharusnya menjadi perhatian penting bagi berbagai pihak, khususya pemerintah. Kondisi ideal itulah yang seharusnya bersama-sama menjadi target utama untuk segera diwujudkan. Tentunya dengan kolaborasi dari berbagai pihak.

Dari berbagai dinamika yang telah terjadi, ada beberapa hal yang membuat saya mulai bisa bernafas lega. Upaya konservasi dan pengelolaan wisata yang lebih serius diharapkan akan dapat memberikan dampak positif terhadap kondisi laut dan perkembangan ekonomi lokal.

Sebagai sebuah contoh adalah pengelolaan wisata dan konservasi yang dilakukan di kawasan pantai Watu Pecak Desa Selok Awar-awar. Masa kelam pertambangan pasir besi kembali membangun kesadaran berbagai pihak untuk melakukan upaya pemeliharaan lingkungan.

Pemerintah kabupaten dengan dukungan pemerintah desa dan bantuan masyarakat dalam bentuk wakaf tanah untuk wilayah konservasi telah menjadi bukti kesadaran dan keseriusan berbagai pihak untuk melakukan pemeliharaan lingkungan laut.

Keluarga Bapak Salim Kancil telah mewakafkan tanahnya untuk kepentingan konservasi. Selain itu, pemerintah Desa Selok Awar-awar juga telah memberikan perhatian yang lebih serius dalam upaya pengembangan wisata.

Terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapainya, salah satu yang dilakukan adalah dengan membentuk duta wisata. Dengan keseriusan dalam melakukan upaya pengembangan wisata terdapat sebuah keinginan mulia yaitu membangun ekonomi lokal yang lebih berdaya.

Selain satu contoh tersebut dalam sebuah pengalaman pribadi ketika momen bulan ramadhan beberapa hari lalu juga telah membuat perasaan saya berbunga-bunga. Ketika memancing di salah satu rawa berair payau di Dusun Dampar, Desa Bades, Pasirian, saya menemukan satu ekor penyu dan seekor labi-labi atau yang akrab disebut bulus oleh masyarakat lokal.

Ketika itu saya menggoda salah satu kawan untuk menangkap penyu itu. Kawan saya malah berucap “Iyo cekelen, tapi lek digepuki wong kene ojo jaluk tulung aku” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Iya silahkan ditangkap, tapi kalau dipukuli orang sini jangan minta tolong ke aku”.  Hal tersebut sedikit memberikan gambaran kepada saya tentang kesadaran masyarakat yang masih ingin menjaga kelestarian fauna penghuni kawasan laut dan pantai.

Terakhir, pada sebuah zaman dimana kebutuhan dan ketamakan manusia telah menjadi pangkal berbagai problematika lingkungan, ada sebuah harapan besar dalam lubuk hati saya agar segera muncul malaikat-malaikat tak bersayap yang bersedia untuk merawat alam ini.

Tanpa melupakan untuk mendorong diri sendiri dengan melunakkan ego pribadi untuk ikut serta menjaga dan menjamin kondisi alam agar tetap lestari. Selamat memperingati Hari Laut Sedunia. Semoga kita senantiasa berada dalam jalur bersama-sama dengan para pejuang lingkungan.

Salam Literasi!!! Salam Lestari!!!

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan