Potensi Budidaya Kerang Hijau

Perairan Timur Lampung Selatan memiliki potensi besar menjadi sumber ekonomi hijau, ekologi bagi masyarakat pesisir setempat. Peluang ekonomi pada perairan laut jadi sumber ekonomi bagi warga Dusun Sukabandar, Desa Legundi, Kecamatan Ketapang. Perairan yang memiliki daya dukung pada habitat kerang hijau jadi sumber ekonomi hijau pengembangan kerang hijau.

Amran Hadi, ketua Kelompok Nelayan Sinar Semendo, memberdayakan masyarakat pesisir setempat dengan budidaya kerang hijau atau green mussels. Budidaya binatang lunak yang hidup di laut dengan nama ilmiah Perna viridis jadi sumber penghasilan nelayan budidaya selain profesi nelayan tangkap.

Pantai yang memiliki kontur berpasir dan lumpur sebut Amran Hadi jadi habitat alami organisme kelas Pelecypoda tersebut. Golongan biota bertubuh lunak atau mollusca itu hidup secara alami oleh daya dukung lingkungan yang lestari. Pulau yang alami diantaranya Pulau Seram, Pulau Seruling jadi pelindung habitat alami kerang hijau.

Area budidaya kerang hijau di perairan pantai Agro Dusun Sukabandar, Desa Legundi, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan memanfaatkan tonggak kayu dan bambu serta ban bekas

Amran Hadi bilang peningkatan ekonomi berbasis budidaya kerang hijau semula tidak dilirik warga. Potensi muncul saat ia dan warga melihat sejumlah batang tanaman mati jadi tempat menempel hewan dengan cangkap katup sepasang atau Bivalvia tersebut. Ia mulai memasang tonggak bambu, kayu dimodifikasi dengan ban motor bekas dan tali.

Semula tonggak yang dipancangkan pada perairan berjarak belasan meter dari pantai hanya berjumlah ratusan. Selanjutnya ia menambah tonggak 1000 buah bahkan kini mencapai 7000 buah. Selain Amran Hadi, peluang budidaya diikuti oleh warga lain yang melihat peluang ekonomi hijau tersebut.

Peluang ekonomi hijau sebut Amran Hadi bukan saja karena warna hijau dengan bentuk seperti kapak tersebut. Tanpa harus menyediakan bibit, pembudidaya hanya menyediakan modal awal ban bekas, kayu dan bambu.

Modal sekitar 5 juta Rupiah untuk budidaya digunakan membeli ban bekas, tali, kayu dan alat produksi lainnya. Jangka waktu kerang hijau bisa dipanen sebut Amran Hadi bisa mencapai 5 hingga 6 bulan. Permintaan atau demand sebutnya bisa dipenuhi dengan pasokan atau supply yang lancar.

Sebab pembudidaya mulai menerapkan budidaya terjadwal yang memungkinkan panen bisa dilakukan setiap hari. Hamparan budidaya kerang hijau sebutnya telah mencapai lebih dari sepuluh hektare dari semula hanya satu hektare.

Kerang hijau atau Perna viridis usia enam bulan bisa dipanen untuk didistribusikan kepada konsumen di wilayah Jambi, Palembang dan wilayah Lampung

Profit budidaya kerang hijau sebut Amran Hadi bisa mencapai tiga kali lipat dari modal awal. Hasil tersebut dikalkulasi dari modal awal, biaya operasional dan perawatan.

Proses perawatan sebutnya dengan cara memperkuat tonggak kayu, bambu sepanjang 4 meter yang ditancapkan. Sejumlah ban yang ditali pada sejumlah tonggak yang lepas oleh ombak harus diperkuat.

Proses panen hewan berkaki pipih atau Pelecypoda itu sebut Amran Hadi jadi mata rantai ekonomi berkelanjutan. Setelah ditepikan dari lokasi budidaya, pembudidaya bisa memisahkan cangkang dari media budidaya ban bekas.

Kondisi perairan di dekat Pulau Seruling mendukung panen memakai perahu dan cukup dengan berjalan kaki. Sebab kedalaman air hanya sebatas dada orang dewasa.

Panen kerang hijau papar Amran Hadi dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama jenis kerang hijau yang dipesan lengkap dengan cangkang akan disortir oleh kaum wanita di pantai Sukabandar.

Tahap kedua pesanan daging kerang hijau tanpa cangkang akan direbus terlebih dahulu. Perebusan untuk memisahkan cangkang, daging kerang hijau menjadi nilai tambah bagi kaum wanita.

Setiap wanita yang membantu proses pengupasan cangkang kerang hijau bisa mendapat hasil  dari upah Rp 5.000 perkilogram. Selanjutnya kerang hijau yang telah direbus dan menghasilkan bagian daging bisa dijual Rp 40.000 perkilogram.

Harga pada level pembudidaya tersebut bisa menghasilkan Rp 4 juta untuk pesanan sebanyak 1 kuintal. Dikurangi upah pengupasan,  biaya operasional lain keuntungan masih bisa mencapai Rp 2 juta.

Selain pembudidaya, keuntungan bagi kaum wanita sebutnya jadi circular economy yang menghasilkan sumber lapangan pekerjaan baru. Arnasari, salah satu wanita memilih memanfaatkan peluang berjualan kerang hijau. Pada level pembudidaya ia membelinya seharga Rp 7.000 dan bisa dijual ke konsumen seharga Rp 10.000 perkilogram.

Hasil berjualan kerang hijau sebutnya jadi sumber ekonomi bagi kaum wanita. Arnasari menyebut ia bisa mendapatkan omzet ratusan ribu perhari. Hal yang sama dialami oleh sebagian wanita yang bekerja sebagai buruh sortir, kupas cangkang kerang. Peningkatan ekonomi bagi warga pesisir pantai terus berkelanjutan selama kelestarian budidaya kerang hijau dipertahankan.

Arnasari, salah satu wanita di Desa Legundi, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan memanfaatkan waktu menjual kerang hijau

Arnasari bilang kerang hijau oleh sebagian warga disebut dengan kijing. Meski produksi bisa dihasilkan setiap hari namun ia menyebut pandemi Covid-19 ikut berpengaruh pada permintaan. Semula ia kerap bisa mendapat pesanan hingga ratusan kilogram kerang hijau.

Namun berkurangnya operasional pedagang kuliner ikut menurunkan permintaan. Meski demikian permintaan tetap stabil dari konsumen di wilayah Lampung.

Pelaku usaha sektor budidaya kerang hijau lainnya bernama Leman menyebut ekonomi hijau terbuka lebar. Ia mengaku habitat alami perairan yang terjaga bebas dari pencemaran air laut mendukung kerang hijau berkembang.

Jutaan patok budidaya dikelola oleh puluhan warga yang melihat peluang ekonomi itu. Ia bahkan menyebut pembudidaya di pantai Legundi jadi pemasok utama pasar kerang hijau wilayah Sumatera.

Leman menuturkan keberadaan patok kayu sekaligus penerapan rekayasa hayati atau bioengineering. Sebab patok yang menghadang gelombang air laut berpotensi mencegah abrasi secara alami.

Selain jadi pencegah abrasi, budidaya kerang hijau menghasilkan pundi pundi uang bagi warga yang kreatif. Leman bahkan bisa memasok minimal 5 kuintal atau 500 kilogram kerang hijau sekali kirim ke Jambi, Palembang dan wilayah lokal Lampung.

Leman menyebut potensi ekonomi hijau dari budidaya kerang hijau harus tetap memperhatikan aspek lingkungan. Meski area tersebut menjadi tempat budidaya namun kawasan pantai tetap bisa jadi destinasi wisata bahari.

Kunjungan wisatawan yang menikmati suasana pantai bisa menikmati hidangan kuliner kerang hijau dalam olahan pindang, saus tiram dan olahan kuliner lezat lainnya.

Leman menyebut kearifan lokal masyarakat pesisir dalam upaya memanfaatkan pesisir dilakukan dengan meminimalisir pencemaran. Nelayan melakukan penangkapan ikan dengan perahu tanpa mesin mengurangi pencemaran dari bahan bakar dan pencemar lainnya.

Sebagai gantinya nelayan memanfaatkan perahu dengan dayung. Mempertahankan perairan laut yang lestari sebutnya akan menjaga penghasilan bagi masyarakat setempat. Pantai yang tetap lestari sebutnya terjaga oleh kearifan warga yang menghindari pembuangan sampah ke laut.

Keberadaan pulau Suling sebagai pelindung alami dari gelombang laut menjadikan tonggak budidaya kerang hijau tetap bertahan. Keberlanjutan lingkungan yang lestari bisa menjadi circular ekonomi saat kerang hijau menepi. Pembudidaya, pengepul, pengecer, pelaku usaha kuliner mendapat hasil dari kerang hijau.

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan