Memanfaatkan Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata

Mangrove sebagai ekosistem terpenting yang berada di antara zona laut dan pesisir memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Mangrove merupakan lumbung kehidupan masyarakat pesisir karena memiliki nilai ekonomis tinggi dan jutaan manfaat untuk kehidupan.

Luas hutan mangrove Indonesia pada data yang dikeluarkan oleh KLHK tahun 2015 sebesar 3.489.140,68 Ha dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 1.817.999,93 Ha. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri.

Padahal kita tau, mangrove memiliki fungsi yang strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan, karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi.

Mangrove di Muara Gembong, Bekasi (Doc: Annisa Dian N)

Dengan demikian, diperlukan adanya konservasi mangrove untuk menjaga kelestarian mangrove yang ada. Konservasi itu sendiri berasal dari kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have).

Konservasi juga dapat dipadang dari segi ekonomi dan ekologi, dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Konservasi hutan mangrove adalah usaha perlindungan, pelestarian alam dalam bentuk penyisihan areal sebagai kawasan suaka alam. Salah satu bentuk dari konservasi hutan mangrove adalah membangun ekowisata mangrove.

Ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi yang dapat menciptakan industri pariwisata. Salah satu ekowisata yang ada di Provinsi Jawa Timur tepatnya di Kota Probolinggo yaitu Beejay Bakau Resort atau biasa dikenal dengan BJBR.

Citra Satelit Beejay Bakau

Ekowisata ini menyajikan pemandangan hutan bakau, laut, dan dilengkapi dengan resort. Wisata BJBR adalah sebuah wisata hutan bakau seluas 5 hektar yang terletak di pesisir pantai. BJBR Probolinggo dibangun pada tahun 2013 dan langsung mendapat respons hangat dari para wisatawan.

Hutan bakau muara kali Banger ini pada mulanya adalah sebuah tempat kumuh yang dipenuhi dengan sampah. Kemudian ada 3 pemuda yang merupakan inisiator dari BJBR yang mengubah tempat ini menjadi ekowisata bakau yang saat ini banyak dikunjungi. Objek wisata ini dikelola oleh pihak swasta.

Ekowisata BJBR ini banyak mengudang para wisatawan untuk berkunjung. Hal tersebut tidak lain karena desain yang dibuat sangatlah unik, dimana wisatawan dapat berjalan-jalan mengelilingi hutan mangrove melalui sebuah jalan buatan yang terbuat dari kayu pohon kelapa.

Selain itu juga terdapat bangku kecil disetiap sudut belokan yang dapat digunakan untuk bersantai. Panorama objek yang ada di BJBR ini juga menarik pengunjung untuk sekedar berfoto ria. Masih banyak fungsi mangrove secara ekonomis yang dapat dirasakan warga pesisir.

Disamping itu, mangrove juga memiliki peranan penting sebagai mitigasi dari krisis perubahan iklim karena mangrove memiliki peran sebagai penyimpan karbon lima kali lipat lebih banyak di negara tropia (Murdiyarso et al., 2015).

Mangrove merupakan habitat bagi spesies laut dan darat. Di bawah air hutan mangrove menjadi lahan bertelur dan berkembang biak ikan, udang,kepiting dan reptil lainnya. Pohon dan kanopi mangrove  merupakan habitat bagi burung, serangga dan mamalia .

Kita harus menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam khususnya dalam pelestarian ekosistem mangrove. Untuk tujuan kebaikan alam ataupun kesejahteraan ekonomi .

Editor : Annisa Dian N

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan