Perikanan Berkelanjutan: Sebuah Misi Perlindungan Laut

Neptunus sedang pusing. Hasil sensus penduduk laut yang terakhir menunjukkan adanya penurunan populasi yang signifikan. Jumlah warga yang ‘pergi’ terus bertambah beberapa tahun terakhir, sejalan dengan bertambahnya jumlah spesies warga dengan label “ENDANGERED–TERANCAM”.

Bagian keamanan istana bahkan nyaris setiap jam menerima laporan kehilangan anak (anak-anak jaman sekarang pergi main kemana, sih, masa sampai lupa pulang?). Belum lagi setumpuk laporan pengaduan dari daerah-daerah terumbu karang dan pesisir, mulai dari kualitas lingkungan yang konon semakin tidak nyaman sampai wilayah hidup yang semakin mengecil.

Kalau terus begitu, bisa-bisa warganya betulan habis tak bersisa–atau minimal, istana Neptunus akan didemo oleh massa. Ngeri juga Neptunus membayangkan lautan yang seluas itu tidak ada penghuninya. Umat manusia juga pasti tidak akan terima jika asupan sumber daya alam dari laut terhenti. Bisa-bisa istana Neptunus di demo habis-habisan. Ya ampun, rasanya Neptunus mau resign saja jadi dewa laut…

Narasi di atas, tak diragukan lagi, adalah kisah fiksi karangan penulis. Tapi, bagaimana dengan kondisi laut yang disebutkan? Sudah bukan rahasia lagi jika degradasi terus terjadi pada setiap bagian dari alam, termasuk juga lautan. Zona perairan sebagai salah satu penghasil sumber daya ikan terbesar dan seringkali bersentuhan dengan aktivitas manusia saat ini berada pada situasi yang sama dengan kerajaan Neptunus.

Maka, seperti Neptunus yang selalu siap melindungi seluruh wilayah perairan beserta isinya, kita manusia juga sudah semestinya merasa bertanggungjawab atas alam di Bumi yang kita tinggali. Berangkat dari kesadaran tersebut, berbagai konsep pengelolaan ekosistem perairan mulai dirancang dan diterapkan.

Salah satunya adalah sustainable fisheries atau perikanan yang berkelanjutan, yaitu suatu konsep pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan yang bertujuan untuk menjaga agar populasi dan produksi ikan tidak menurun dan dapat terus tersedia dari waktu ke waktu (Bappenas, 2014).

Konsep tersebut diharapkan dapat mendukung pemanfaatan sumberdaya ikan secara jangka-panjang. Pihak yang terlibat dalam upaya penerapan perikanan berkelanjutan meliputi pemerintah, pelaku usaha perikanan, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tentu saja, kita semua sebagai konsumen produk perikanan.

Keberlanjutan (sustainability) sendiri merupakan istilah yang mengacu pada penggunaan metode secara sadar dan proaktif yang tidak membahayakan manusia dan lingkungan. Konsep keberlajutan dapat diterapkan dengan memanfaatkan dan mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa merusak ekosistem maupun keseimbangan ekologi yang ada di suatu lingkungan atau habitat.

Suatu kegiatan/usaha dapat mencapai tahap berkelanjutan (sustainable) apabila berlandaskan pada tiga pilar utama yang terdiri dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi, yang mana saling berhubungan.

To a great extent, sustainability is like good art, it is hard to describe but we know it when we see it.” — Ray Hilborn[2]

Mengacu pada ketiga pilar yang telah disebutkan, perikanan yang berkelanjutan tidak hanya ditujukan pada kelestarian sumberdaya ikan atau keuntungan ekonomi saja, tetapi juga keberlanjutan komunitas perikanan yang ditunjang oleh keberlanjutan institusi yang mencakup keberlanjutan perangkat regulasi, kebijakan dan organisasi.

Implementas perikanan yang berkelanjutan dapat dilakukan melalui berbagai cara dan strategi. Manajemen perikanan yang berbasis lingkungan, zona perlindungan dan konservasi (marine protected area), hukum dan undang-undang mengenai pengelolaan ekosistem laut, dan kampanye serta sosialiasi untuk meningkatkan wawasan masyarakat mengenai perikanan yang berkelanjutan merupakan beberapa program utama dalam mendukung pembangunan perikanan yang berkelanjutan.

Terdengar hebat, eh? Tentu saja. Namun, tidak sedikit juga masalah yang harus dihadapi dalam mengelola sumberdaya perikanan secara berkelanjutan, termasuk di antaranya penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan, pencemaran, hingga perubahan iklim.

Tidak akan mudah untuk mengendalikan tangan-tangan raksasa yang menggurita menyerap berbagai jenis sumberdaya dari laut. Tak peduli seberapa  pun banyaknya hukum internasional yang berteriak-teriak tentang “boleh mengambil ikan, tapi jangan rusak ekosistem!”. Pengelolaan ekosistem laut, apapun konsepnya, akan selalu menjadi PR bagi seluruh penduduk bumi.

Pembangunan perikanan yang berkelanjutan telah menjadi agenda nasional. Upaya pengelolaan laut melalui penguatan hukum adat dapat dilakukan untuk menjaga dan mengelola ekosistem perairan pesisir, terutama di daerah-daerah di mana hukum tersebut masih dijunjung tinggi.

Pembatasan wilayah dan waktu penangkapan, serta penentuan alat tangkap yang boleh digunakan juga dapat menjadi solusi untuk menekan penurunan populasi ikan hasil tangkapan di perairan tertentu. Penggunaan gawai atau perangkat digital juga diharapkan dapat berperan dalam mendukung penerapan perikanan yang berkelanjutan.

Terus, kita yang biasa-biasa saja dan bukan siapa-siapa ini bisa apa?

Banyak! Pertama dan yang paling utama, kita bisa belajar dan mencari informasi mengenai produk perikanan yang biasa ditemukan sehari-hari, misalnya ikan atau seafood lainnya. Bagaimana produk tersebut diperoleh? Apakah produsennya telah menerapkan prinsip sustainability? Jika belum, apa ada produk lain yang bisa menjadi alternatif?

Jika masih ragu, kita bisa membeli produk perikanan dari nelayan/pedagang ikan tradisional, yang mana secara tidak langsung juga mendukung keberlanjutan perikanan secara lokal. Kita bisa juga mengurangi buangan sampah plastik atau apapun yang dapat mencemari laut, dengan demikian ekosistem laut akan lebih terjaga, yang mana juga akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan populasi ikan yang lebih baik.

Dukungan untuk penerapan perikanan yang berkelanjutan juga bisa dilakukan lewat ponsel, lho. Dengan memberi donasi secara daring ke LSM/NGO yang bergerak di bidang konservasi, misalnya, kita sudah ikut berperan dalam upaya pelaksanaan perikanan yang berkelanjutan.

Cara terakhir, yang paling dan amat sangat mudah, yaitu dengan terus mencari dan menyebarkan informasi terkait perikanan yang berkelanjutan. Eits, tapi pastikan dulu informasi yang dibagikan bebas dari hoax, ya!

Ayo, kita sama-sama bantu Neptunus melindungi laut!

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan