Hari Satwa Liar Sedunia dan Pembunuh Senyap Tak Bernyawa

satwa liar sedunia

Pada peringatan Hari Satwa Liar (Margasatwa) Sedunia tahun 2024, PBB mengusung topik yakni eksplorasi inovasi digital dan menyoroti bagaimana teknologi dan layanan konservasi digital dapat mendorong konservasi satwa liar, perdagangan satwa liar yang berkelanjutan dan legal, serta hidup berdampingan antara manusia dan satwa liar, saat ini dan untuk generasi mendatang di dunia yang semakin terhubung. 

Revolusi digital global perlahan telah menurunkan hambatan terhadap tata kelola digital yang berpusat pada masyarakat dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk memanfaatkan kekuatan transformasi digital. Akan tetapi “Kesenjangan digital” masih terjadi.

Menurut PBB sekitar 2,7 miliar orang (36%) dari populasi global masih belum online. Hal itu banyak terjadi di negara-negara kurang berkembang dan negara-negara berkembang serta perempuan dan generasi muda lebih mungkin mengalami kesenjangan dalam akses internet dan keterampilan digital.

Inovasi teknologi telah menjadikan penelitian, komunikasi, pelacakan, analisis DNA, dan banyak aspek lain dalam konservasi satwa liar menjadi lebih mudah, efisien, dan akurat. Namun, akses yang tidak merata terhadap aspek digital, pencemaran lingkungan, dan penerapan teknologi tertentu yang tidak berkelanjutan masih menjadi isu penting.

Pada aspek pecemaran lingkungan, alat tangkap ikan yang terbengkalai (Ghost Gear), juga dikenal sebagai alat tangkap ikan yang ditinggalkan, hilang, dan dibuang (abandoned, lost, discard fishing gears/ ALDFG), menjadi isu penting karena telah terbukti bisa menjadi pembunuh senyap tak bernyawa.

ALDFG telah menjadi masalah yang berkembang yang telah menimbulkan kesulitan bagi konservasi dan pengelolaan laut. Baik alat tangkap pasif maupun aktif sering kali terus digunakan setelah hilang, ditinggalkan, atau dibuang (Do & Armstrong, 2023).

Efek merugikan dari ALDFG terhadap satwa liar baik spesies target dan non-target menyebabkan kerugian ekonomi dan lingkungan, yang berdampak pada keberlangsungan perikanan dan kualitas hidup masyarakat dalam hal ketahanan pangan dan mata pencaharian.

Seekor ikan Amberjack mati terjerat jaring ikan hantu di Samudera Pasifik. Great Pacific Garbage Patch adalah campuran plastik dan mikroplastik, yang kini berukuran dua kali lipat Texas, di tengah Samudra Pasifik Utara.

Alat tangkap hantu (Ghost Gear/ALDFG) merupakan ancaman signifikan bagi habitat laut dan satwa liar di laut, terutama habitat sensitif dan spesies-spesies yang terancam punah.

Alat tangkap hantu, seperti halnya akumulasi sampah laut, dapat mengubah dan mendegradasi habitat laut melalui kerusakan fisik yang disebabkan oleh abrasi, geseran, atau pembekapan, dan dapat mengubah komposisi fisik dan kimiawi dari sedimen laut.

Kerusakan fisik mengurangi kualitas habitat laut dan dapat merusak area makan yang kritis, tempat berkembang biak (seperti tempat bertelur penyu dan burung laut), pembibitan dan tempat berlindung yang digunakan oleh berbagai macam organisme berbeda yang menempati habitat ini.

Habitat yang terdegradasi mengurangi ketahanan satwa laut dan kemampuan mereka untuk bertahan hidup, dan pada akhirnya dapat mengubah ekosistem laut yang kompleks dan mengurangi keanekaragaman hayati lokal.

Sebagian besar ALDFG tidak dapat terurai di dalam air. Penangkapan ikan hantu (Ghost Fishing) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena ini, yang telah dikaitkan dengan peningkatan kematian ikan, kerugian finansial, dan konsekuensi yang merugikan pada ekosistem bentik (Do & Armstrong, 2023).

Penemuan sampah jaring/ jaring hantu di Garbage Patch Samudra Pasifik.

Beberapa perairan yang terancam oleh kehadiran jaring hantu adalah Laut Arafura, yang terletak di antara Australia bagian utara, Indonesia, Timor-Leste, dan Papua Nugini. Kapal-kapal penangkap ikan dari yurisdiksi legal dan ilegal merupakan sumber ALDGF.

Penangkapan ikan dengan pukat harimau mendominasi di daerah tersebut hingga saat ini. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah disahkan pada tahun 2015.(Hardesty et al., 2021)

Mulai tahun 2018, peraturan ini melarang semua penangkapan ikan dengan pukat harimau di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Laut Arafura. Sebagai hasilnya, masuk akal untuk mengantisipasi pengurangan penggunaan alat tangkap hantu.

Baik nelayan lokal maupun kapal asing yang mencuri ikan dari wilayah laut Indonesia terlibat dalam penangkapan ikan IUU di laut Indonesia, termasuk di sebagian wilayah Laut Arafura. Penghapusan “alat tangkap hantu” ALDGF pada sumbernya adalah salah satu cara penggunaan tindakan penanggulangan penangkapan ikan IUU dapat membantu ekosistem (Hardesty et al., 2021).

Sebuah studi tahun 2016 tentang dampak plastik laut terhadap satwa liar menemukan bahwa 45% spesies yang terdaftar dalam daftar merah IUCN, spesies yang terancam dan yang terancam punah telah dilaporkan termasuk tertelan atau terjerat dalam jarring hantu.

Laporan tentang hewan laut yang terdampar secara teratur termasuk alat tangkap peralatan memancing di antara plastik yang ditemukan di perut mereka, termasuk kasus baru-baru ini tentang paus sperma hamil yang ditemukan di Italia dengan dengan lebih dari 20 kilogram plastik, termasuk jaring dan tali pancing di dalam perutnya (Greenpeace, 2019).

Meskipun data spesifik mengenai jaring hantu di Indonesia mungkin berbeda-beda, jelaslah bahwa masalah ini ada dan membutuhkan perhatian serta penanganan yang serius.***

Baca juga: Ancaman Pemutihan Karang Massal di Tahun 2024, Mengapa Bisa Terjadi?

Editor: J. F. Sofyan

Referensi:

Butler, J. R. A., Gunn, R., Berry, H. L., Wagey, G. A., Hardesty, B. D., & Wilcox, C. (2013). A Value Chain Analysis of ghost nets in the Arafura Sea: Identifying trans-boundary stakeholders, intervention points and livelihood trade-offs. Journal of Environmental Management, 123, 14–25. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2013.03.008

Do, H. L., & Armstrong, C. W. (2023). Ghost fishing gear and their effect on ecosystem services – Identification and knowledge gaps. Marine Policy, 150. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2023.105528

Hardesty, B. D., Roman, L., Duke, N. C., Mackenzie, J. R., & Wilcox, C. (2021). Abandoned, lost and discarded fishing gear ‘ghost nets’ are increasing through time in Northern Australia. Marine Pollution Bulletin, 173. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2021.112959

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan