Penyu yang Terancam

Sebagai negara bahari Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman hayati laut yang melimpah. Salah satu kekayaan fauna laut Indonesia adalah penyu yang merupakan hewan laut yang terancam punah dan enam dari tujuh spesies penyu yang tersisa di dunia ada di Indonesia.

Keenam spesies penyu tersebut antara lain penyu belimbing (Dermochelis coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu pipih (Natator depressa), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea).

Seluruh jenis penyu tersebut telah masuk ke dalam Daftar Apendik I CITES (Convension on International Trade of Endangered Species). Konvensi tersebut melarang seluruh bentuk perdagangan internasional atas semua produk yang berasal dari penyu, baik itu berupa telur, daging, maupun cangkangnya. Saat ini, spesies penyu telah mengalami penurunan jumlah populasi, bahkan beberapa spesies terancam kepunahan.

Secara alamiah, hanya satu dari seribu tukik penyu yang akan mencapai usia dewasa akibat predator. Tetapi alam telah mengimbanginya dengan ratusan telur yang mampu di tetaskan oleh seekor penyu dewasa. Namun yang tidak dapat diatasi oleh penyu adalah tekanan antropogenik berupa terperangkap alat tangkap, perburuan liar dan perubahan iklim.

Begitu tiba di lautan, tukik penyu takkan pernah berhenti berenang, terus bergerak dalam keabadian. Silsilah penyu berasal lebih dari 100 juta tahun yang lalu, yang bahkan lebih tua dari dinosaurus. Penyu adalah penjaga keseimbangan lautan.

Begitu tiba di lautan, tukik penyu tak akan pernah berhenti berenang. / Foto: Fahreza Ahmad

Salah satu makanan penyu adalah lamun yang hidup dalam lingkungan laut dangkal. Adanya penyu menjadikan keberadaan lamun di lautan yang tidak terlalu rimbun dan akan memperlancar arus laut dan sinar matahari yang masuk kedalam lautan. Selain lamun, penyu sisik juga menjadikan spons sebagai makanannya.

Aktivitas makan ini dapat mencegah meningkatnya jumlah spons pada ekosistem terumbu karang sekaligus akan membuat terumbu karang memperluas koloninya. Sebaliknya, apabila populasi penyu menurun, maka populasi spons akan meningkat dan akan merubah struktur ekosistem terumbu karang. Spons memiliki pertahanan fisik dan kimia yang dapat menghalangi sebagian besar mamalia air dan ikan untuk memakan spons. Dengan adanya penyu yang mencabik permukaan spons maka nutrisi yang dimiliki spons akan terbuka keluar dan dimakan oleh spesies laut lainnya yang tidak dapat membuka lapisan luar spons.

Tukik penyu jenis Lekang tengah diukur lebar cangkangnya di stasiun penangkaran pantai Lampuuk, Aceh Besar. / Foto: Fahreza Ahmad

Selain habitat lautan, penyu juga berperan menjaga habitat di darat, yaitu habitat bertelur penyu. Telur-telur penyu yang tidak menetas dapat menambah nutrisi seperti nitrogen, fosfor dan kalium yang dapat membantu pertumbuhan vegetasi sehingga dapat menaikkan stabilisasi pada wilayah tersebut.

Saat naik ke daratan untuk bertelur, penyu memilih lingkungan pantai berpasir yang heterogen dan relatif luas untuk membuat sarang telurnya. / Foto: Fahreza Ahmad

Manusia telah mengubah bentang Bumi secara dramatis sehingga sebanyak satu juta spesies tumbuhan dan hewan kini terancam punah, menimbulkan ancaman mengerikan bagi ekosistem yang menjadi sandaran hidup manusia di seluruh dunia.

Pemanasan global menjadi bahan bakar utama dalam menekan penurunan jumlah satwa liar, dengan meningkatkan iklim global di mana banyak mamalia, burung, serangga, ikan, dan tumbuhan berevolusi untuk bertahan hidup. Ketika digabungkan dengan cara lain manusia merusak lingkungan, perubahan iklim mendorong semakin banyak spesies mendekati kepunahan.

Laut mendominasi pembentukan pola cuaca global dan krisis iklim telah menyebabkan perubahan besar dan merusak pola tersebut. Lebih dari 90% kelebihan panas yang terperangkap di atmosfer akan diserap di lautan. Lautan yang lebih panas akan mendorong cuaca ekstrem serta membahayakan kota-kota pesisir.

Upaya konservasi penyu di Indonesia telah diatur melalui UU  No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, UU  No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP  No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Salah satu upaya mengejawantahkan amanat dari Undang-Undang dan peraturan tersebut adalah dengan membangun stasiun-stasiun pembinaan dan pelestarian penyu di berbagai wilayah di Indonesia.

Tukik penyu belimbing yang baru menetas merayap keluar dari permukaan pasir pantai di stasiun penangkaran Pantai Babah Dua, Lampuuk, Aceh Besar. / Foto: Fahreza Ahmad

Beberapa tantangan mendasar yang kerap dihadapi para pelaku konservasi penyu antara lain, tidak optimalnya upaya konservasi yang sudah diprogramkan akibat terbatasnya anggaran operasional dan jumlah petugas.

Meskipun banyak masyarakat yang bersikap kooperatif mendukung upaya pelestarian penyu dengan menyerahkan telur penyu ke stasiun konservasi setelah dikumpulkan dari sarang tetapi kurangnya keterampilan dalam penanganan membuat probabilitas penetasan telur penyu menjadi jauh berkurang ketimbang penetasan secara alamiah.

Belum lagi dengan adanya kepercayaan diantara masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi bahwa mengonsumsi telur penyu akan mampu meningkatkan stamina, melancarkan peredaran darah serta mengobati sesak nafas. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang masih berpendapat bahwa ekploitasi telur penyu justru memiliki dampak positif secara ekonomi dan wisata yang berdampak pada meningkatnya penghasilan.

Stasiun Penangkaran penyu di Pantai Babah Dua, Aceh Besar yang juga merupakan lokasi wisata. / Foto: Fahreza Ahmad

Jarangnya frekuensi sosialiasi membuat persepsi masyarakat menjadi tidak akurat terkait dampak kesehatan, dampak lingkungan dan dampak hukum dari konsumsi dan eksploitasi telur penyu. Dibutuhkan kajian ekowisata dan eduwisata untuk mengurangi ekploitasi telur penyu di sekitar kawasan konservasi yang secara bersamaan juga dapat memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat.

Telur penyu yang diperdagangkan di pasar tradisional Banda Aceh. Berdasarkan data WWF, di Indonesia telah terjadi perdagangan telur penyu serta tukik yang dimanfaatkan sebagai obat. / Foto: Fahreza Ahmad

Dengan adanya berbagai upaya sosialisasi diharapkan dapat menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya pelestarian spesies penyu di Indonesia yang pada akhirnya akan menyelamatkan laut Indonesia dari bahaya kepunahan spesies-spesies yang hidup di dalamnya.***

Baca juga: Genggaman Pemuda Dalam Spektrum Perikanan Maluku Utara

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan