Masyarakat Pesisir: Derita yang Direstui Zaman?

Indonesia merupakan negara yang disatukan oleh gugusan kepulauan (archipelago state), baik kepulauan besar ataupun kecil. Hal tersebut, menjadikan Indonesia memiliki wilayah perairan yang begitu luas, yaitu mencapai 3.257.357 Km2 dan memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia 61.000 Km.

Banyaknya pulau dan luasnya wilayah perairan bergaris lurus dengan banyaknya masyarakat yang hidup di daerah pesisir. Masyarakat yang hidup di pesisir tentu mengharapkan penghidupan dari kekayaan wilayah perairan bangsa ini, tetapi tidak jarang hanya kenyataan pahitlah yang direngkuh.

Kehidupan sebagai masyarakat pesisir, bukanlah kehidupan yang mudah. Bergantung pada alam dan beberapa sentimen yang memengaruhinya adalah hal yang lumrah dilakukan. Jika profesi masyarakat pesisir sebagai seorang nelayan tentu ia akan mengharapkan tangkapan yang melimpah untuk dijual di darat, tetapi realita tidak selalu indah begitu, kadangkala ketika cuaca buruk melanda jangankan hasil melaut yang melimpah, pergi ke laut pun nelayan tidak berani.

Tidak sedikit pula nelayan yang meregang nyawa atau resiko paling kecil, yaitu perahunya karam di perairan karena memaksakan tetap melaut, meskipun cuaca sedang buruk.

Keadaan di rumah-rumah pesisir pun agaknya mengkhawatirkan ketika cuaca buruk melanda, selain masalah kualitas rumah seperti tingkat layak huninya yang cenderungm rendah, ombak tinggi pun menjadi ancaman. Tidak sedikit rumah-rumah apung di pesisir bergoyang-goyang bahkan hanyut ketika ombak ganas menerjang.

Selain disebabkan oleh cuaca buruk, hadirnya pulau buatan atau reklamasi pun agaknya menjadi musuh dari masyarakat pesisir. Dampak dari kehadiran pulau buatan yang jaraknya cenderung dekat dengan pantai, membuat air laut menjadi keruh karena sedimen material pasir dan material pembangunan pulau reklamasi dipercaya menjadi penyebab yang telah menjauhkan sumber penghidupan mereka, yaitu ikan dari tempat yang sediakala masih dapat ditemukan.

Nelayan harus melaut dengan jarak yang lebih jauh jika ingin membawa pulang hasil laut, tentu hal tersebut akan meningkatkan ongkos melaut karena membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak dari sebelumnya.

Perkembangan zaman secara ironi membuat berkembangnya pula ancaman terhadap masyarakat pesisir. Daerah daratan pesisir kerap kali menjadi permukiman manusia karena terdapat berbagai Sumber Daya Alam (SDA) yang mudah ditemukan di daratan pesisir.

Hal tersebut, mengundang para pebisnis untuk membangun berbagai industri yang mana kehadirannya merupakan pertanda yang baik, selain karena dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir yang penghasilan utamanya dari hasil laut dapat juga diasumsikan bahwa keanekaragaman alam tanah air telah dimanfaatkan dengan baik. Namun, tidak jarang kedapatan jika industri yang berada di daratan pesisir membuang limbah industrinya ke laut, tanpa melalui pengolahan yang semestinya sebelum dialirkan ke laut.

Tindakan tersebut dapat merusak beragam sumber daya alam perairan tanah air dan dapat merugikan masyarakatn pesisir karena rusaknya ekosistem perikanan karena perairan yang tercemar.

Ekosistem laut yang kompleks agaknya amat peka terhadap gangguan terutama wilayah pesisir yang terdapat berbagai ekosistem akuatik yang beragam sifat dan kondisinya. Eksploitasi wilayah pesisir secara besar-besaran apalagi tanpa memperhatikan kondisi ekologi dan tanpa perencanaan yang baik, secara potensial dapat merusak ekosistem. Alibi pengelolaan alam yang beraneka ragam dalam seketika dapat berubah menjadi pengerusakan alam secara terencana.

Naiknya tingkat permukaan air merupakan ancaman selanjutnya oleh perkembangan zaman terhadap masyarakat pesisir.

Tim Chasing The Shadow berfoto dengan membentangkan spanduk di depan SD yang tenggelam yang terendam banjir rob di Desa Pantai Bahagia, Bekasi, pada Selasa, 18 Oktober 2022. / Foto: Veri Sanovri

Meningkatnya permukaan air laut setiap tahun dan turunnya permukaan daratan merupakan kombinasi yang tepat untuk mengancam masyarakat pesisir secara jangka panjang. Hal tersebut, disebabkan oleh wilayah air yang bersuhu hangat meluas, melelehnya gletser di kutub, dan mencairnya es membuat volume air laut secara eksponensial meningkat.

Naiknya permukaan air laut dikhawatirkan tidak dapat dihindari lagi. Menjadi ancaman nyata bagi masyarakat pesisir dan negara karena meskipun ancamannya merupakan jangka panjang, tetapi harus segera dilakukan upaya preventif dan penanganan karena ancaman seperti banjir rob akan selalu ada dan menambah derita bagi masyarakat pesisir sepanjang waktu.

Potensi tenggelamnya sejumlah daerah selain pesisir juga semestinya dipertimbangkan, seperti Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang diproyeksikan akan tenggelam jika permukaan air laut terus meningkat tanpa diiringi pencegahan dan penangan serta terus menurunnya tingkat permukaan tanah.

Permukiman di daratan pesisir pun menyumbang presentase yang cukup signifikan bagi derita yang dialami. Eksploitasi wilayah pesisir secar eksponensial kerap mengakibatkan pencemaran air laut oleh limbah rumah tangga dan industri yang bisa saja berdampak pada terjadinya abrasi dan kehilangan sumber daya kelautan.

Selain itu, kerusakan lingkungan pesisir ditenggarai pula oleh kegagalan penanggulangan permasalahan lingkungan oleh stakeholder setempat sehingga tercipta konflik antara masyarakat dan pihak yang bertanggung jawab atas derita yang mereka rasakan. Semestinya pemerintah bidang terkait memberi atensi terhadap masalah ini.

Masyarakat pesisir juga bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki hak yang sama dengan masyarakat yang hidup di daerah perkotaan dan pegunungan. Hak tersebut membersamainya sejak lahir hingga liang lahat yang wajib dipenuhi oleh pemerintah.

Derita masyarakat pesisir harus disudahi dengan beragam cara yang sudah semestinya dilakukan oleh berbagai pihak yang bertanggung jawab.***

Baca juga: Komoditas Ekspor Pasir Laut Bangkit, Siapa yang Diuntungkan?

Editor: J. F. Sofyan

Referensi:
Difa, Y. (2016, April 13). Derita Nelayan Seiring Reklamasi Pantai Jakarta. Dipetik Mei 2023, dari Antara News: m-antaranews-com
Fajar, J. (2022). 1001 Cerita Duka Masyarakat Pesisir. Dipetik Mei 2023, dari Mongabay: www-mongabay-co-id
Greenpeace. (n.d.). Retrieved from media.greenpeace.org
Qualie, I. (2021, 12 16). Permukaan Laut Naik Lebih Cepat Sejak Dekade Silam . Dipetik Mei 2023, dari DW: amp-dw-com.
Rahmah, A. (2020, Desember 14). Derita Nelayan Akibat Cuaca Ekstrem, Kapal Rusak hinga Tambak Terendam Rob. Dipetik Mei 2023, dari Liputan 6: www-liputan6-com
Stekom. (2022, Juny 1). Pengaruh Pemanasan Global Terhadap Kenaikan Permukaan Air Laut. Retrieved Mei 2023, from P2k Stekom: P2k.Stekom.ac.id

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan