Teluk Youtefa : Teluk di Kota Jayapura yang Terancam

Teluk Youtefa terletak di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Teluk ini sangat terkenal dengan potensi pemandangan alam laut yang indah, sehingga pada Tahun 1996 ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam sesuai surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 714/Kpts-II/1996 dengan luas 1.675 Ha.

Sebagai taman wisata alam sangat penting untuk dijaga kelestarian alamnya, karena salah satu potensi sumber daya alam yang terdapat di kawasan Teluk Youtefa adalah hutan mangrove yang berada di beberapa kampung, antara lain Tobati, Enggros, Nafri dan Entrop.

Sebuah teluk yang menjadi kebanggaan Kota Jayapura, Teluk Yotefa terlihat indah jika difoto lewat udara (drone).  Teluk ini juga menjadi tameng bagi masyarakat khususnya yang tinggal di Distrik Abepura. Bagaimana tidak jika tak ada teluk yang menutup hampir setengah kawasan perairan Humbold maka ombak laut dari lepas bisa saja menghantam bagian pesisir

Teluk Yotefa terlihat indah jika difoto lewat udara

Distrik Abepura ada sebuah pasar yang namanya Pasar Yotefa. Lokasinya sangat dekat dengan pinggiran laut, hanya sekitar 300 meter. Nah posisi pasar ini sendiri jika dilihat  dari permukaan air laut ternyata lebih rendah. So.. sudah bisa dibayangkan bagaimana ancamannya jika air laut naik dan tidak ada sekat atau dataran pembatas. Bencana pasti terjadi. Nah Teluk Yotefa ini selain terlihat indah ternyata  secara alami tercipta untuk menahan tekanan air laut terlebih ombak dari laut lepas.

Hanya sayangnya, tak banyak yang tahu jika di Teluk Yotefa sendiri ada titik yang sangat tipis bentangan daratannya. Hanya sekitar 70 meter dari bibir pantai. Ini tak lepas dari proses abrasi dan hilangnya benteng terbaik abrasi, mangrove.

Jadi setelah Presiden Joko Widodo meresmikan Jembatan Yotefa tahun 2018 lalu, saat ini di teluk telah terhubung akses jalan dua arah dari Distrik Jayapura Selatan menuju Distrik Muara Tami. Dampaknya, banyak bangunan yang dibangun di lokasi tersebut. Yang jadi soal adalah semangat pembangunan ini tak sebanding dengan konsep pengelolaan lingkungan. Alhasil titik yang disebut Mendug  atau Brubre ini semakin terancam.

Proses mencari lumpur untuk diisi ke dalam karung sebelum menanam bibit mangrove

Mirisnya lagi lokasi paling tipis ini berada hanya beberapa meter dari salah satu venue pelaksanaan PON Papua, Venue Dayung. Untungnya beberapa pemuda dari Kampung Engros Distrik Abepura berinisiatif untuk menitipkan beberapa bibit mangrove untuk ditanam dilokasi  tadi.

“Sangat mengkhawatirkan. Bentangannya pendek sekali  dan kami pikir jika tidak dibantu dengan penahan abrasi maka lokasi ini terancam putus sehingga kelompok pemuda peduli kami kerahkan untuk menanam di lokasi ini” kata Septinus Hanasbey, Plt Kepala Kampung Engros.

Hanya saja cara menanamnya sedikit berbeda karena  air pasang ternyata cukup tinggi sehingga bibit yang disiapkan juga minimal berukuran 40 Cm dan bibit ini dimasukkan ke dalam karung kemudian karung tersebut dipatok menggunakan bambu agar tidak roboh terbawa arus.

Seorang anak usia dini ikut menanam pohon mangrove di lokasi Mendug

Ia menyampaikan bahwa ini harus segera diproteksi karena ketinggian tanah dari permukaan air juga sangat rendah. “Jika  semakin mengecil maka peluang putus semakin terbuka” bebernya. Dari apa yang dilakukan ini ia berharap ada ada penanaman berikutnya dan boleh siapa saja yang menanam. “Boleh siapa saja menanam bakau disini  kami pikir itu bagian dari upaya menjaga agar teluk ini  tetap terjaga dalam posisinya” tutup Septinus.

Meskipun masyarakat setempat terus berupaya melestarikan hutan perempuan, ancaman masih saja menghantui ekosistem bakau di dalamnya. Selain desakan pembangunan dan pertumbuhan jumlah penduduk, sampah menjadi ancaman yang paling berbahaya untuk mangrove hutan perempuan.

Sampah merusak hutan dan ini juga menjadi kendala besar yang dihadapi karena sampah-sampah ini mencemari habitat bia, ikan, udang dan kepiting. Hasil tangkapan bia masih bisa diperoleh. Tetapi banyak sampah di air lumpur mengganggu tangkapan.

Harus ada tindakan nyata dan sinergi yang kuat untuk menyelamatkan ekosistem Teluk Youtefa!

Editor : Annisa Dian Ndari

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan