Bangkit (Rise Up) – Chapter 2: Cerita Deeva, Pelukis Berbakat Aceh Penyintas Tsunami 2004 Silam

Film semi dokumenter yang menampilkan beberapa saksi korban tsunami Aceh 2004 lalu, yang kini sudah bangkit dan tumbuh menjadi orang-orang yang hebat.

Mengenal sosok Deeva Darmawan, wanita muda yang telah berhasil bangkit dari masa kelam bencana Tsunami 2004 lalu, sosok Deeva sapaan akrabnya, sangat kental dengan karya  lukisan. Cenderung Fauvisme, lukisannya menebarkan kebebasan berekspresi, banyak objek lukisan yang terlihat  kontras dengan aslinya.

Dalam film Rise Up- Bangkit yang diproduksi oleh Literasi Visual, sosok Deeva seorang gadis remaja yang kini memiliki bakat sebagai seniman lukis di bumi Aceh.

Sosok Deeva Darmawan. / Foto: Dok Literasi Visual

Namanya  Deeva Darmawan umur 20 tahun, kegiatan sehari-harinya kuliah dan menerima pesanan untuk menggambar serta membantu membuat kue orangtuanya.

Hobi menggambarnya mulai terlihat saat ia masih dibangku sekolah, ia sering mengisi waktu dengan menggambar, ya apapun yang ada dalam benaknya akan dia visualisasi kedalam bentuk gambar dalam secarik kertas.

Kalau di kelas ia lebih sering menggambar di belakang buku, dan menyadari memiliki bakat di bidang menggambar, ia pun mulai menseriuskan menggambarnya.

Di masa SMU, ia mulai menggambar dinding, tembok dan ruang publik, bersama teman-temannya menghias tembok kota dengan muralnya.

Sejak dari situ, ia pun aktif menggambar bersama komunitas barunya.

Dalam pandanganya, terkait menemukan ide, gagasan atau tema gambar itu hal yang tersulit didapatkannya, ditambah lagi manajemen mood yang menentukan hasil karya yang dia buat.

Menurut Deeva, kalau kita ada ide menggambar tapi sedang  tidak mood itu tidak bisa dan hasilnya pasti jelek,  sama juga kalau kita ada mood tapi gak ada ide, dan kita memaksakan untuk menggambar, apapun yang dibuat pasti tidak jadi apa apa.

Terkait penghargaan atau apresiasi dari para pihak terkait, Deeva merasa sangat kurang dirasakannya.

Penghargaan untuk menggambar itu kurang, apalagi untuk karya lukisannya yang lebih Fauvisme, “Ya kalau dilihat makna gambarnya kurang bukan gambar yang realis atau gambar-gambar nyata gitu, jadi masih tidak dianggap agak,”katanya.

Penerimaannya karyanya masih belum terlalu dirasakannya, Dia pun berharap, kedepannya agar ada dibuat wadah yang lebih besar untuk perkumpulan para pelukis muda, baik untuk media komunikasi ataupun media pembelajaran bersama.

“Biar hasil-hasil lukisan itu tidak terabaikan begitu aja, bisa dipamerkan bersama dan dibuat pelelangan gitu,” harapnya.

Terkait trauma menjadi penyintas Tsunami yang dirasakannya, ia menjelaskan bahwa, trauma itu sudah tidak ada lagi, cuma Deeva kan sekarang kuliah di kelautan, jadi ketika ada pelajaran-pelajaran yang memang harus kelaut itu kayak menyelam dan berenang itu agak susah.

“Deeva gak trauma cuma kalau udah di dalam air itu yang kayak nahan nafas panik sendiri, “ jelasnya.

Namun yang menarik dari Deeva adalah, sebagai gadis yang menjadi penyintas Tsunami masih memiliki ketertarikan belajar tentang laut, dan dibuktikan dengan mengambil kuliah di Fakultas Kelautan Universitas Syiah Kuala saat ini.

Deeva Darmawan, Pelukis Berbakat Aceh Penyintas Tsunami 2004 Silam. / Foto: Dok Literasi Visual

Saat Tsunami tahun 2004 lalu, Deeva berusia tiga tahun dan tinggal di Gampong Cadek Kecamatan Baitusalam Kabupaten Aceh Besar, namun saat ini Deeva bersama keluarga nya lebih memilih tinggal di kampung halaman orangtuanya.

Deeva menerangkan alasanya kembali Gampong (Desa) Lambung, karena  Gampong tersebut merupakan gampong asal orang tuanya.

Orang tua dan neneknya memang berasal dari gampong Lambung ini , karena itu ia dan keluarganya  balik ke kampung asal orang tuanya tersebut.

Selain kuliah, dan menyelesaikan orderan menggambarnya, Deeva juga tergolong ringan tangan, tak sungkan membantu keluarganya untuk berjualan.

Kejadian Tsunami itu terbayang dalam ingatannya, namun apa yang harus ia persiapkan untuk masa depan adalah hal yang telah pasti  dan baginya.

Berikut ini dokumenter Rise Up – Bangkit yang diproduksi oleh Literasi Visual dan bisa anda simak.

Baca juga: Bangkit (Rise Up) – Chapter 1: Cerita Pak Edy Lelaki Paruh Baya dan Jam Tangan Merek Alba

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan