Keindahan Wisata Parangtritis, Potensi atau Bencana?

Parangtritis merupakan objek wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan ketika berkunjung ke Jogja.

Keindahan pantai, pemandangan bukit dan deburan ombak menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan. Bahkan ada yang mengatakan tak lengkap rasanya jika berkunjung ke Jogja namun tidak menikmati keindahan wisata bahari ini.

Parangtritis

Hal tersebut memunculkan masalah baru yakni menumpuk nya sampah di bibir pantai yang dapat mencemari dan merusak biota laut yang hidup di sekitar pantai.

parangtritis

Penumpukan sampah di suatu objek wisata merupakan hal yang sering terjadi. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat kesadaran pengunjung mengenai kebersihan lingkungan masih sangat minim.

Padahal pantai Parangtritis merupakan objek destinasi wisata bahari menyimpan banyak keindahan namun harus tercoreng dengan keberadaan sampah yang berserakan.

paranngtritis

Banyak kehidupan ekonomi masyarakat yang terbantu dengan adanya destinasi wisata ini, mulai dari fotografer, penyewaan kuda, penyewaan tempat duduk, persewaan motor trail dan gip.

Oleh karena itu, keberadaan sampah di tempat wisata harus diatasi karena banyak kehidupan yang harus terus dijaga.

Dilansir dari Tempo.co pada bulan maret 2021 sempat Viral Pantai Parangtritis Penuh Sampah, ada sekitar 31 Ribu Wisatawan berkunjung.

Sebuah video diunnggah Akun Instagram @pendakilawas di Pantai Parangtritis yang jadi primadona wisata Yogyakarta bagian selatan yang penuh sampah berserakan di sepanjang pantainya. Dalam video itu tertulis keterangan gambar diambil pada 11 Maret lalu.

“Nyai Roro Kidul menangis melihat ini,” tulis si pengunggah dalam video itu disertai ekspresi gambar wajah menangis.

Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo menyebut berdasarkan pantauannya dari aplikasi pendata wisatawan, Visiting Jogja, pada 11 Maret kunjungan wisata ke Yogya khususnya di Pantai Parangtritis memang membludak.

“Saat hari Isra Miraj 11 Maret itu ada 27 ribu wisatawan yang datang. Kemudian pada Minggu 14 Maret yang datang sebanyak 31 ribu lebih,” katanya.

Singgih mengatakan lonjakan kunjungan wisatawan pada libur akhir pekan yang bertepatan dengan Isra Miraj dan Nyepi ini cukup drastis dibandingkan hari biasa. Saat hari libur biasa, jumlah wisatawan hanya 3 sampai 7 ribu per hari.

“Destinasi wisata favorit wisatawan tetap pantai,” ujarnya.

Dinas Pariwisata DIY meminta kesadaran wisatawan yang datang agar selain tertib protokol kesehatan, tetap disertai kesadaran menjaga kebersihan lingkungan.

“Paradigma wisata saat ini sudah berbeda dengan dahulu, kini wisatawan juga harus berwawasan lingkungan yang sehat dan kebersihan destinasi tak hanya tanggung jawab petugas kebersihan,” kata Singgih.

Dinas Pariwisata DIY akan mengevaluasi kejadian di Pantai Parangtritis itu dan menjadikannya pelajaran untuk antisipasi masa masa libur berikutnya.

Sebab saat ini, tren wisata outdoor di Yogyakarta seperti kawasan pantai dan gunung makin jadi favorit karena dianggap lebih minim potensi penularan Covid-19.

Sinergi Melawan Masalah Sampah di Kawasan Wisata Bahari

Upaya pencegahan pencemaran sampah di kawasan wisata bahari tidak hanya tanggung jawab pemerintah namun juga semua komponen masyarakat yang terlibat seperti pengelola atau pelaku usaha serta wisatawan di kawasan wisata bahari.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui Permen Parekraf No. 5 Tahun 2020 mendorong seluruh pengelola kawasan dan pelaku usaha wisata bahari untuk berkontribusi mencegah pencemaran sampah terutama sampah plastik.

Pengelola kawasan wisata bahari yang umumnya adalah pemerintah daerah setempat atau pelaku usaha pariwisata harus melakukan upaya pencegahan pencemaran sampah melalui pengurangan dan pengelolaan sampah.

Menurut Kemenparekraf (2020), pengelola kawasan wisata bahari wajib untuk menyediakan fasilitas pengelolaan sampah yang memadai dimulai dari pewadahan, pengangkutan hingga fasilitas pengelolaan sampah plastik.

Lebih jauh, pengelola juga wajib untuk memberikan arahan kepada wisatawan untuk membatasi jumlah dan jenis barang yang dibawa serta bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan.

Saat ini masih sedikit pemerintah daerah atau pelaku usaha pariwisata yang membuat pedoman atau peraturan tentang pencegahan pencemaran di kawasan wisata bahari di daerah masing – masing. Fasilitas pengelolaan sampah di kawasan wisata bahari di beberapa daerah juga belum maksimal.

Sebagai contoh, fasilitas pewadahan sampah yang ada di Pantai Kenjeran Surabaya tidak tersebar merata sehingga masih terdapat sampah yang dibuang sembarangan. (Bahri, Rizal. dkk. 2020). Oleh karena itu, perlu adanya komitmen yang tinggi bagi pemerintah daerah atau pelaku usaha pariwisata untuk melakukan pencegahan pencemaran sampah di kawasan wisata bahari melalui pembuatan aturan atau pedoman bagi wisatawan serta menyediakan fasilitas pengelolaan sampah yang merata dan memadai.

Terlepas dari adanya aturan atau pedoman pencegahan pencemaran sampah dan fasilitas pengelolaan sampah yang memadai, wisatawan memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga kebersihan kawasan wisata bahari.

Sebagai penghasil sampah, wisatawan dapat membatasi sampah yang dihasilkan melalui penggunaan barang guna ulang seperti peralatan makan, tas dan masker. Jika wisatawan tidak menemukan tempat pewadahan sampah maka wisatawan dapat menyimpan sampahnya terlebih dahulu untuk dibuang di tempat lain yang terdapat tempat pewadahan sampah.

Upaya ini sangat penting untuk mencegah pencemaran sampah terutama di kawasan wisata bahari yang belum memiliki fasilitas pengelolaan sampah yang tidak memadai ataupun di kawasan wisata bahari yang tidak terkelola.

Pada akhirnya, perlu adanya sinergi antara pemerintah, pihak pengelola atau pelaku usaha pariwisata serta wisatawan dalam melawan pencemaran sampah di kawasan wisata bahari untuk menciptakan kondisi yang berkelanjutan yang bermanfaat bagi ekonomi, sosial dan lingkungan wisata bahari.

Baca selengkapnya 

Editor: J. F. Sofyan

Sumber: Tempo.co

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan