Pekan Budaya Bersih dan Senyum di Labuan Bajo

Pertengahan bulan Desember 2016, Saya (Lutfhi) dan teman saya (Habib) diberi kesempatan untuk hadir di acara Pekan Budaya Bersih dan Senyum di Labuan Bajo, NTT.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kemenko Maritim bekerjasama dengan Indonesia Waste Platform (IWP).

Secara keseluruhan, kegiatan ini membahas isu tentang sampah di laut dimana Labuan Bajo merupakan salah satu 10 destinasi yang di incar para wisatawan.

Selain tempat wisata menghasilkan dampak positif (peningkatan devisa Negara, peningkatan pendapatan daerah), terdapat dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas pariwisata salah satunya adalah ‘sumbangan’ sampah di laut.

Kegiatan pekan Budaya Bersih dan Senyum ini terdapat beberapa agenda kegiatan mulai tanggal 7 -10 Desember 2016 diantaranya aksi penanaman pohon, seminar bumi kita serta ditutup dengan aksi beach and ocean clean up.

Pada acara seminar bumi kita, materi secara keseluruhan membahas tentang sampah di laut dan kehidupan di bawah laut. Para pemateri dari berbagai kalangan mulai dari Kemenko Maritim, komunitas, pengelola hotel, guru dan siswa SMA.

Sangat menarik bahasan pada seminar ini, namun sangat disayangkan peserta seminar sangat sedikit yang menghadiri kegiatan ini dan stakeholder setempat tidak mengikuti kegiatan seminar sampai akhir.

Momen seperti ini dapat dijadikan wadah untuk memberi masukan terhadap stakeholder setempat dan solusi yang dapat dijalankan sesuai dengan keadaan nyata di masyarakat karena pada seminar ini banyak aspirasi masyarakat terkait ‘persampahan’ di Labuan Bajo.

Hari terakhir kegiatan Pekan Budaya Bersih dan senyum ditutup dengan kegiatan Beach and Ocean clean up yang diikuti oleh masyarakat, anak sekolah, komunitas, Kemenko Maritim, komunitas lokal seperti Perempuan Peduli Lingkungan, Laskar Bersih Pantai.

Aksi bersih-bersih ini dibagi menjadi dua yaitu di darat (pantai) dan di laut. Saya mengikuti kegiatan Beach Clean Up di sekitar Pelabuhan dan kampung air.

Kegiatan bersih-bersih ini pada dasarnya kegiatan memungut dan memilah sampah yang selanjutnya ditimbang dan di bawa ke TPA dan bank sampah. Sampah dipisah menjadi dua sampah plastik dan non plastik.

Antusias masyarakat dan anak sekolah mengikuti kegiatan bersih-bersih masal ini sangat baik, banyak yang ikut membersihkan atau sekedar memungut sampah di sekitar halaman rumah mereka.

Tidak hanya masyarakat dewasa yang turut andil, anak-anak pun juga ikut bergabung dalam kegiatan bersih-bersih ini. Kegiatan Ocean clean up diikuti oleh para diver (penyelam) untuk mengambil sampah dibawah laut. Sampah-sampah yang mereka kumpulkan, dibawa ke darat untuk selanjutnya di timbang.

Di sana saya bertemu dengan komunitas lain yang ikut dalam kegiatan ini, Trash Free. Komunitas ini fokus dengan sampah dipantai dan kegiatan yang rutin dilakukan adalah setiap hari jumat sore diadakan bersih pantai dengan masyarakat. Sampah yang dipilah menjadi dua yaitu sampah plastic dan non plastik.

Sampah plastik yang dapat didaur ulang selanjutnya dibawa ke TPA untuk dapat diolah kembali. Sampah yang dapat didaur ulang, disulap oleh para perempuan peduli lingkungan (P2L) dan hasil kerajinan daur ulang seperti tas sudah dijajakan sampai ke luar negeri.

Sampah plastik yang lainnya dicacah menjadi butiran plastik dan dikirim ke pulau jawa.

Hari terakhir saya di Labuan Bajo, saya bertemu dengan Bapak Kennedy. Beliau merupakan pendiri P2L dan penggerak masyarakat dalam urusan sampah.

Dalam diskusi dengan Bapak Kennedy, beliau banyak menceritakan tentang antusias masyarakat dalam mengurus masalah sampah. Bapak Kennedy dengan dibantu pengeras suara berupa ‘toa’, dengan sirine dari toa ibu-ibu sudah bersiap siap membawa sapu dan kantong-kantong sampah untuk disetorkan ke truk pengangkut sampah.

Dirumah bapak Kennedy, terdapat sebuah etalase sebagai tempat display hasil kerajinan dari sampah daur ulang dari ibu-ibu P2L.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan