Keunikan Raja Ampat: Tradisi Sasi

Raja Ampat merupakan sebuah kepulauan dengan keindahan lautnya yang memukau, menjadikannya sebagai sebuah destinasi wisata bahari yang mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara dari tahun ke tahun.

Dibuktikan dengan data dari Badan Pusat Statistik Kabuten Raja Ampat tahun 2019 bahwasanya total pengunjung mencapai 46.375.

Alasan khusus banyak wisatawan yang datang adalah keindahan lautnya. Maka dari itu kebanyakan turis yang datang tidak melewatkan aktivitas snorkeling, berenang, dan tentunya menyelam disana. Bahkan bapak Jokowi senang berada di Raja Ampat.

Flora dan fauna di Raja Ampat sangatlah beragam, terdapat 488 jenis karang sebagai tempat tinggal ikan, bahkan Raja Ampat disebut sebagai jantung segitiga karang dunia atau coral triangle (Subhan et al, 2020).

Ditemukan sebanyak 1.456 jenis ikan, 699 jenis Molusca, 5 Jenis penyu, 14 jenis cetacea dan 16 jenis mamalia laut lainnya. Bahkan terdapat spesies yang baru ditemukan dan juga spesies langka (Rizaldy, 2018).

Keanekaragaman hayati laut di Raja Ampat. / Foto: Greenpeace

Selain itu, ada hal menarik datang dari masyarakat Raja Ampat yaitu tradisi sasi. Tujuannya adalah untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Hal tersebut dirasa sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang telah menitipkan “surga kecil” kepada penduduk (Shiffa & Abdul, 2016).

Tradisi sasi dilakukan oleh kepala suku atau kepala adat yang biasa dilakukan dalam waktu 1 – 7 hari, dalam tradisi ini diperkenalkan kepada seluruh warga tentang wilayah yang akan di sasi dan waktu penetapan sasi mulai diberlakukan sehingga seluruh masyarakat baik warga sekitar mengerti akan tradisi sasi yang dijalankan.

Sasi merupakan aturan adat pelarangan penangkapan ikan selama 24 bulan lamanya, setelah 24 bulan itu baru dibolehkan kembali menangkap ikan. Kegiatan ini sering disebut dengan masa panen ikan dan basil laut. Kegiatan itu juga dibatasi oleh waktu tertentu, biasanya tidak lebih dari 1 bulan (Tanaya, 2014).

Jika hal tersebut dilanggar masyarakat percaya akan mendapatkan azab, penyakit  atau bencana yang besar (Konservasi Biodiversitas Raja Ampat. 2013).

Adat sasi dilakukan selama 1 – 7 hari, tidak lupa untuk memberikan batas garis tempat diberlakukannya sasi tersebut menggunakan kayu yang dimuliakan, orang sana menyebutnya Tonggak “Go Samson”. Pembukaan dilakukan oleh kepala suku dengan penyerahan alat-alat penanda yang sudah disiapkan sebelumnya.

Alat-alat yang dimaksud berupa sebatang pohon yang dihiasi dengan berbagai potongan kain, anyaman daun yang dibentuk seperti hewan, dan tembakau. Selain itu disiapkan 7 piring nasi kuning, 7 butir telur, 7 bungkus papeda berbiji (kawet), tembakau yang digulung dengan daun nipa, pinang siri, dan kapur masing-masing 7 tempat.

Penangkapan ikan secara tradisional. / Foto: Markus Mauthe / Greenpeace

Semua perlengkapan ini sebagian ditempatkan ke laut dan juga di bibir pantai sebagai bentuk syukur atau persembahan kepada pencipta laut. Berakhirnya acara tersebut hanya dilakukan pemberitahuan kepada masyarakat dari ketua suku, dan tidak diadakan upacara lanjutan kembali (Yulianti, 2013).

Penjagaan yang ketat juga dilakukan oleh pihak-pihak selain masyarakat seperti TNI AD/AL dan Kepolisian. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya memperkuat pencegahan dari penangkapan dan pemboman ikan dari nelayan asing atau ilegal fishing.

Pencegahan dapat dilakukan dengan membuat jatah patroli setiap harinya. Selain itu juga perlunya tindak tegas dari aparatur negara dalam membuat hukuman dan menindak tegas bagi para pelanggar (Ananda, 2021)

Manfaat yang dapat diambil dari sasi ini adalah konservasi dengan tujuan tidak diberlakukan penangkapan besar-besaran pada ikan.

Selain itu juga biota bawah laut serta pesisir dapat terjaga dengan baik. Walaupun penghasilan dari penjualan ikan kurang, tidaklah kekurangan ide masyarakat dalam mencari penghasilan, mereka membuat hotel atau penginapan disertai dengan jalan-jalan menggunakan prahu (speed boat), dan jasa usaha yang tourgate di kedalaman laut lepas (Diving).

Hal tersebut merupakan bentuk ekowisata yang tetap menjaga keeksotisan laut dan pengalaman yang sangat berharga (Shiffa & Abdul, 2016).

Hukum  adat sasi yang sudah menjadi tradisi ini sudah berjalan dari zaman nenek moyang dan masih eksistensi sampai sekarang di  kabupaten  Raja  Ampat.

Secara tradisi, pengelolaan sumberdaya alam dengan adat sasi ini mengajarkan etika dan berkaitan erat dengan pendidikan,  agama,  dan  kearifan  lokal.

Penerapan Sasi ini bertujuan untuk tetap menjaga keanekaragaman biota laut. Perlu disadari bahwa penerapan ini sangat bermanfaat untuk alam, hewan, dan juga manusia itu sendiri.***

Baca juga: Wayag, Raja Ampat, Habitat Pembesaran si Pari Raksasa

Editor: J. F. Sofyan

Sumber:

Ananda. 2021. “Implementasi Penegakan Hukum Pidana terhadap Praktik Illegal Fishing di Kabupaten Raja Ampat berdasarkan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan”. Journal Riset Ilmu Hukum

Konservasi Biodiversitas Raja Ampat. 2013. “Salawati melakukan Sasi Mangrove”. ISSN: 2338-5421 Vol: 2 No:2

Lestari, & Satria. (2015). PERANAN SISTEM SASI DALAM MENUNJANG PENGELOLAAN BERKELANJUTAN PADA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH RAJA AMPAT. Buletin Ilmiah “MARINA” Sosek Kelautan dan Perikanan Vol. 1 , 67-76.

Panggabean, A. S. (2012). KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN KARANG DAN KONDISI KESEHATAN KARANG DI PULAU GOF KECIL DAN YEP NABI KEPULAUAN RAJA AMPAT. J. Lit. Perikan. Ind. Vol.18, 109-115.

Tanaya, Ina. 2014. “Wonderful Indonesia; “Raja Ampat, Paradise in Papua www.wisata.kompasiana.com.

Shiffa & Abdul. 2016. “Tradisi Sasi di Raja Ampat Papua”. Sabda, Volume 11

Subhan, & dkk. (2020). Coral disease at Mansuar Island, Raja Ampat, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1-10.

Varkey, & dkk. (2010). Illegal, unreported and unregulated fisheries catch in Raja Ampat Regency, Eastern Indonesia. Elsevier, 228-336.

Windadri, I., & Susan. (2013). Keanekaragaman jenis lumut di kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Buletin kebun raya, 75-82.

https://rajaampatkab.bps.go.id/indicator/16/217/1/jumlah-kunjungan-wisata.html. Diakses pada tanggal 4 Mei 2022

https://kemlu.go.id/kabul/id/read/keindahan-raja-empat/281/information-sheet. Diakses pada tanggal 4 Mei 2022

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181009190508-269-337066/pesona-bahari-raja-ampat-tawarkan-keindahan-bawah-laut. Diakses pada tanggal 4 Mei 2022

https://rajaampatkab.go.id/Pemkab-Raja-Ampat. Diakses pada tanggal 4 Mei 2022

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan