Berkunjung ke Pulau Lae-Lae di Kepulauan Spermonde

Pulau Lae Lae merupakan salah satu pulau indah yang berada di gugusan barat Kepulauan Spermonde Makassar. Berangkat dari Pelabuhan Losari di pagi hari, setelah beberapa menit kapal jalan kami mendapati sedikit masalah.

Pembawa kapal kami pun berhasil mengatasi sampah yang menyangkut di baling-baling kapal. Kemudian, kami melanjutkan perjalanan menuju pulau pertama, yaitu Pulau Lae-Lae.

Pulau ini merupakan pulau terdekat dari pelabuhan kapal yang kami naiki di Pantai Losari. Hanya dengan 10 menit menaiki kapal, kami pun tiba di Pulau Lae-Lae.

Dalam hati, aku membatin, enak sekali ya tinggal di Sulawesi. Hanya 10 menit sudah sampai di pulau dan bisa menikmati laut. Sangat berbeda dengan kondisiku di Jakarta yang mana 10 menit itu mungkin hanya bisa dipergunakan untuk menunggu kemacetan di lampu merah.

Setibanya di Pulau Lae-Lae, tim kami pun langsung mengitari pulau. Ohiya, perjalanan tim  ini ditemani oleh Fahmi yang merupakan anggota MSDC (Marine Science Diving Club) Universitas Hasanuddin. Fahmi inilah yang menjadi tour guide kita untuk ke pulau-pulau pada hari pertama.

Ada apa saja sih di Pulau Lae-Lae ini? Yuk Simak pengalamanku!

1. Tempat Pembakaran Sampah dan Pohon Tanpa Daun

Di Pulau Lae-Lae ini, kami menemukan semacam bangunan yang kami duga merupakan tempat pembakaran sampah. Di bagian tengah terdapat sebuah lubang yang kami pikir itu merupakan tempat pembuangan asap dari pembakaran sampah.

©SyahputrieRamadhanie

Dengan rasa penasaran, aku pun memanjat untuk melihat ke dalam lubang tersebut. Kondisi di dalam terdapat semacam kawat besi yang dibuat memanjang dibagian tengah dan di bawahnya terdapat sampah. Kami juga menemukan bahwa cara pengelolaan sampah di Pulau Lae-Lae ini dengan cara dibakar supaya tidak ada sampah yang tersisa.

©Medina Basaib

Hal lain yang membuatku penasaran disini adalah terkait pohon yang hampir tidak memiliki berdaun. Kalian dapat melihatnya pada gambar diatas. Setelah dicari tahu kepada penduduk sekitar, tentunya ini bukan pohon jati yang menggugurkan daunnya pada musim tertentu.

Ternyata pohon ini tidak memiliki daun karena pengaruh musim dan angin. Rasa penasaranku pun terjawab atas penjelasan dari salah seorang warga di Pulau Lae-Lae tersebut.

©Medina Basaib

2. Tanggul Pemecah Ombak sejak Zaman Belanda dan Area Memancing

©Medina Basaib

Selain itu, di Pulau Lae-Lae ini terdapat tanggul pemecah ombak yang sudah ada sejak zaman Belanda dan selalu mengalami perbaikan. Tanggul ini pun dijadikan tempat memancing bagi beberapa komunitas, seperti yang ditemui pada saat itu berasal dari komunitas Eangler S Makassar.

Mereka mengatakan bahwa ikan hasil pancingannya seperti ikan tenro dan ikan sunu. Selain itu, pemancing disini mengatakan bahwa mereka sering melihat pemandangan ikan hiu yang melompat saat sedang memancing.

3. Selamatan dan Doa untuk Kapal Baru

©Medina Basaib

Pada saat berkunjung ke Pulau Lae-Lae ini, kami beruntung karena kebetulan sedang dilakukan selamatan untuk kapal baru milik nelayan. Mereka membacakan doa-doa dan melakukan sejumlah ritual adat.

©Medina Basaib

Selain itu, terdapat juga berbagai makanan seserahan untuk kapal baru. Kami pun mendapatkan kesempatan untuk mencicipi kue-kue selamatan tersebut.

©Medina Basaib

4. Masalah Tumpukan Sampah

Sayangnya, tumpukan sampah selalu kutemui, termasuk di Pulau Lae-Lae ini.

©Medina Basaib

Permasalahan sampah ini sudah menjadi momok yang sangat mengancam masa depan kita. Perlu sikap tegas dan cepat dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini, misalnya dengan melarang penggunaan kantong plastik seperti yang telah diterapkan di beberapa kota di Indonesia.

©Medina Basaib

Selain itu, peran serta dari Perusahaan khususnya FMCG (Fast Moving Consumer Goods) juga merupakan kunci dari permasalahan sampah ini karena sebagian besar sampah yang ada berasal dari produk-produk kemasan dari perusahaan besar.

Maka dari itu, selain menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya dan permasalahan sampah, dibutuhkan juga sinergi antara pemerintah dan perusahaan sebagai pihak hulu dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Editor : Annisa Dian N.

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan