Bius Ikan dan Bom Ikan Menjadi Ancaman Laut Indonesia Tengah dan Timur – Ekspedisi Pembela Lautan 2019

Apasih yang terlintas dibenak dan pikiran kalian jika diminta untuk membayangkan laut di Indonesia bagian Tengah dan Timur?

Sebagian besar orang pasti langsung membayangkan gradasi warna laut yang cantik, dilengkapi hamparan terumbu karang yang padat, sehat, dan berwarna-warni. Ikan-ikan pun menari-nari di bayangan kita saat memikirkan keindahan laut disana.

©Medina Basaib
Aku di Pulau Samalona, Kepulauan Spermonde

Yup! Bayangan tersebut tidaklah sepenuhnya salah. Namun saat ini, bayangan keindahan laut tersebut terancam hanya akan menjadi “dongeng” semata. Bahkan di beberapa lokasi, keindahan tersebut sudah tinggal cerita.

Masih di Kepulauan Spermonde. Gugusan Kepulauan yang membuatku banyak belajar dan mengetahui hal baru. Selain itu, gugusan Kepulauan Spermonde ini juga membuatku jatuh cinta akan kecantikan warna airnya. Kita selalu disuguhkan dengan gradasi warna air laut mulai dari biru tua, biru muda, hingga tosca!

Tapi ternyata, keindahan bagian atas, tidaklah seindah bagian bawahnya! Gak percaya?

Mari aku ajak kamu menyelam untuk melihat potret kondisibawah laut di beberapa titik Kepulauan Spermonde.

Sebelum itu, aku akan bahas dulu sedikit mengenai bius ikan dan bom ikan.

Apa sih Bius Ikan dan Bom Ikan?

Bius Ikan dan Bom Ikan merupakan salah dua teknik penangkapan ikan yang merusak, namun masih banyak digunakan di Sulawesi Selatan, khususnya di Kepulauan Spermonde.  Mungkin kita asing dengan bius ikan, tetapi cukup familiar dengan bom ikan.

©Istimewa
Potasium Sianida yang akan dilarutkan dan digunakan untuk membius ikan

Bius ikan merupakan cara merusak yang digunakan untuk mendapatkan ikan dengan cara menyemprotkan cairan berisi potasium sianida ke terumbu karang. Cairan tersebut biasanya dimasukkan ke dalam botol pembersih lantai dan dimodifikasi dengan ditambahkan selang untuk memudahkan cairannya keluar.

Saat cairan potasium tersebut disemprotkan ke terumbu karang, maka akan menarik ikan-ikan untuk datang. Akan tetapi, saat ikan datang, maka ikan tersebut akan “pingsan” layaknya manusia yang dibius.

©Istimewa
Peralatan yang digunakan untuk menyimpan larutan bius ikan

Bius ikan ini biasanya dilakukan oleh nelayan dengan melakukan penyelaman sejauh 10 – 20 meter dengan menggunakan kompresor. Seperti ini lah gambaran alat yang digunakan untuk bius ikan di bawah laut.

©Istimewa
Kondisi alat bius ikan di bawah laut dengan pemberat batu

Nantinya, ikan-ikan yang pingsan akan diambil dan dikumpulkan oleh nelayan sehingga mereka tidak perlu susah payah menangkap ikan.

Sedangkan bom ikan merupakan cara menangkap ikan yang juga merusak dengan menggunakan bahan peledak/bom. Saat bom dilemparkan, maka tidak lama bom akan meledak dan menghasilkan semburan air seperti ini.

Nantinya, ikan-ikan akan mati dan mengambang ke permukaan sehingga nelayan tinggal mengumpulkan ikan-ikan yang mengambang tersebut.

©Istimewa
Nelayan mengambil ikan pasca melempar bom

Kedua cara ini tentulah merusak. Terlebih bius ikan. Area perusakan tidak hanya pada titik yang disemprotkan cairan, namun dapat menjangkau area yang lebih luas karena cairan tersebut terbawa arus.

Adapun perbedaan antara bius ikan dan bom ikan dimana pada bius ikan, terumbu karang yang menjaddi korban tidak hancur namun mati. Berbeda dengan bom ikan, terumbu karang yang terkena bom akan hancur porak-poranda.

©Istimewa
Ikan “korban” bius dengan potasium

Biasanya, bius ikan lebih diminati karena ikan yang menjadi “korban” dalam kondisi lemas dan pingsan (setengah hidup), sehingga terlihat masih segar. Berbeda dengan ikan hasil bom yang langsung mati dan tulangnya menjadi lebih lunak karena terkena daya ledak.

Sudah lebih tergambar mengenai bius ikan dan bom ikan?

Kalau begitu, mari kita mulai penyelaman!🐋🧜‍♂️🥽

1. Pulau Barrang Lompo©Syahputrie Ramadhanie

Beginilah potret Pulau Barrang Lompo dari atas pelabuhan. Indah kan? Gradasi warna yang menawan sangat memanjakan mata setiap pengunjungnya. Ah! Rasanya ingin aku tinggal disini supaya menyaksikan keindahannya setiap hari…

Namun, tunggu dulu… Mari kita tengok bagian bawahnya! Sudah siap untuk menyelam??

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu karang Barrang Lompo tahun 2019 saat Ekspedisi Pembela Lautan di Kepulauan Spermonde. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Wah! Ternyata aku masih menemukan terumbu karang yang sehat dan padat disini.. Tapi tunggu tunggu.. Apa itu yang disebelah sana?

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Barrang Lompo tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Ah! Ini dia terumbu karang besar yang rusak oleh bom ikan! Kalian bisa lihat kan, luasan terumbu karang ini hancur berkeping-keping karena daya ledak dari bom ikan! Disekelilingnya, terdapat beberapa karang yang masih berusaha untuk bertahan hidup.

Kemudian, coba kamu lihat disana.. Tidak jauh dari terumbu karang yang terkena bom, terdapat terumbu karang yang masih utuh namun kok ada yang aneh…

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defeder
Terumbu Karang Barrang Lompo tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Ternyata terumbu karang yang banyak diselimuti lapisan putih ini bukan karena bleaching, namun inilah hasil dari bius ikan! Terumbu karangnya tidak hancur berkeping seperti gambar sebelumnya, namun terumbu karang ini sedang dalam tahap recovery dan bisa disebut seperti setengah mati akibat potasium sianida yang menjadi bahan untuk bius ikan.

Sepertinya aku tidak kuat berada terlalu lama disini. Mari kita pindah titik penyelaman ke pulau selanjutnya!

2. Pulau Barrang Caddi

©direktoripariwisata.id
Pulau Barrang Caddi. / Foto: direktoripariwisata.id

Permukaan Pulau Barrang Caddi tidak kalah indah dengan Pulau Barrang Lompo bukan? Tentunya pemandangan ini membuat kita bersemangat untuk melanjutkan penyelaman! Yuk, kita mulai turun ke dalam laut untuk melihat kondisi di bawahnya…

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Barrang Caddi tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Wah! Senangnya menemukan spot beauty ini di Pulau Barrang Caddi. Memang terumbu karang di Kepulauan Spermonde tidak diragukan lagi keindahannya! Bahkan termasuk kawasan Coral Triangle, loh…

Tapi, bentar bentar… Coba kita geser titik penyelamannya.. Sepertinya ada yang aneh disana…

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Barrang Caddi tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Oh, tidak! Ternyata kita kembali disuguhkan oleh pemandangan hasil dari bom ikan! Kalian bisa lihat kan kalau yang di foto itu adalah terumbu karang yang sangat besar, bahkan bisa seukuran rumah! Lihat saja sang penyelam di atasnya, terlihat kecil jika dibandingkan terumbu karang di bawahnya.

Namun, apa yang terjadi? Terumbu karang sebesar rumah ini hancur berkeping-keping akibat bom ikan! Setega itukah kita sebagai manusia untuk mendapatkan uang dan makan dengan merusak ekosistem bawah laut?

Tunggu-tunggu.. Apalagi yang disebelah sana? Coba kamu tengok deh…

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Barrang Caddi tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Terumbu karang jenis apa ini? Kok kelihatannya suram sekali?

Ah! Lagi-lagi bom ikan! Ternyata ini potret terumbu karang yang sudah lama terkena bom dan sangat sulit untuk kembali menyembuhkan dirinya sehingga terlihat “suram” seperti ini ☹

Ternyata aku juga tidak kuat menahan tangis disini. Mari kita pindah titik penyelaman…

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Anemon dan clown fish. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Sebelum berpindah pulau, kita disambut oleh dua ekor clownfish yang sedang bercanda di tengah anemon. Sungguh pemandangan yang sedikit mengobati luka hatiku. Semoga kalian sehat-sehat selalu!!

3. Pulau Kodingareng Keke

©Novita Indri, Ocean Defender
Pesisir Pulau Kodingareng Keke, 2019. / Foto: Novita Indri / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Selamat datang di Pulau Kodingareng Keke!!! Wahh kita disambut oleh pasir putih dan gradasi warna air laut yang (selalu) menawan. Jadi gak sabar ya buat nyebur dan nyelem buat liat kondisi di bawahnya

Yuk, kita langsung aja nyebur gaisss~~

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Kodingareng Keke tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

AHHH, What a view! Cantik bangeettt. Gak kalah cantik sama permukaannya. Gak nyangka bisa melihat pemandangan cantik ini di bawah laut Pulau Kodingareng Keke. Luka hatiku terasa sedikit terobati.

Eh tapi, kok disana ada yang menarik perhatian ya? Mari kita geser posisi untuk mencari tau apa yang ada disana……

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Kodingareng Keke tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Heii??!! Lagi dan lagi.. BOM! Nampak jelas kan potret keporak-porandaan bawah laut Kodingareng Keke akibat Bom ikan? Tunggu, tunggu. Ternyata disana juga ada lagi!

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Kodingareng Keke tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Apa-apaan ini? Loh kemana ikannya? Setelah menjumpai pemandangan cantik, kenapa kita harus dihadapkan pada kondisi memprihatinkan seperti ini? Sekejam itukah ternyata manusia hingga merusak bawah laut seperti ini?

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Terumbu Karang Kodingareng Keke tahun 2019. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Jika spot tadi didekati, inilah penampakannya. Terumbu karangnya pecah karena ledakan boom! Menurut guide dive, karang ini baru terkena boom sekitar beberapa hari yang lalu karena sebelumnya masih dijumpai dalam kondisi utuh.

EHH TUNGGU TUNGGU.. apalagi ini kok bergetar? Ayo cepat naik ke permukaan!!

©Istimewa
Perairan di Kepulauan Spermonde

Untung saja kita selamat! Ternyata sekitar 10-15km dari titik penyelaman kita tadi, terdapat nelayan yang sedang melancarkan aksinya untuk menebar boom! Ingin rasanya berteriak dan menangis di saat yang bersamaan.

Ini lah potret yang terjadi di lapangan saat kami melakukan Ekspedisi Pembela Lautan, tepatnya bulan Agustus tahun 2019. Tidak hanya sekali, tim selam kami mendengar 3x suara ledakan boom dalam waktu kurang dari 1 hari!

Ah sudahlah, mari kita akhiri perjalanan ini. Mari kita kembali menuju daratan untuk menceritakan hasil temuan kita kepada banyak orang.

©Ria Qorina, Underwater Photographer Ocean Defender
Pesan dari penyelam saat Ekspedisi Pembela Lautan 2019 bersama MSDC Universitas Hasanuddin. / Foto: Ria Qorina / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Sudah cukup jalan-jalan kita di bawah laut pada kali ini. Mungkin tidak sesuai ekspektasi dan pikiran kita di awal terkait gambaran laut di Indonesia Tengah dan Timur.

©Medina Basaib
Aku, di Pulau Samalona, Kepulauan Spermonde. / Foto: Medina Basaib / Ocean Defender Greenpeace Indonesia

Belum lagi, ketika aku mengobrol dengan salah satu nelayan di Kepulauan Spermonde ini, ternyata praktik menggunakan bius dan bom ikan ini sudah berkespansi hingga Nusa Tenggara, Ambon, Maluku, hingga Papua!!

Ini tidak bisa kita biarkan! Jika kamu mengetahui cerita ini, mari sebarkan dan suarakan bersama agar kita dapat mendesak pemerintah untuk benar-benar serius dalam mengatasi penangkapan ikan yang merusak ini!***

Baca juga:

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan