Ekspedisi Corallium ke-23 di Pulau Seruni dan Pulau Genting, Karimunjawa, Jawa Tengah

Pulau Seruni dan Pulau Genting, Karimunjawa menjadi tujuan ekspedisi Corallium ke 23. Ekspedisi ini menjadi agenda rutin Marine Diving Club, sebuah organisasi mahasiswa Ilmu kelautan dan Oseanografi Universitas Diponegoro.

Dalam ekspedisi ini, kami melakukan kegiatan saintifik yang berupa pengamatan ekosistem terumbu karang serta pengabdian masyarakat.

Pengamatan ekosistem terumbu karang kami lakukan di Pulau Seruni sementara di Pulau Genting kami jadikan sebagai lokasi pengabdian masyarakat.

Ekspedisi Corallium ke-23 diawali dengan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan di Pulau Genting yang terletak di timur Pulau Karimun utama.

Praktik Bersama Warga Pulau Genting

Kami berangkat dari dermaga Legonbajak menuju Pulau Genting di bawah tetesan air hujan selama satu setengah jam dan sampai di Pulau Genting setelah langit mulai gelap. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat kami untuk memenuhi tujuan kami di pulau ini pada keesokan harinya.

Cuaca buruk dan hujan sepanjang hari menemani kegiatan kami. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan niat kami untuk tetap melakukan kegiatan kami.

Aksi yang kami lakukan adalah penyuluhan kepada masyarakat Pulau Genting mengenai perikanan berkelanjutan serta pengolahan perikanan. Kami juga mempraktikkan bersama masyarakat pembuatan produk dari hasil perikanan, yaitu abon dari ikan tongkol.

Kegiatan bersama warga perempuan Pulau Genting, Karimunjawa
Kegiatan bersama warga perempuan Pulau Genting, Karimunjawa

Kami berharap, kegiatan yang kami lakukan bersama dengan warga dapat memberikan dampak positif atau setidaknya menjadi kenangan manis atas kunjungan kami kepada warga Pulau Genting.

Menyelam dan Mengamati Kehidupan Bawah Laut Pulau Seruni

Setelah kami melakukan kegiatan bersama warga Pulau Genting, kegiatan kami dilanjutkan dengan kegiatan penyelaman di Pulau Seruni.

Berhari-hari langit gelap ditutupi awan serta hujan deras, akhirnya hari cerah datang yang menjadi tanda positif untuk kami bisa melakukan penyelaman .

Kami bergeser dari Pulau Kemujan menuju Pulau Seruni selama satu setengah jam perjalanan. Kami menyelam di sisi timur dan selatan Pulau Seruni.

Tak sekedar menyelam dan menikmati keindahan, kami mengamati kehidupan bawah laut menggunakan metode ilmiah untuk melakukan penilaian terhadap ekosistem terumbu karang dan ikan karang yang ada di dalamnya.

Berada dalam tekanan untuk bergerak cepat dalam melakukan kegiatan ini karena kondisi cuaca yang buruk beberapa hari terakhir menjadi tantangan berat dalam melakukan penyelaman.

Kami mengamati tutupan terumbu karang, kelimpahan ikan karang dan megabenthos, serta mendata parameter fisika-kimia air laut di lokasi.

Tutupan terumbu karang diamati menggunakan metode LIT dengan transek sepanjang 100 meter. Transek yang sama juga digunakan untuk mendata kelimpahan ikan karang dan megabenthos.

karimunjawa pulau seruni
Penyelam menggelar transek pengamatan.

Kelimpahan ikan karang didata menggunakan metode underwater visual census, sedangkan kelimpahan megabenthos dengan metode belt transect.

Pembagian tugas dilakukan kepada para penyelam-penyelam Marine Diving Club. Buddy (pasangan penyelam) pertama turun ke dalam air laut yang dingin untuk menggelar transek di kedalaman 5 meter dan 10 meter.

Selanjutnya buddy kedua yang terdiri dari tiga orang melaksanakan tugasnya masing-masing untuk mendata tutupan karang, kelimpahan ikan, dan megabenthos. Buddy terakhir menjadi penutup dengan menggulung transek.

karimunjawa
Seorang penyelam melakukan pendataan dan pengamatan kehidupan bawah laut.

Atas izin Tuhan, kegiatan pendataan di hari pertama berjalan dengan lancar dan kami semua dapat kembali dengan selamat. Namun, pendataan di hari kedua tidak semulus yang pertama karena cuaca kembali memburuk.

Kami pun tetap berangkat menuju Pulau Seruni untuk melakukan pendataan di bawah guyuran hujan dan awan gelap berharap bahwa pendataan masih dapat dilakukan. Namun, kami sadar bahwa sisi utara dan barat yang berhadapan dengan laut lepas sedang ganas-ganasnya, sehingga kami membatalkan rencana tersebut.

Perjalanan pulang pun juga menjadi memori yang tak terlupakan dimana selama satu setengah jam kami terbanting-banting di kapal kecil kami, menahan guncangan gelombang tinggi yang menghantam kapal. Namun, Tuhan masih memberikan kesempatan pada kami untuk kembali menemui orang tersayang kami.

Berbagai halangan dan rintangan yang kami hadapi tidaklah sia-sia, karena kami masih dapat memenuhi tujuan kami untuk melakukan aksi pengabdian masyarakat serta pendataan ekosistem terumbu karang.

Hasil yang kami dapat menunjukkan tutupan karang tertinggi berada di sisi timur kedalaman 5 meter sebesar 57,75% dan tergolong ke dalam kondisi baik, sedangkan tutupan terendah berada di site selatan kedalaman 10 meter sebesar 37,98% dan tergolong ke dalam kondisi sedang.

Kelimpahan ikan karang di Pulau Seruni yang tertinggi berada di site timur kedalaman 10 meter sebesar 17.400 individu/ha dengan keanekaragaman tinggi, sedangkan yang terendah 2560 individu/ha di site selatan kedalaman 5 meter. Perbedaan kelimpahan yang signifikan diindikasi disebabkan oleh aktivitas manusia.

Hasil dari ekspedisi ini nantinya akan diolah dan dipublikasikan dengan harapan dapat menjadi referensi untuk penelitian ataupun pemangku kepentingan untuk kebutuhan konservasi lebih lanjut.

Kami berharap bahwa manfaat yang didapat dari jerih payah kami dalam melakukan ekspedisi dapat dimanfaatkan bagi masyarakat sekitar, manusia, ataupun dari alam itu sendiri.***

Penulis utama: Aditya Surya Wijaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Dipoengoro

Baca juga: Ekspedisi Greenpeace di Laut Lepas (Part-1): Antartika, Atlantik, Pegunungan Bawah Laut, Amazon Reef

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan