Kura-Kura Paling Terancam Punah di Dunia Ditemukan Mati

kura-kura , tuntong laut

Batagur borneonsis atau yang dikenal tuntong laut merupakan hewan endemik Pulau Kalimantan. Hewan ini merupakan salah satu spesies reptil, kura-kura air tawar yang paling terancam punah.

Turtle Conservation Coalition menempatkannya di urutan ke-25 kura-kura yang paling terancam punah di dunia dan sudah menyandang status spesies Critically Endangered dari IUCN Redlist serta terdaftar sebagai apendiks II CITES.

Keberadaan hewan ini semakin memprihatinkan. Pada 3 Juni 2023 saya  bersama dengan kawan-kawan yang sedang melintas di perairan Teluk Balikpapan menemukan bangkai tuntong laut yang mengapung.

Kuat dugaan hewan ini mati akibat dihantam oleh baling-baling kapal yang memang banyak melintas di sekitar situ. Karena tempurungnya yang hancur.

Kondisi fisik bangkai tuntong laut pada saat ditemukan mengapung di perairan (Muara Sungai Somber, Kota Balikpapan). / Foto: Yolanda Thalia

Berdasarkan cerita masyarakat sekitar, mereka sering melihat hewan seperti ini. Hanya saja tidak mengerti jenis-jenisnya.

Selain tuntong laut ini ada dua jenis spesies lainnya seperti penyu sisik dan penyu hijau. Namun, sampai dengan saat ini belum ada penelitian atau identifikasi di mana saja spesies ini bertelur, karena Teluk Balikpapan sendiri tidak memiliki hamparan pasir yang ideal untuk dijadikan sarang bertelur seperti di daerah lain. Anggapan sementara mereka bertelur di luar kawasan Teluk Balikpapan.

Beberapa nelayan menceritakan, bahwa kura-kura, penyu bahkan pesut (lumba-lumba air payau) sering terperangkap di jaring mereka. Dulu, waktu belum banyak informasi mengenai perlindungan satwa, mereka menjadikan hewan-hewan ini sebagai santapan dirumah. Namun, sekarang tidak lagi. Jika ada yang terperangkap dibelat (Alat tangkap tradisional) maka akan segera di lepaskan.

Peran Ekosistem Mangrove Terhadap Keberlangsungan Hidup Tuntong Laut

Tuntong laut sangat erat kaitannya dengan tumbuhan mangrove dalam hal mencari makan dan pada saat proses perkawinan. Lebih pentingnya lagi mangrove berfungi sebagai penetralisir air garam (salinitas) yang masuk dalam tubuh tuntong laut.

Ekosistem mangrove sebagai penyangga biota yang ada berfungsi untuk konektivitas dengan ekosistem lainnya, sehingga keberadaan jenis satwa sangat bergantung terhadap vegetasi yang ada.

Teluk Balikpapan. / Foto: Pokja Pesisir Balikpapan

Teluk Balikpapan yang berada di Kalimatan Timur merupakan pusat kehidupan bagi seluruh mahluk hidup di sekitarnya. Memiliki keanekaragaman hayati dan nilai konservasi yang sangat tinggi.

Terdapat hutan mangrove dengan berbagai jenis, terumbu karang, rumput laut, dan juga memiliki hewan endemik yaitu bekantan, lumba-lumba, kucing hutan, dan burung rangkong.

Dengan luasan wilayah perairan 16.000 Ha dan wilayah hutan mangrove seluas ± 17.000 Ha. Tentu kawasan ini juga menjadi daya tarik yang kuat bagi investor maupun industri yang begitu mengancam.

Perubahan lingkungan akibat dari perilaku yang tidak sesuai akan menyebabkan kematian yang besar. Kerusakan hutan mangrove paling sering terjadi karena aktivitas manusia yang berlebihan sehingga tidak memperdulikan kelestarian lingkungan.

Alih fungsi hutan menjadi ancaman terbesar yang sedang terjadi di Teluk Balikpapan. Mulai dari pembangunan perumahan, sektor industri, dan perkebunan sawit.

Menurut peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012, ekosistem mangrove merupakan sumber daya lahan basah wilayah pesisir dan sistem penyangga kehidupan dan kekayaan alam yang nilainya sangat tinggi, oleh karena itu perlu upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat.

Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan, maka masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam partisipasi untuk memelihara dan mengelola lingkungan Hidup.

Masyarakat tidak hanya memiliki hak, juga terdapat di dalamnya kewajiban terhadap alam.“ Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, mengutip Pasal 67 UU No. 32 Tahun 2009.

Tanggapan Pemerhati Lingkungan Lokal Terhadap Kerusakan Alam di Teluk Balikpapan

Kerusakan lingkungan yang terjadi di Teluk Balikpapan semakin tinggi setiap tahunnya. Sehingga kualitas lingkungan hidup di sekitar Teluk Balikpapan makin menurun.

Pembukaan lahan di areal hutan mangrove yang semakin tinggi terjadi di sekitar Teluk Balikpapan. / Foto: Forest Watch Indonesia

Salah satu organisasi yang fokus terhadap isu pesisir dan nelayan yaitu Pokja Pesisir Balikpapan menilai bahwa ekosistem Teluk Balikpapan harus terus terjaga, mengingat ada kehidupan masyarakat serta satwa dan tumbuhan yang keberlangsungan hidupnya bergantung disana.

Mapaselle, direktur Pokja Pesisir mengatakan perlunya status perlindungan untuk kawasan hutan mangrove dan sempadan sungai. Jika tidak segera dilakukan maka di khawatirkan akan sangat rentan terhadap ahli fungsi lahan.

Pokja Pesisir mencatat, dalam 10 tahun terakhir setidaknya ada 200 hektar hutan mangrove yang dirusak tanpa izin di Teluk Balikpapan. Selain lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, kebijakan yang ada tak cukup melindungi kawasan penting ini.***

Baca juga: Fakta Unik Paus: Kotoran Paus Meningkatkan Kesehatan Laut

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan