Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara PT Mifa Bersaudara Berdampak Pada Hasil Tangkapan Nelayan Pukat Bineh

Lagi – lagi dibaliknya ada persoalan batu bara terhadap berkurangnya hasil tangkapan dan meningkatnya pengeluaran untuk perawatan alat tangkap menyurutkan langkah nelayan pukat darat untuk terus mencari ikan di pinggir pantai.

Nelayan yang memiliki modal beralih dengan membeli kapal motor untuk melaut sedangkan yang tidak memiliki modal sebagian sudah mencari alternatif mata pencaharian lain sedangkan yang masih tetap bertahan lebih pada faktor kebiasaan mereka yang dekat dengan kehidupan aktivitas di pesisir.

Pengamatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar batu bara yang tumpah itu tidak akan hilang, bongkahannya akan terbawa arus dan terhempas kembali ke pinggir pantai pada saat pasang surut air laut hingga bongkahan-bongkahan hancur menjadi debu-debu yang menghitami pasir pantai mereka.

Batu Bara
Batu bara tercecer di pantai / Foto: Annisa Fadhilah

Kesaksian yang disampaikan oleh panglima laot kabupaten Nagan Raya Zainal Abidin (54) bawa didapatinya kapal yang di duga membuang lumpur endapan dari perusahaan pembangkit listrik yang menggunakan batu bara di kawasan pantai Kuala Tuha, menyampaikan bahwasannya pembuangan lumpur endapat tersebut membuat nelayan Kuala Tuha yang berjumlah 70 kapal dengan kapasitas 3-5 GT menggunakan alat tangkap pukat tarik banyak yang berpindah area tangkapannya ke daera Kuala Tripa, mereka sebelumnya hanya melaut dalam jangkauan terjauh 2 mil dari muara Kuala Tuha kini harus menambah jaraknya melaut mereka 1 jam untuk sampai ke tempat lokasi penangkapan potensial terdekat.

Hal ini diperkuat melalui keterangan Sekretaris Panglima Laot Lhok Langung Azhari, beliau lah yang paling mengetahui aktivitas masyarakat nelayan dalam kawasan Lhok tersebut bahwa saat ini masih dapat dijumpai nelayan pukat darat tapi jumlahnya hanya tinggal beberapa orang saja yang menjala mencari ikan di pinggir pantai.

Keterangan yang disampaikan sebelumnya kehadiran aktivitas bongkar muat di daerah mereka, aktivitas nelayan mencari ikan di pinggir pantai dengan melabuh pukat adalah aktivitas rutin sehari-hari masyarakat nelayan pada musim-musim timur bila tidak musim gelombang tinggi.

Berkurangnya aktivitas nelayan pukat darat ini dikarenakan sudah sangat sulit didapat kawanan ikan teri dan udang rebon yang menjadi target tangkapan nelayan di daerah tersebut.

batu bara
Batu bara dalam tongkang

“Saat ini keadaan diperparah dengan seringnya bongkahan-bongkahan batu bara yang ikut terbawa jala mereka hingga mengakibatkan alat tangkap yang mereka gunakan berupa jala lebih mudah rusak dan mengurangi masa pakai jala tersebut. Dulunya kami hanya mengganti jala kami 1 tahun sekali tetapi dalam kondisi saat ini karena sering nya batu bara sangkut di jalan kami alat tangkap sudah rusak sebelum 3 bulan. Untuk mengganti alat tangkap yang rusak biaya yang dikeluarkan sampai dengan 500 ribu rupiah” tambah Azhari.

Batubara mengandung uranium dan thorium yang keduanya mengandung elemen radioaktif. Tumpahan batubara yang mencemari laut Meulaboh karena terbaliknya tongkang yang terjadi tahun 2017, 2019 dan 2020 telah diakui pihak PT. Mifa Bersaudara dan dilaksanakan pembersihan pantai dari limbah batu bara yang telah mencemari laut tersebut.

Tim diturunkan untuk melaksanakan pembersihan, akan tetapi dampak terhadap pembersihan tersebut tidak mampu dibersihkan hingga tuntas sampai 100% hilang. Hanya sebagian saja yang dibersihkan, diperkirakan jumlah yang dibersihkan hanya yang berada di sekitar pantai dimana batubara tersebut terlihat oleh tim pembersih.

Baca juga: Tumpahan Limbah Batu Bara Memunculkan Kritik Dari Masyarakat Pantai Ulee Lheeu, Aceh 

Editor: J.F. Sofyan

Sumber: Jaringan Kuala

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan