Pengabdian Masyarakat di Pulau Grogos, Maluku

Ada rasa takut pada awalnya untuk membuat kegiatan bersama masyarakat yang bisa dibilang cukup jauh dari peradaban, seperti di Pulau Grogos ini. Takut terjadi kesalahpahaman, takut terkesan menggurui, dan takut tidak membawa dampak positif.

Informasi sekunder akan kehidupan masyarakat di pulau ini sangat kurang. Yang diketahui tentang Pulau Grogos hanya pulaunya yang kecil, memiliki lebar tidak sampai 1 km, bahkan depan belakang rumah masih terlihat pantai dan lautnya. Sekitar 70 rumah ada di Pulau Grogos, juga 1 puskesmas dan 1 sekolah TK dan SD.

Sedikit tercengang, kehidupan keseharian mereka ternyata tidak seprimitif itu, karena pesatnya perkembangan teknologi dan adanya sinyal juga listrik genset di pulau ini. Kurang lebih semua kebutuhan mereka sehari-hari cukup, hanya belum maksimal dalam memanfaatkan hasil alamnya karena pengetahuan yang terbatas.

Di Pulau Grogos, guru adalah cabutan dari PNS. Kadang mereka hadir tiga bulan sekali karena ada kegiatan di luar Pulau Grogos, sementara murid menunggu gurunya. Mendengar kondisi ini, konsep pengabdian yang cocok perlu didasarkan atas “berkelanjutan”, hubungan, dan ilmu pengetahuan yang berkelanjutan.

Ternyata antusias anak-anak di sana untuk belajar sangat luar biasa, rasa keingintahuan mereka yang tinggi kadang membuat mereka sulit untuk diam, juga menciptakan suasana kompetitif dalam pembelajaran. Pengabdian kami dimulai dengan kegiatan mengajar tentang pengenalan teknologi, seperti penggunaan dasar laptop.

Kegiatan belajar mengoperasikan laptop. / Foto: FDC IPB University

Anak-anak kelas 6 SD Pulau Grogos sudah pernah menggunakan laptop sebelumnya, sehingga mereka ikut membantu kami untuk mengajarkan penggunaan dasar laptop ke adik-adik kelas mereka. Pada tahap ujian ke jenjang SMP nanti, mereka akan berlayar ke Pulau Gorom untuk melaksanakan ujian dengan laptop.

Satu-satunya yang menonjol dari Pulau Grogos adalah kekayaan lautnya. Anak-anak Pulau Grogos dari kecil sudah biasa menemani ayahnya melaut dan ibunya mengolah hasil laut.

Modul hewan laut. / Foto: FDC IPB University

Mereka sudah sangat mengenal jenis ikan, kerang-kerangan, gurita, penyu, dan banyak lainnya. Namun, tidak satupun dari mereka yang mengetahui dan memahami seberapa kaya laut mereka, padahal banyak hewan langka yang hidup di dalamnya.

Pemaparan modul hewan laut, sebagai kegiatan pengabdian selanjutnya, membuka pikiran anak-anak di sana, menciptakan kesadaran untuk menjaga alam lautnya.

Anak-anak tengah mewarnai. / Foto: FDC IPB University

Di samping melaut, mereka banyak mengasah keterampilan di bidang olahraga. Beberapa dari mereka adalah pemain voli dan sepak bola yang berbakat, namun sayang hanya bisa mencapai kelas tarkam karena sedikit orang di sana yang bisa mengarahkan, sehingga itu semua tersembunyi di dalam Pulau Grogos saja.

Dengan membuat “pojok literasi” ruang buku yang suatu saat mereka akan baca, mereka akan tahu luasnya dunia, mereka akan tahu jika pergi jauh menyadarkan hal yang ada di dekatnya, mereka akan tahu ilmu ada di mana-mana.

Mengingat pertemuan kita dengan anak-anak di sana hanya sementara, guru juga dilibatkan dalam program kerja kami, sebagai pengajar dan pahlawan abadi mereka. Penuh harapan untuk Pulau Grogos dari tim KKN Takoyaki Negeri Kataloka IPB University. Semoga semua yang dituangkan diingat selamanya.***

Ditulis oleh: Gondewa Putra Wisnu dan Qonita Sinatrya, anggota Fisheries Diving Club

Baca juga: Serial Cerita Ekspedisi Zooxanthellae XVII FDC IPB University

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan