Malangnya Negara Maritim di Tengah Gempuran Krisis Iklim

Lautan merupakan elemen esensial yang dimiliki oleh Indonesia. Bagaimana tidak, luas wilayah Indonesia yang dua per tiga nya adalah lautan, menopang segala aspek kehidupan masyarakat mulai dari aspek sosial, budaya hingga aspek ekonomi.

Negara dengan jumlah pulau lebih dari 17 ribu ini seakan memiliki hubungan yang tak terpisahkan antara keberlangsungan hidup masyarakat yang ada di daratan dengan ekosistem laut yang mengelilinginya.

Sumber daya alam yang disuguhkan oleh lautan Indonesia adalah sebuah anugerah yang tidak perlu diragukan lagi, selain kaya akan keanekaragaman hayati nya, juga memperlihatkan keindahan alam yang sangat mempesona bagi siapa pun yang memandangnya.

Sayangnya, perubahan iklim yang merupakan ancaman dunia tidak bisa dihindarkan oleh negara maritim ini. Selain itu, kebijakan yang tidak berpihak pada ekosistem laut juga tidak bisa ditangkis begitu saja.

Pada akhirnya, masyarakat pesisir lah yang merasakan dampak negatif secara langsung akibat perubahan iklim dan kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.

Tantangan Bagi Ekosistem Laut di Indonesia

Future Projection of Global Ocean’s pH

Semenjak era revolusi industri dimulai, emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil dan penggundulan lahan selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Emisi karbon akan diserap oleh atmosfer dan laut secara alami. Konsentrasi emisi karbon yang terus meningkat menyebabkan perubahan iklim (climate change) akibat menipisnya lapisan ozon di atmosfer dan pengasaman laut (ocean acidification) pada ekosistem laut.

Pengasaman laut didefinisikan sebagai peningkatan konsentrasi ion hidrogen air laut dalam jangka panjang dan dalam skala besar, yang terutama disebabkan oleh penyerapan karbon dioksida yang berlebihan akibat aktivitas manusia dan menimbulkan dampak signifikan bukan hanya terhadap ekosistem laut namun juga kepada aspek socio-economi masyarakat Indonesia.

Menangani beraneka ragam dampak negatif dari pengasaman laut sangat penting dalam rangka menjaga keberlanjutan ekosistem dan kehidupan masyrakat pesisir di Indonesia.

Acncaman bagi terumbu karang (coral reefs)

Effect of Ocean Acidification to the Coral Reefs. / Sumber: greaterclevelandaquarium.com

Indonesia merupakan negara yang berada dalam kawasan Coral Triangle, merupakan pusat keanekaragaman hayati yang menghidupi berbagai macam jenis organisme yang terasosiasi secara langsung dengang keberlangsungan hidup dari terumbu karang.

Wilayah ini memiliki lebih dari tiga perempat spesies terumbu karang pembentuk dunia dan menjadikannya spesies penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di laut. Sebagai tambahan, terumbu karang juga memiliki manfaat dalam menjaga ekosistem pesisir dalam menahan erosi dan badai yang terjadi di wilayah tersebut.

Sayangnya, vitalitas terumbu karang terganggu akibat adanya pengasaman laut, perubahan iklim, dan berbagai macam pemicu, yang menyebabkan menurunnya pertumbuhan dan keberlangsungan hidup terumbu karang.

Jika pemerintah tidak menghadirkan beragam kebijakan yang berpihak pada keseimbangan terumbu karang, beberapa laporan menyatakan bahwa terumbu karang akan termarjinalisasi pada tahun 2050.

Ancaman Ketahanan Pangan

Ancaman Ketahan Pangan Akibat Ocean Acidification. / Source: antaranews.com

Di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, hewan laut termasuk kedalam sumber protein utama bagi penduduknya dan berpotensi dalam memerangi kasus malnutrisi maupun stunting di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa hewan laut menjadi salah satu elemen yang penting dalam menjaga ketahanan pangan di wilayah tersebut.

Rata-rata konsumsi ikan perkapita di wilayah Asia Tenggara dua kali lipat dibandingkan global. Di sisi lain, angka prevalensi stunting Indonesia berada pada tingkat yang meperihatinkan yaitu dengan tingkat prevalensi sangat tinggi.

Jika negara mampu mengendalikan ekosistem laut yang terancam akibat terjadinya pengasaman laut yang padahal memiliki potensi sumber protein bagi masyarakat, maka hal ini dapat menekan angka stunting ataupun malnutrisi ditengah-tengah masyarakat.

Solusi 1: Mengkaji Ulang dan Melibatkan Masyarakat dan Kelompok Adat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Kawasan konservasi laut (KKL) terbukti menjadi cara yang paling efektif dalam memitigasi dampak negatif dari aktivitas manusia dan industri terhadap ekosistem laut. Dalam pengelolaan yang tepat, KKL mampu memberikan manfaat yang signifikan bagi pemulihan spesies dan habitat tertentu untuk mencapai alam positif pada tahun 2030.

Sayangnya, beberapa laporan ilmiah menunjukan bahwa pengelolaan yang kurang tepat menyebabkan lebih dari setengah cakupan wilayah KKL di Asia Tenggara termasuk di Indonesia dinyatakan tidak efektif dan hanya dapat melindungi kurang dari 20 persen terumbu karang yang berhabitat di wilayah ini.

Untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan KKL dalam rangka memperluas cakupan perlindungan terumbu karang di wilayah ini, dibutuhkan komitmen kuat dari pemerintah untuk mengkaji dan melakukan perencanaan secara mendalam serta melibatkan dan berkolaborasi dengan berbagai kalangan stakeholders terutama masyarakat lokal dan kelompok adat di wilayah tersebut dalam pengelolaan KKL berbasis ilmu pengetahuan.

Di beberapa wilayah seperti Hawaii, menunjukan hasil yang optimal dari pengelolaan KKL yang melibatkan masyarakat lokal dalam menjaga kawasan KKL dengan praktik tradisionalnya.

Solusi 2: Menginplementasikan Program Pendidikan Kelautan ke Dalam Kurikulum Pendidikan Formal Maupun Informal

Meningkatkan kesadaran masyarakat dengan cara melaksanakan berbagai program pendidikan tentang kelautan adalah strategi yang krusial dalam membangun kemampuan adaptif masyarakat dalam menghadapi ancaman pengasaman laut di Indonesia.

Dengan melibatkan masyarakat dalam program edukasi, harapannya dapat menanamkan rasa tanggung jawab dalam perlindungan ekosistem laut. Untuk merealisasikan strategi ini, pemerintah memiliki beberapa cara seperti memasukan pendidikan kelautan dalam kurikulum di semua level pendidikan dan memberdayakan komunitas non-pemerintah dalam melakukan edukasi kepada masyarakat langsung.

Tentunya hal ini tidak secepat seperti membalikan telapak tangan, akan tetapi dapat menjadi pondasi bagi generasi mendatang dalam mengambil keputusan yang berdampak pada ekosistem laut Indonesia.

Sebagai negara maritim yang sebagian besarnya adalah lautan, kita perlu meperhatikan nasib ekosistem laut yang telah berkontribusi banyak pada aspek kehidupan bangsa Indonesia selama ini.

Sebutan “Tanah Air” yang disematkan kepada negara ini bukanlah kata tanpa sebuah makna, melainkan sebagai pengingat bahwa kita bukan hanya memperhatikan kehidupan yang berpijak pada tanah namun harus memperhatikan tanpa pilih kasih lautan yang dianugerahkan kepada bangsa ini.

Pemerintah dan juga masyarakat perlu berkolaborasi dalam mewujudkan keberlanjutan ekosistem laut bagi generasi yang mendatang.***

Baca juga: Ngam, Sebuah Upaya Konservasi dari Negeri Kataloka

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan