Ironi di Negeri Bahari

“Kail dan jala cukup menghidupimu. Ikan dan udang menghampiri dirimu”

Kalimat di atas merupakan sepenggal lirik lagu dengan judul “Kolam Susu” karya Koes Plus.

Apakah kini ikan dan udang masih menghampiri? Apakah mereka masih mau menghampiri kita yang merusak ekosistem mereka?

Julukan sebagai negara maritim sangat melekat bagi Indonesia. Alih-alih berfokus menjadi poros maritim dunia, justru permasalahan di laut tidak kunjung berhenti. Semakin tahun permasalahan pencemaran laut semakin kompleks.

Keberadaan laut sangat berperan penting terutama bagi masyarakat pesisir. Bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut, maka kondisi laut yang buruk akan mempengaruhi kehidupan mereka.

Ironi negeri bahari
Status stok ikan. / Sumber: katadata.co.id

Kegiatan eksploitasi dan menurunnya kualitas air laut menjadi salah satu faktor menurunnya populasi dan kesehatan ikan.

Bagaimana Pencemaran Laut Bisa Terjadi?

Laut bersifat dinamis, artinya kondisinya dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan atau perlakuan yang dilakukan terhadap laut. Apabila banyak masukan limbah ke laut, maka kondisi perairan akan terjadi penurunan kualitas air, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem di laut.

Pemaparan dari Tim Koordinasi Sekretariat Nasional Penanganan Sampah Laut, menyatakan bahwa pada tahun 2020 diperkirakan total sampah yang masuk ke laut sebesar 521.540 ton, dimana sekitar 12.785 ton berasal dari aktivitas laut. Artinya, aktivitas di daratan menyumbang sampah terbesar untuk laut.

Pencemaran laut dapat disebabkan oleh:

1. Tumpahan Minyak (Oil Spill)

Tumpahan minyak di laut merupakan lepasnya minyak secara langsung maupun tidak langsung ke laut, dapat berasal dari kegiatan pelayaran, kegiatan pengeboran minyak bumi, atau kegiatan lain.

Tumpahan minyak. / Sumber: Titis Dwi

Laut Indonesia sebagai jalur perdagangan dunia, sehingga sangat rentan terhadap polusi laut. Selain itu, posisi Indonesia sebagai penghasil minyak bumi, dimana beberapa perairan dan pelabuhan sering dijadikan sebagai lokasi bongkar muat minyak bumi. Pembangunan kilang minyak di lepas pantai juga menambah resiko terjadinya pencemaran laut.

Pencemaran laut yang berasal dari tumpahan minyak menjadi salah satu fokus perhatian dari masyarakat luas, karena dampak yang diakibatkan dari tumpahan minyak di laut sangat cepat dan sangat berbahaya.

Kasus pencemaran laut akibat tumpahan minyak banyak terjadi di Indonesia, salah satunya akibat putusnya pipa dasar laut dari PT. Pertamina yang terjadi di perairan Kuala Idi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, pada tahun 2020.

Kejadian tersebut tentunya mengganggu keseimbangan ekosistem laut, gangguan estetika, dan menurunnya hasil laut.

Perlu adanya penerapan hukum yang tegas pada pelaku pencemar, karena apabila hal ini hanya sebagai bahan evaluasi dan tidak adanya aksi penanganan agar kejadian pencemaran tidak terulang lagi, maka pencemaran laut akan terus terjadi.

2. Sampah Laut (Marine Debris)

Komik
Komik “Kisah Ina, Uni, dan Paracetamol”. / Sumber: Titis Dwi 

Sampah laut saat ini menjadi perhatian besar, terutama terkait sampah plastik.

Secara umum, sampah laut berasal dari daratan, badan air, dan pesisir yang mengalir hingga ke laut, atau sampah yang berasal dari kegiatan di laut. Jenis sampah laut diantaranya plastik, logam, gelas, kayu olahan, kertas, karet, pakaian, dan tekstil.

Tercatat pada tahun 2017, komposisi sampah laut di Indonesia, 41% didominasi oleh plastik. Sampah plastik yang berada di laut akan mengalami penguraian yang dipengaruhi oleh mikroorganisme, cahaya, oksidasi pada suhu sedang, dan hidrolisis.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Universitas Hassanudin pada tahun 2015, mengungkapkan bahwa terdapat 76 ikan dari 11 spesies yang ditemukan, terbukti 28% ikan memakan mikroplastik berukuran 0.1-1.6 mm.

Ukuran mikroplastik yang sangat kecil, menyebabkan biota akuatik cenderung tidak mengetahui secara jelas apa yang sedang dimangsanya, sehingga banyak permasalahan ditemukan adanya mikroplastik dalam tubuh ikan.

Fakta plastik dapat membunuh satwa laut. / Sumber: Pijar

Mekanisme masuknya mikroplastik dalam tubuh ikan yang paling utama adalah melalui pencernaan, baik secara aktif yaitu ikan menduga bahwa mikroplastik adalah makanannya dan secara pasif melalui filtrasi air secara pasif.

Mikroplastik tidak secara mudah dapat dihilangkan dari lingkungan laut. Sehingga perlu penanganan yang optimal untuk mengatasi permasalahan terkait mikroplastik.

Keberadaan mikroplastik dapat mempengaruhi kinerja fisiologi dalam tubuh organisme, penurunan kecepatan makan, mengganggu sistem pencernaan, hingga memberikan efek akut seperti kematian pada biota.

3. Membuang Limbah (Dumping)

Dumping merupakan kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah tertentu, waktu tertentu, konsentrasi, dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

Meskipun dalam jumlah, konsentrasi, dan media tertentu, namun pembuangan limbah harus tetap memperhatikan prinsip lingkungan hidup.

Banyak yang acuh terkait hal ini, terutama bagi perusahaan yang tidak secara efektif memanfaatkan sistem IPAL dalam mengelola limbah industri mereka sebelum dibuang ke laut.

Bagaimana kondisi laut Indonesia saat ini?

Tahun 2021, dihebohkan dengan berita Teluk Jakarta yang mengandung paracetamol.

Berdasarkan literatur yang berjudul “High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia”, menyatakan bahwa konsentrasi kandungan paracetamol tertinggi terdapat di Muara Angke dengan konsentrasi 610 ng/L.

Laut menjadi salah satu bagian dari 17 tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2015-2030, yang diukur dengan menyeimbangkan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Pada tahun 2018, Indeks Kesehatan Laut Indonesia berada di peringkat 137 dari 221 negara. Terlihat sangat miris bagi negara dengan julukan negara kepulauan.

Indeks Kesehatan Laut sebagai representasi kemampuan ekosistem laut untuk dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Laut yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan adalah laut sehat.

Lantas apabila Indeks Kesehatan Laut terus menurun, apakah laut benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal? Jawabannya bisa.

Mengapa? Pada dasarnya lingkungan bersifat self purification yaitu mempunyai kemampuan memulihkan sendiri dengan bantuan bakteri dalam proses dekomposisi. Namun, tentunya tidak dengan waktu yang cepat.

Proses self purification secara otomatis terjadi pada perairan yang tercemar oleh limbah, dengan bantuan bakteri aerob maupun anaerob. 

Intensitas waktu proses self purification pada perairan sangat dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut (DO) di perairan. Semakin tinggi kadar DO, maka semakin cepat pula proses self purification pada perairan yang tercemar. 

Banyaknya beban pencemar yang masuk ke badan air hingga melampaui kemampuan lingkungan untuk melakukan recovery, maka ekosistem perairan akan lebih lama dalam proses self purification, sehingga akan menganggu kelangsungan hidup biota akuatik.

Pemanfaatan sumberdaya hayati laut harus dilakukan dengan menerapkan prinsip keterpaduan dan keberlanjutan. Perlu adanya upaya agar masyarakat mengetahui bagaimana pemanfaatan sumberdaya hayati yang berkelanjutan, seperti sosialisasi dan program pemberdayaan masyarakat.

Kerjasama antar instansi yang bertanggung jawab harus sejalan, dan tidak boleh tumpang tindih. Apabila terjadi tumpang tindih, maka penanganan pencemaran akan semakin lama, karena antar instansi tidak paham betul terkait tanggung jawabnya.

Saat ini sudah banyak terbentuk LSM atau komunitas peduli lingkungan, diharapkan kegiatan yang dilakukan dapat membantu pemerintah untuk bersama-sama bergerak dalam penanganan pencemaran laut di Indonesia. Laut Sehat, Indonesia Hebat.***

Baca juga: Menghadapi Pseudo-science dan Disinformasi Krisis Iklim di Masyarakat

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan