Pulau Tunda dan Ancaman Limbah Industri Minyak

Pulau Tunda, Serang, Banten yang merupakan pulau kecil dan berada tidak jauh dari wilayah perkembangan industri seperti Jakarta dan kota – kota besar di sekitarnya membuat pulau ini memiliki kerentanan yang tinggi bagi kondisi alamnya.

Seperti yang pernah terjadi di Pulau Tunda pada Agustus 2020 lalu yakni menghadapi pecemaran limbah dari aktivitas pengeboran minyak.

Kala itu, sebagaimana dikutip dari pemberitaan tribunnews.com bahwa telah terjadi kasus pecemaran limbah setelah ada pengeboran minyak oleh Pertamina. Anggota BPD Desa Wargasara atau Pulau Tunda, Rasyid Ridho, mengatakan bahwa pertama kali diketahuinya pencemaran tersebut oleh sala satu penjaga anjungan pantai timur, Ugi, yang sedang melakukan aktivitas hariannya.

Ugi terkejut melihat pantai yang biasanya jernih berubah dan muncul suatu benda berbentuk kerikil berwarna hitam dengan jumlah yang banyak.

pulau tunda
Pantai berpasir putih tertimbun limbah di Pulau Tunda. / Foto: Tribun Banten / Ridho Pakpahan

Selain Ugi sebagai saksi mata, ada pula saksi lainnya yang merupakan penyelam di bagian barat daya pulau Bernama Adnin. Ia juga mengaku terkejut dengan kondisi pasir pantai yang berubah menghitam.

Ridho menjelaskan bahwa limbah tersebut seperti bahan yang biasa digunakan untuk membangun aspal. Warna dari limbah tersebut menurutnya berwarna hitam pekat dan sangat mencolok dibandingkan dengan pasir pantainya.

Rekannya yang melihat limbah tersebut mencoba untuk membakarnya. Ternyata limbah tersebut dapat terbakar dan menyala. Karena itulah ia menduga limbah tersebut berasal dari aktivitas pengeboran minyak Pertamina yang terletak di utara Pulau Tunda.

Ridho menambakan keterangan bahwa aktivitas pengeboran tersebut sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak dirinya masih kecil. Permasalah seperti ini menurutnya sering terjadi dan kejadian pada Agustus 2020 tersebut yang cukup parah.

Jarak antara pemukiman Pulau Tunda dengan tempat pengeboran minyak yakni sekitar 18 hingga 20 mil. Jika ditempuh sekitar 2 jam perjalanan kapal.

Dampak dari limbah tersebut menurutnya berdampak pada gurita-gurita yang ada di Pulau Tunda ditemukan dalam kondisi mabuk dan mati. Kemudian bisa berbahaya pula apabila limbah tersebut menempel di mangrove dan padang lamun.

Kepala Desa Wargasara kala itu, Hasyim, membenarkan bahwa terdapat limbah yang mencemari lingkungan Pulau Tunda. Menurutnya limbah tersebut sangat menggaggu masyarakat dan ekosistem alam Pulau Tunda.

Apa Bahaya Tumpahan Minyak di Laut ?

minyak
Kasus tumpahan minyak di Pantai Karawang, Jawa Barat. / Foto: Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Sebagaimana dikutip dari situs Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, dampak dari tumpahan minyak di laut di antaranya:

Kematian Organisme

Sebagian besar tumpahan minyak yang terjadi di pantai atau laut dalam memiliki risiko kematian lebih besar bagi ikan-ikan. Baik yang berada di tambak maupun keramba. Selain itu juga berdampak pada kerang-kerangan yang kemampuan berpindah untuk menghindari tumpahan minyak sangat rendah.

Dampak bagi Plankton

Limbah minyak ini berdampak langsung pada plankton, terlebih saat masih fase telur atau larva. Akan lebih parah lagi jika lokasi tumpahan minyak terjadi di daerah yang tertutup seperti teluk.

Bau Lantung

Terjadi pada jenis ikan keramba dan tambak yang tidak dapat bergerak menjauhi lokasi pencemaran minyak bumi. Sehingga mengakibatkan bau dan rasa tidak enak.

Kerusakan Ekosistem

Ekosistem pesisir dan laut seperti mangrove, lamun, delta sungai, estuari, dan terumbu karang berfungsi penting bagi kelangsungan hidup makhluk disekitarnya.  Wilayah pesisir yang terkena tumpahan minyak dapat terganggu, karena wilayah tersebut menjadi tempat berkembang biak dan habitat serta tempat mencari makan untuk organisme dewasa di sekitarnya.

Kasus semacam ini perlu menjadi perhatian serius dari semua pihak dan jangan dibiarkan begitu saja atau dianggap sebelah mata. Karena bukan saja dampak buruk bagi kondisi ekosistem alam di Pulau Tunda saja yang apabila kasus ini terus-menerus terjadi juga akan berdampak pada sumber ekonomi warga yang bergantung pada ekosistem laut.***


Mari bersama, kita dukung dan wujudkan perlindungan laut sebagai Marine Protected Area sebesar 30% di tahun 2030. Kamu bisa tanda tangani petisi di sini.

Baca juga: Menilik Pulau Tunda, Pulau Kecil Tak Jauh dari Ibu Kota

Sumber: Situs Tribun News, Situs KKP Indonesia

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Tanggapan