Nelayan Sangihe, Ikan Dikepung Rumpon, Laut Diracun Tambang

Kampung Bulo Sangihe

“Sejak zaman nenek moyang kami ratusan tahun yang lalu, kami hidup secara berkelanjutan, mandiri, dan dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga dari hasil laut yang berlimpah secara turun-temurun. Namun, sejak sepuluh tahun terakhir kami merasa ada perubahan dimana hasil tangkapan ikan berkurang hari demi hari. Kami khawatir apabila situasi ini terus berlanjut, maka masa depan anak cucu kami yang menggantungkan hidup pada laut akan semakin sulit” 

Suara Demetrius Tolibakuta, bergetar namun lantang saat membacakan surat tuntutan mewakili kelompok nelayan di Kampung Bulo dan Batu Wingkung, Kecamatan Tabukan Selatan, di hadapan Sekretaris Daerah Kepulauan Sangihe, Selasa, 21 November 2023.  

Nelayan Sangihe mengajukan aspirasi ke kantor bupati sangihe
Perwakilan nelayan Kampung Bulo membacakan surat tuntutan di hadapan Sekda Kepualauan Sangihe. / Foto: Stenly Pontolawokang/Greenpeace

Demetrius tak sendiri. Ia datang bersama dua nelayan lain yakni Desmon Sondakh dan Lamek Edwar Jenner Tamar serta dukungan dari Greenpeace Indonesia, Koalisi Save Sangihe Island dan organisasi pemuda Mẹ̆sĕmbaụ Mĕndiagạ Nusa. 

Keresahan Demetrius dan kelompok nelayan lain yang berada di Kampung Bulo, bukan tanpa sebab. Menggantungkan hidup pada laut dari generasi ke generasi, Demetrius dan puluhan nelayan lain merasa resah dengan kondisi perikanan di Sangihe saat ini. 

“Saat ini perairan di Sangihe tengah dikepung rumpon. Semakin hari jumlahnya semakin banyak dan semakin dekat ke daratan seperti memagari laut dan menghalangi ikan masuk ke pesisir Sangihe. Kami nelayan kecil semakin sulit menangkap ikan,” kata Demetrius. 

Keluarga nelayan mengikuti aksi peringatan Hari Perikanan Sedunia pada 21 November 2023 di Kampung Bulo, Kepulauan Sangihe. / Foto: Friska Kalia/Greenpeace

Karena ikan di perairan sekitar Pulau Sangihe semakin sedikit, nelayan terpaksa harus melaut lebih jauh dan lebih lama.

“Sayangnya, ketika kami melaut lebih jauh tidak ada jaminan bahwa kami akan mendapatkan ikan dalam jumlah diharapkan, seringkali hasil tangkapan kami sedikit bahkan tidak mendapat ikan sama sekali. Kondisi ini tidak sebanding dengan biaya operasional yang kami keluarkan. Dengan demikian maka kami mengalami kerugian,” ujar Demetrius.

Selain keresahan mengenai rumpon, isi surat menyebutkan ancaman-ancaman lain yang tengah dihadapi masyarakat nelayan. Ancaman tersebut berupa kondisi cuaca yang semakin tidak menentu, dan pencemaran laut akibat adanya aktivitas penambangan emas di Kampung Bowone dan Kampung Binebas.

Demetrius menyerahkan surat tuntutan kepada Sekda Sangihe. / Foto: Stenly Pontolawokang/Greenpeace

Setidaknya ada 8 butir tuntutan masyarakat nelayan yang dibacakan Demetrius di hadapan Sekda. Selain memuat soal perlindungan laut termasuk dari pencemaran tambang, penertiban, dan penegakan hukum rumpon ilegal, Ia juga menuntut adanya pelibatan nelayan kecil dalam perencanaan perikanan berkelanjutan di Sangihe.

Merespon tuntutan nelayan, Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe Melanchton Harry Wolf ST.ME menyebut, saat ini ada keterbatasan kewenangan urusan Pemda yang sudah diambil alih oleh pemerintah pusat, termasuk sektor kelautan dan pertambangan.

“Hal ini harus menjadi perhatian, cuma memang dalam pemerintahan kita dibatasi dengan batas kewenangan pemerintahan. Berdasarkan UU 23 tentang Pemerintahan Daerah, ada kewenangan yang ditarik oleh pemerintah pusat. Ada 8 urusan yang ditarik kewenangannya oleh pemerintah pusat termasuk kelautan dan pertambangan. Pemda hanya diberikan kewenangan terkait perikanannya saja. Tapi itu tidak menutup celah untuk pemda berusaha bersama-sama dengan masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat,” ujar Sekda Sangihe.

Perwakilan nelayan didampingi Save Pulau Sangihe dan Karang Taruna Mẹ̆sĕmbaụ Mĕndiagạ Nusa serta Greenpeace Indonesia mendatangi Kantor Bupati Kepulauan Sangihe untuk menyampaikan surat tuntutan nelayan di Kampung Bulo. / Foto: Stenly Pontolawokang/Greenpeace

Dalam momentum Hari Perikanan Sedunia ini juga, Masyarakat nelayan di Sangihe mendesak Pemerintah Daerah untuk mendorong Pemerintah Indonesia segera meratifikasi Perjanjian Laut Global sebagai langkah nyata perlindungan ekosistem laut dan masyarakat pesisir.***

Baca juga: Tambang Terus Beroperasi, Bagaimana Nasib Ekosistem Mangrove di Teluk Binebas Sangihe?

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan