Ancaman Tidak Diketahui Akibat Abandoned, Lost or Discarded Fishing Gear (ALDFG) yang Berdampak pada Diversitas Penyu di Laut Indonesia

Habitat 6 dari 7 jenis penyu yang ada di dunia, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki kekayaan laut yang luar biasa melimpah. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat penting dalam upaya konservasi penyu dan pelestarian keanekaragaman hayati laut.  6 dari 7 jenis penyu yang dapat ditemukan di perairan Indonesia tersebut diantaranya penyu hijau, penyu sisik, penyu belimbing, penyu tempayan, penyu pipih, dan penyu sisik laut, 

Namun, dibalik kekayaan laut yang luar biasa melimpah terdapat ancaman yang tidak diketahui secara serius dan mengancam populasi dan diversitas penyu di laut Indonesia. Ancaman serius tersebut adalah Abandoned, Lost or Discarded Fishing Gear (ALDFG), yang sering disebut sebagai ghost net atau jaring hantu.

Abandoned, Lost or Discarded Fishing Gear (ALDFG) mengacu pada alat tangkap yang ditinggalkan, hilang atau sengaja dibuang oleh pemancing atau nelayan. Jaring ini sering terperangkap di terumbu karang dan ekosistem laut lainnya, menjadi perangkap yang mematikan bagi banyak biota laut, termasuk penyu.

Jaring hantu ini akan terus berlanjut dengan aktivitas perburuan, yang memakan korban tidak hanya ikan, tetapi juga penyu. Ini menjadi ancaman serius bagi populasi dan diversitas penyu di perairan Indonesia.

Jaring ini dapat melingkari atau membelit tubuh penyu, menjebak dan menghambat penyu untuk bergerak atau mencari makan secara bebas. Sehingga penyu yang terperangkap dalam jaring hantu tersebut dapat menderita luka parah atau bahkan mati kelaparan.

Selain itu, penyu yang berhasil lolos dari jaring dapat tetap terjebak dengan potongan tali atau kait yang masih mengikat di tubuh dan dapat menyebabkan cedera serius atau kehilangan anggota tubuh.

Selain dampak fisik yang merugikan, jaring hantu juga menyebabkan kerusakan ekologis yang signifikan. Jaring-jaring ini bisa menghancurkan terumbu karang yang rapuh dan menjadi rumah bagi berbagai spesies laut, termasuk ikan yang menjadi makanan penyu.

Ketika terumbu karang rusak, ekosistem yang rumit dan ketergantungan antar spesies dapat terganggu, mengancam keberlanjutan kehidupan laut secara keseluruhan.

Keberadaan ALDFG juga menjadi ancaman bagi penyu karena berpotensi menghasilkan mikroplastik. Banyak ALDFG terbuat dari bahan plastik non-biodegradable atau bahan yang tidak mudah terurai.

Ketika perangkap dan jaring ini dibuang di laut akan dapat melepaskan mikroplastik ke dalam air, yang akhirnya dimakan oleh kehidupan biota laut, termasuk penyu.

Konsumsi mikroplastik dapat merusak sistem pencernaan dan menyebabkan keracunan pada penyu, membahayakan kesehatan mereka dan berpotensi mempengaruhi kesuburan dan kelangsungan hidup.

Dampak Abandoned, Lost or Discarded Fishing Gear (ALDFG) terhadap populasi dan diversitas penyu di Indonesia sangatlah signifikan. Populasi penyu telah mengalami penurunan yang drastis dalam beberapa dekade terakhir, dan ALDFG menjadi salah satu penyebab utama dari penurunan ini, bersama dengan hilangnya habitat, perburuan liar, dan perubahan iklim yang terjadi di perairan Indonesia.

Perluasan industri perikanan dan praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan telah menyebabkan peningkatan jumlah ALDFG di perairan Indonesia. Jaring-jaring yang ditinggalkan atau hilang di laut terus memburu dan membunuh penyu yang tak berdosa.

Seiring dengan terus meningkatnya intensitas perburuan ikan, ALDFG semakin banyak tersebar dan memperburuk kondisi populasi penyu.

Untuk mengatasi permasalahan serius ini, diperlukan solusi yang tepat dan tindakan nyata yang melibatkan berbagai pihak. Kerjasama antara pemerintah, nelayan, LSM, dan masyarakat luas sangatlah penting dalam menjaga keberlanjutan populasi dan diversitas penyu di Indonesia.

Pemerintah memiliki peran kunci dalam melindungi penyu dan mengatasi ancaman ALDFG. Penting bagi pemerintah untuk menerapkan dan menguatkan regulasi yang melarang praktik perburuan ilegal penyu serta memperketat pengawasan terhadap penangkapan ikan yang berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia juga telah memberlakukan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia guna mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) juga memberikan solusi yang inovatif dalam menanggulangi fenomena jaring hantu dengan menyediakan tempat khusus untuk membuang Alat Penangkapan Ikan (API) yang sudah rusak dan tidak terpakai.

Solusi ini telah terbukti efektif dalam mengurangi jumlah ALDFG di perairan Amerika Serikat dan dapat diadopsi sebagai langkah-langkah yang serupa di Indonesia. 

Melalui program ini, NOAA bekerja sama dengan pemerintah lokal dan nelayan untuk menyediakan kontainer atau wadah khusus di beberapa titik pantai strategis. Kontainer tersebut dirancang sedemikian rupa agar nelayan dapat dengan mudah membuang jaring-jaring yang sudah rusak, tidak terpakai, atau terjebak di laut.

Dengan menyediakan tempat yang aman dan terorganisir untuk membuang ALDFG, program ini mendorong nelayan untuk bertanggung jawab terhadap limbah mereka sendiri dan mencegah jaring-jaring tersebut berakhir sebagai jaring hantu yang merugikan. 

Solusi ini dapat diterapkan di beberapa titik pantai di Indonesia, terutama di daerah-daerah pesisir yang mayoritas penduduknya adalah nelayan.

Pendekatan ini dapat melibatkan kerjasama antara pemerintah daerah, nelayan, LSM, dan organisasi lingkungan untuk mengidentifikasi lokasi yang sesuai dan menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan, seperti kontainer atau wadah, untuk membuang ALDFG dengan aman. 

Selain menyediakan tempat khusus untuk membuang ALDFG, program ini juga dapat disertai dengan kegiatan edukasi kepada nelayan tentang pentingnya membuang alat tangkap yang rusak atau tidak terpakai dengan benar.

Pelatihan dapat diberikan kepada nelayan untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang dampak negatif dari ALDFG dan cara mengurangi risiko penangkapan sampingan yang tidak diinginkan.

Melalui kolaborasi dan partisipasi aktif dari pemerintah, nelayan, LSM, dan masyarakat luas, implementasi solusi ini dapat membantu mengurangi jumlah jaring hantu yang terdampar di perairan Indonesia.

Langkah ini akan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi penyu dan ekosistem laut secara keseluruhan.***

Baca juga: Pelibatan Masyarakat Adat Dalam Upaya Konservasi Enu Karang, Kepulauan Aru

Editor: J. F. Sofyan

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Tanggapan