Dari Laut ke Ikan Kaleng, Mengapa Harus Peduli?

Ikan Kaleng

Kamu barangkali bukan konsumen setia produk ikan dalam kaleng, termasuk ikan kaleng tuna.

Namun saya yakin kamu setia untuk mewujudkan banyak hal yang baik.

Diantaranya memastikan lautan kita tetap sehat dengan ikan berlimpah, tetap dapat dipanen secara lestari hingga generasi mendatang!

Saya juga demikian, seperti kamu. Bahkan saya tidak pernah membeli ikan tuna yang dikalengkan.

Atau jangan-jangan kamu sering beli dan doyan makan produk ikan kaleng tuna yaa?!

Ikan Segar

Saya, kamu dan kebanyakan masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli ikan-ikan segar. Tentunya setelah kita yakini bebas pengawet seperti formalin ya!

Bahkan kita cenderung haqqul yakin dengan kesegaran ikan yang baru didaratkan oleh nelayan skala kecil.

Kita akan sangat senang bila dapat membeli ikan secara langsung dari nelayan kecil, yang sebagian besar pergi melaut dan kembali ke pesisir dalam sehari.

Pasar Tuna

Lantas mengapa sih kita perlu tahu, harus kepo dengan cerita tersembunyi dari sebuah produk ikan kaleng tuna?

Toh kita di Indonesia termasuk sebagian besar orang di Asia Tenggara bukanlah konsumen utama dari produk ikan kaleng tuna itu.

Diperkirakan sekitar 90% produk ikan kaleng tuna yang diproduksi di Asia Tenggara justeru diekspor ke berbagai negara pasar utama seperti Inggris, Jerman dan Amerika Serikat. Hanya sekitar 10% saja yang dipasarkan secara lokal.

Jadi, apa pasalnya kita harus peduli urusan ikan tuna dalam kaleng ini?

Begini sisbro, ayo mulai dari laut! Bagaimana ikan-ikan tuna ditangkap?

Tidak semua jenis dan ukuran ikan tuna di tangkap dengan cara yang sama.

Ikan Kaleng Pasar Tuna

Tuna sirip biru (Bluefin), Tuna sirip kuning (Yellowfin), Tuna mata besar (Bigeye) dan Tuna albakora (albacore) yang berukuran besar (adult) sering ditangkap dan menjadi target operasi kapal ikan rawai tuna (longliner).  Adapun ikan cakalang (Skipjack) ditangkap oleh operasi kapal jaring lingkar (purse seiner).

Long-liners

Setiap long-liner memiliki alat tangkap di mana satu uluran benang pancingnya saja bisa memanjang hingga 150 km dan memiliki hingga 3000 kail (hooks[1].

Dengan alat tangkap yang mengerikan tersebut, berita buruknya, armada rawai tuna (longliners) juga dengan serampangan menangkap satwa laut lainnya seperti hiu, penyu, burung laut serta berbagai jenis ikan bukan target lainnya.

Purse-seiners

Armada kapal jaring lingkar (purse-seiners) berukuran besar (dengan bobot lebih dari 30GT) yang beroperasi di zona ekonomi eksklusif (EEZ) dan laut lepas (high seas) juga tidak kalah merusaknya.

Apa lagi jika beraksi menggunakan rumpon atau FADs (fishing aggregating devices) saat menjaring kawanan ikan cakalang.

Satwa laut lainnya yang berada di bawah dan sekitar rumpon akan ikut terjaring. Ikan-ikan kecil (juvenile) tidak pandang jenis, hiu bahkan mamalia laut seperti lumba-lumba juga tidak luput terangkut.

Jadi…

Nah! Sebagian dari hasil tangkapan tuna hasil operasi longliners dan purse seiners itu akhirnya akan berakhir di unit pengalengan ikan, kemudian diproses dan dikalengkan, lantas didistribusikan ke pasar lokal dan internasional, menggoda dan terjual hingga ke konsumen akhir.

Kepedulian Konsumen

Artinya, jika kita dan konsumen ikan tuna kaleng tidak peduli, maka cara-cara penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan akan terus berlangsung.

Sekalipun kita bukan konsumen produk ikan tuna dalam kaleng, jika kita tetap tidak peduli, maka sama artinya kita membiarkan operasi kapal-kapal ikan dengan cara-cara yang serakah tidak bertanggungjawab terus merusak ekosistem laut kita.

Kita bisa saja bukan konsumen produk ikan tuna dalam kaleng, tapi kita tetap punya tanggung jawab, berperan dan punya andil untuk menyelamatkan kelestarian ekosistem laut.

Aksi Kita

Jika kita peduli “cerita” dari balik dan di dalam setiap kalengnya, kita bisa beraksi bersama.

Bersama kita mendesak pemerintah dan produsen untuk memastikan bahwa setiap produk harus dihasilkan dari praktek-praktek yang bertanggung jawab.

Ikan Kaleng Pasar Tuna

Kriteria Berkelanjutan

Apa saja kriteria tangkapan ikan yang berkelanjutan, kamu bisa kunjungi blog [2] ini.

https://www.instagram.com/p/8lOUY5HpsM/

Kamu juga bisa mempelajari lebih lanjut bagaimana kinerja sejumlah merek dan perusahaan pemrosesan ikan kaleng tuna di Asia Tenggara pada laporan pemeringkatan (ranking) 2018 yang dilakukan oleh Greenpeace di sini atau di sini.

Sepakat kan untuk lebih peduli? Ayo bergerak untuk laut sehat dan terlindungi!

Artikel Terkait

Persaingan Nelayan Versus Perusahaan Perikanan Raksasa

Pada September 2022, laporan Greenpeace Asia Timur berjudul “Fake My Catch – the unreliable traceability in our tuna cans” menemukan bahwa kapal-kapal perikanan Taiwan yang memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF), diduga melakukan penangkapan ikan ilegal dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya.

Overfishing dan Kekeringan Laut

Peningkatan suhu global menyebabkan peningkatan penguapan air dari permukaan laut, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi garam dalam air laut. Kekeringan laut terjadi ketika air laut menguap lebih cepat daripada yang dapat digantikan oleh aliran air segar, seperti dari sungai-sungai atau curah hujan. Akibatnya, air laut menjadi lebih asin dan volume air laut berkurang.

Penerapan Kampung Ikan Berbasis Teknologi Hatchery dalam Optimalisasi Percepatan Kemandirian Pangan Perikanan Nasional

Salah satu kisah sukses teknologi hatchery adalah hatchery skala rumah tangga (HSRT) yang terdapat dibagian utara Bali.

Teknologi ini dikembangkan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali dan dengan pesat diterapkan oleh nelayan – nelayan setempat yang awalnya ingin mengadakan diversifikasi usaha dari perikanan budidaya secara tradisional ke perikanan budidaya skala industri seperti tambak dan keramba jaring apung.

Tanggapan